![]() |
Ketua DPD NCW Bekasi Raya, Herman Parulian Simaremare (Foto:dok) |
Dalam hal ini, Ketua
NCW DPD Bekasi Raya, Herman P. Simaremare menyampaikan bahwa, klaim mutasi
untuk 'peningkatan kinerja', hanya kedok belaka. "Yang terjadi justru
pengistimewaan keluarga dan upaya melindungi pejabat yang diduga korupsi. Ini
perampokan terhadap hak publik atas pemerintahan yang bersih," ujar
Herman.
Lebih lanjut Herman
menjelaskan, dari 19 pejabat yang dimutasi, dua di antaranya merupakan kerabat
dekat Wali Kota Bekasi, yaitu drh. Satia yang merupakan adik kandung, diangkat
sebagai Kepala Dinas Kesehatan, meski berlatar belakang dokter hewan.
"Secara logika
birokrasi, Kepala Dinkes idealnya diisi pejabat dengan latar belakang kesehatan
masyarakat atau medis manusia, bukan veteriner," kata Herman.
Herman pun
mengungkapkan, yang kedua adalah Solikhin, selaku adik ipar Wali Kota dilantik
menjadi Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), yang sebelumnya sebagai
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi dan gagal menyelesaikan
sengketa Pasar Keranji.
"Ini aneh, kenapa
dia (Solikhin) kini justru ditempatkan di posisi strategis yang mengelola
keuangan daerah?" ucapnya.
![]() |
(Foto:dok) |
"Alih-alih
diperiksa transparan, pejabat yang sedang disorot publik malah diberikan
jabatan lebih sensitif. Ini patut diduga sebagai upaya melindungi pejabat
bermasalah," papar Herman.
Menurut Herman, langkah tersebut berpotensi menghambat proses penyelidikan dugaan korupsi dan melanggar prinsip merit sistem, dalam manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). ia pun menyebutkan, penempatan kerabat dalam jabatan strategis berpotensi melanggar beberapa aturan, antara lain UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, khususnya Pasal 5 huruf (n), dan Pasal 27 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN.
"Beberapa pejabat
juga ditempatkan tidak sesuai kompetensi dan latar belakang keahliannya.
Jabatan vital seperti Direktur RSUD Kota Bekasi malah dibiarkan kosong,"
tegas Herman.
Ia menambahkan, proses
mutasi terkesan terburu-buru, dipaksakan, dan tanpa transparansi mekanisme
seleksi. Hal ini memperkuat dugaan adanya kepentingan politik, gratifikasi
jabatan, dan praktik jual-beli jabatan.
Sementara itu, NCW
mengambil sikap tegas dengan mendesak Wali Kota Bekasi Tri Adhianto
mempertanggungjawabkan kebijakan mutasi secara terbuka. Ia juga mendesak Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN), KPK, dan Kemendagri segera menyelidiki indikasi
nepotisme dan jual-beli jabatan.
"Mutasi pejabat
memang hak prerogatif kepala daerah. Namun jika digunakan untuk memperkuat
kekuasaan keluarga dan melindungi pejabat bermasalah, itu jelas penyalahgunaan
wewenang yang melanggar hukum," pungkas Herman. (TIM)
0 Komentar