![]() |
Kepala Ombudsman Perwakilan Banten, Fadli Afriadi (Foto:dok) |
Hal itu disampaikan
langsung oleh Perwakilan Ombudsman Banten, Fadli Afriadi. Ia menyampaikan
bahwa, masih banyak masyarakat yang tidak memahami perubahan mekanisme dari
sistem zonasi berbasis jarak menjadi sistem zonasi berbasis nilai. Kondisi ini
diperburuk oleh minimnya informasi yang diberikan kepada publik sejak awal.
“Tentunya kami sudah
mengingatkan dari awal bahwa ada perubahan signifikan dari sistem zonasi. Tapi
waktunya terbatas, dan masyarakat nggak banyak yang paham,” ujar Fadli.
Lebih lanjut Fadli menegaskan, sistem seleksi berbasis nilai dalam satu kawasan domisili membuat banyak orang tua keliru dalam memprediksi peluang diterima anak mereka di sekolah negeri. Banyak yang masih menganggap kedekatan rumah menjadi faktor utama. “Masih banyak masyarakat yang berpikir kalau rumahnya dekat pasti diterima. Padahal sekarang sistemnya diubah, dalam radius domisili seleksinya pakai nilai,” jelas Fadli.
Ombudsman mencatat telah menerima lebih dari 70 aduan dari masyarakat. Dari jumlah itu, 10 laporan masuk dalam proses penanganan karena memenuhi unsur pelanggaran administratif. Fadli juga menyoroti risiko miskomunikasi antara sekolah dan calon siswa akibat lemahnya pemahaman masyarakat terhadap sistem yang baru. Menurutnya, pemerintah seharusnya aktif memberikan penjelasan secara langsung kepada publik.
“Sekarang saatnya Pemda
menjelaskan. Supaya masyarakat paham bahwa sistem ini memang seperti ini, bukan
karena hal-hal lain,” katanya.
Ia menambahkan bahwa
edukasi publik yang konsisten sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman
serupa di tahun-tahun berikutnya. Terlebih, perubahan sistem seleksi di sektor
pendidikan selalu berdampak besar terhadap kepercayaan masyarakat. (ZIK/TIM)
0 Komentar