Ichsanuddin Noorsy. |
JAKARTA,
KORANTRANSAKSI.com - Pengamat senior ekonomi politik dari
Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menyebut, kiprah
BUMN saat ini hanya sebagai bancakan oligarki pemerintahan Jokowi baik dalam
hal sumberdaya ekonomi, keuangan dan organisasi BUMN. Makanya tak aneh jika
kemudian pemerintah, melalui Menteri BUMN Rini Soemarno banyak menempatkan
orang-orang pemerintah dari eselon I atau II untuk rangkap jabatan menjadi
komisaris di perusahaan pelat merah itu.
“Justru
yang terjadi, penempatan orang-orang dari penguasa dalam BUMN merupakan cara
paling efektif untuk menjarah BUMN. Dengan demikian, maka belanja BUMN yang
sangat besar yang bernilai ribuan triliun itu bisa menjadi proyek bancakan
penguasa,” kecam Daeng seperti ditulis Aktual.com, Senin (5/6) lalu.
Bahkan
hal itu dialami BUMN strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Makanya berbagai mega proyek yang direncakan oleh BUMN tersebut jadi bancakan
oligarki penguasa. Sehingga cepat atau lambat BUMN itu akan gulung tikar,” prediksi
Salamuddin lagi.
Apalagi
sekarang, kata dia, BUMN dipaksa mengambil utang yang besar ke luar negeri dan
dari pasar keuangan. Sehingga beban BUMN meningkat, penerimaan BUMN pun menurun
seperti yang terjadi di PT PLN (Persero). Diduga tradisi itu juga menimpa BUMN
strategis lainnya.
Salamuddin
khawatir jika BUMN itu sudah bangkrut, maka BUMN ini selanjutnya bisa saja dijual
ke swasta, dilepas ke para taipan dan asing. Lagi-lagi penjualan aset BUMN
dapat menjadi ajang korupsi oligarkhi penguasa. Jadi BUMN bangkrut pun mereka
selalu untung. Rakyat cuma dapat ampasnya?
Skenario Menggarong BUMN
Sementara
itu, pakar ekonomi Kondang yang dikenal vocal, Ichsanuddin Noorsy dengan
blak-blakan mengatakan bahwa rencana holdingisasi BUMN melalui Peraturan
Pemerintah (PP) 72 Tahun 2016, tidak kurang hanya sebagai modus akal-akalan
untuk ‘menggarong’ perusahaan plat merah. Dia memprediksi bahwa dengan holding
akan meningkatkan nilai aset untuk dijadikan jaminan utang bagi pemerintah.
Cara ini merupakan jalan praktis mendapatkan sumber dana untuk merealisasi
proyek infrastruktur.
“Artinya
pemerintah ingin mendapatkan dana tanpa melakukan apa-apa yaitu menjadikan BUMN
sebagai jaminan,” katanya kepada awak media di Jakarta, belum lama ini. Kemudian
dia mengingatkan bahwa kita tak boleh lupa akan kultur penyelenggara BUMN
Indonesia yang menjadikan perusahaan plat merah sebagai sapi perah belaka.
Karenanya
dengan kultur yang demikian serta dijadikannya BUMN sebagai jaminan hutang,
tentunya sangat terlihat dengan kasat mata, jelas bahwa holding merupakan suatu
skenario alias akal-akalan untuk melakukan kooptasi terhadap BUMN.
Menurut Ichsanuddin
lagi, selama holding BUMN dengan kultur seperti di Indonesia dari rezim dahulu
hingga saat ini, yang ada kebijakan tadi hanya memperkuat kooptasi
perusahaan-perusahaan asing terhadap BUMN. Bisa jadi, holding hanya sebagai
cara memberikan kooptasi BUMN kepada perusahaan asing, maka tujuannya holding
adalah hunky-punky, kata dia lagi dengan semangat. Masyarakat pasti tahu, apa
arti ungkapan “hunky-punky” itu! (Odjie)***
0 Komentar