![]() |
| Mabes Polri saat memberikan keterangan di Konferensi Pers Merek Beras Oplosan (Foto:dok) |
Direktur Tindak Pidana
Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol
Helfi Assegaf mengatakan bahwa, “Dengan melakukan penyelidikan terhadap 212
merek tersebut, kita lakukan penelusuran bekerjasama dengan kementerian yang
terkait, mendapatkan data sampai dengan hari ini ditemukan ada 52 PT sebagai
produsen beras premium dan 15 PT sebagai produsen beras medium”, ujarnya.
Lebih lanjut Helfi
menegaskan, dari temuan tersebut pihaknya menindaklanjuti dengan melakukan
penyelidikan ke lapangan, baik terhadap pasar tradisional maupun modern untuk
pengambilan sampel beras premium maupun medium. Kemudian dilanjutkan pengecekan
atas sampel tersebut ke laboratorium.
“Namun sampai dengan
hari ini, kita baru mendapatkan sembilan merek, dan 5 merek yang sudah ada
hasilnya, yaitu beras premium yang tidak memenuhi standar mutu,” jelas dia.
Helfi merinci, tiga
perusahaan dan lima merek beras yang diduga melakukan pelanggaran adalah PT PIM
dengan merek Sania; PT FS dengan merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan
Setra Pulen; serta Toko SY dengan merek Jelita dan Anak Kembar.
“Dari hasil
penyelidikan tersebut, penyidik mendapatkan fakta bahwa modus operandi yang
dilakukan oleh para pelaku usaha, yaitu melakukan produksi beras premium dengan
merek yang tidak sesuai standar, standar mutu yang tertera pada label kemasan
yang terpampang di kemasan tersebut. Menggunakan mesin produksi baik modern
maupun tradisional, artinya dengan teknologi yang modern maupun manual,”
ungkapnya.
201
Ton Beras Disita
Adapun barang bukti
yang disita penyidik yaitu beras dengan total berat 201 ton dengan rincian
kemasan 5 kilogram berbagai merek beras premium sebanyak 39.036 pcs, kemasan
2,5 kilogram berbagai merek beras premium sebanyak 2.304 pcs.
Ada pula dokumen
legalitas dan sertifikat penunjang seperti dokumen hasil produksi, dokumen
hasil maintenance, legalitas perusahaan, dokumen izin edar, dokumen sertifikat
merek, dokumen standar operasional prosedur, pengendalian ketidaksesuaian
produk dan proses, serta dokumen lain yang berkaitan dengan perkara.
Pasal yang dipersangkakan adalah Pasal 62 junto Pasal 8 ayat 1 huruf A dan F Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ancaman hukuman Pasal
62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu pidana penjara 5 tahun maksimal
dan denda maksimal Rp2 miliar, dan untuk Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang yaitu pidana penjara 20 tahun dan denda Rp10 miliar.
“Langkah ini merupakan
tindak lanjut arahan Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Jenderal TNI
Purnawirawan Prabowo Subianto untuk melindungi hak konsumen dan menjaga
stabilitas pangan nasional,” Helfi menandaskan. (RED)





0 Komentar