Bupati Klaten non aktif Sri Hartini keluar dari gedung KPK usai menjalani pemeriksaan perdana paska penahanan pada operasi tangkap tangan (OTT), di gedung KPK, Jakarta. |
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Klaten Sri Hartini dan anak
buahnya, Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Kabupaten
Klaten, Suramlan, sebagai tersangka pasca-terjaring Operasi Tangkap Tangan
(OTT) penerima dan pemberi suap pada Jumat (30/12/2016).
"KPK
meningkatkan status ke penyidikan bersaman dengan penetapan tersangka sementara
dua orang, yakni SHT sebagai penerima dan SUL sebagai pemberi," ujar Wakil
Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif di kantor KPK, Jakarta, Sabtu (31/12/2016).
Atas perbuatannya,
Sri Hartini dikenakan Pasal 12 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP joPasal 65 ayat 1 KUHP.
Adapun Suramlan
selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penetapan
tersangka dilakukan setelah tim KPK menemukan cukup alat bukti serta hasil
pemeriksaan 1x24 jam di Polda DIY pasca-OTT terhadap 8 orang yang diamankan
dari rumah dinas Bupati Klaten dan rumah Sukarno.
Sementara itu,
enam orang lainnya masih berstatus saksi. Keenam orang tersebut adalah Nita
Puspitarini (PNS), Bambang Teguh (PNS), Slamet (PNS, Kabid Mutasi), Panca
Wardhana (Staf Honorer), Sunarso (swasta) dan Sukarno (swasta).
Meski demikian,
tak menutup kemungkinan keenam orang itu terkait dengan kasus ini seiring
pengembangan penyidikan. Sebab, temuan barang bukti uang lebih Rp2 miliar dari
Sri Hartini diduga terkait perdagangan jabatan tidak berasal dari satu orang. "Yang lain sedang diminta keterangan lebih lanjut
karena asal uang bukan dari satu orang," jelas Laode.
Diberitakan, tim
KPK mengamankan delapan orang dalam OTT di rumah dinas Bupati Klaten Sri
Hartini dan di rumah Sukarno, Klaten, Jawa Tengah, pada Jumat, 30 Desember
2016.
Ketujuh orang yang
ditangkap di rumah dinas Bupati Klaten yakni Sri Hartini (Bupati), Suramlan
(PNS), Nita Puspitarini (PNS), Bambang Teguh (PNS), Slamet (PNS, Kabid Mutasi),
Panca Wardhana (Staf Honorer) dan seorang swasta, Sunarso.
Dari rumah dinas
tersebut, ditemukan barang bukti uang sebanyak Rp 2 miliar yang tersimpan dalam
dua kardus besar serta 5.700 Dolar Amerika Serikat atau setara Rp76,6juta dan
2.035 Dolar Singapura atau setara Rp18,9 juta di dompet.
Sementara dari
rumah Sukarno ditemukan barang bukti uang sebanyak 80 juta. Temuan
uang sebanyak itu dari sang bupati diduga terkait perdagangan atau jual beli
jabatan di di lingkungan Pemkab Klaten.
Diketahui,
belakangan Pemkab Klaten tengah disibukkan dengan proses pengisian jabatan
menyusul adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah. Dan Pemkab Klaten setidaknya melakukan pengisian jabatan sebanyak 850
jabatan eselon IIA.
Dan rencananya
sang bupati, Sri Hartini, akan melakukan pelantikan dan pengukuhan susunan
organisasi tata kerja (SOTK) yang rencananya digelar pada Jumat (30/12/2016)
malam. Namun, agenda tersebut ditunda lantaran sang bupati terjaring OTT tim
KPK karena dugaan menerima suap miliaran rupiah terkait pengisian jabatan
tersebut.
Diperiksa KPK
Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Rabu (11/1/2017), Bupati
Klaten Sri Hartini diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Pemeriksaan ini merupakan yang pertama sejak Sri
ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada 30 Desember 2016.
"Diperiksa
untuk tersangka SUL dalam kasus dugaan suap terkait promosi dan mutasi jabatan
di lingkungan Kabupaten Klaten," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat
dikonfirmasi. (Q4/Red)
0 Komentar