![]() |
| Beberapa Staff terlihat di jalur masuk baru Bandara International Suvarnabhumi (Foto:dok) |
Langkah
itu diambil menyusul meningkatnya kekhawatiran para akademisi di media sosial.
Mereka memperingatkan bahwa tentara bayaran asing dapat mengancam keamanan
nasional Thailand, khususnya berkaitan dengan konflik dengan Kamboja, walaupun
penerbangan komersial antara kedua negara tetap berjalan seperti biasa.
Dikutib
dari The Thaiger, Selasa (16/12/2025), Letnan Jenderal Polisi Choengron
Rimpadee, juru bicara Biro Imigrasi, menjelaskan bahwa kepala polisi nasional
dan komisaris imigrasi telah memerintahkan pemeriksaan yang lebih ketat,
khususnya pada dua kelompok kedatangan bebas visa. Mereka adalah tentara
bayaran dari Eropa Timur dan Asia Utara, serta wargna negara Kamboja yang tiba
dengan skema bebas visa.
Petugas
imigrasi telah bertemu dengan kepala lima bandara utama -Suvarnabhumi, Don
Mueang, Chiang Mai, Phuket, dan Hat Yai- untuk memberlakukan langkah-langkah
baru tersebut pada 11 Desember 2025. Para pejabat mencatat bahwa dengan
meningkatnya ketegangan, kecil kemungkinan para pelancong dari daerah konflik
masuk untuk berwisata di Thailand.
![]() |
| (Foto:dok) |
Wisatawan Reguler ke Thailand
Diklaim Tak Terpengaruh
FM91
melaporkan bahwa meskipun petugas imigrasi melacak potensi pergerakan tentara
bayaran, mereka menekankan bahwa wisatawan reguler tidak akan terpengaruh.
Thailand saat ini menerima lebih dari 75.000 wisatawan asing per hari selama
periode liburan, dan pemeriksaan paspor dibatasi hingga 45 detik per orang.
Bandara
Suvarnabhumi mungkin mengalami antrean yang lebih panjang selama jam sibuk,
dengan perkiraan waktu tunggu meningkat dari 20 hingga 40 menit. Namun, loket
imigrasi sekarang memiliki staf lengkap untuk meminimalkan penundaan. Para
pejabat meyakinkan bahwa langkah-langkah ini tidak akan memengaruhi masuk dan
keluar warga negara Thailand.
Di
sisi lain, perubahan aturan perpanjangan visa oleh Biro Imigrasi Thailand
meningkatkan jumlah wisatawan yang ditolak masuk ke negara tersebut. Bangkok
Post melaporkan bahwa salah satu perubahan utama membatasi wisatawan maksimal
hanya dua kali kunjungan bebas visa 90 hari. Mereka yang mencoba masuk lebih
dari satu kali tanpa alasan yang sah akan ditolak masuk di bandara dan pos
pemeriksaan perbatasan.
Jumlah Wisatawan Ditolak Masuk
Thailand Meningkat
Perubahan
kebijakan itu sebenarnya bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan izin masuk
bebas visa oleh turis nakal. Tujuannya adalah menghentikan warga negara asing
memasuki negara tersebut saat terlibat dalam kegiatan ilegal seperti kejahatan
siber, pencucian uang, atau pekerjaan tanpa izin.
Namun,
hal itu menimbulkan kekhawatiran pada para pelaku pariwisata setempat.
Thienprasit Chaiyapatranun, presiden Asosiasi Hotel Thailand, mengatakan
beberapa hotel baru-baru ini melaporkan sejumlah tamunya ditolak masuk Thailand
karena aturan baru kunjungan bebas visa. Ia juga menunjuk pada unggahan media
sosial oleh wisatawan yang berbagi pengalaman serupa.
Menurut
Thienprasit, hal itu dapat menimbulkan kebingungan dan menghalangi calon
pengunjung. Ia mendesak pihak berwenang terkait untuk menjelaskan kebijakan
baru secara jelas dan mengkomunikasikannya dengan benar kepada wisatawan yang
datang. Para pejabat juga harus mengklarifikasi mengapa wisatawan tertentu
ditolak masuk, terutama dalam kasus-kasus yang menjadi sorotan atau viral.
Desak Sistem Penyaringan Wisatawan
yang Terstandar
Thienprasit
menyatakan bahwa ketidakjelasan alasan penolakan masuk membuat wisatawan hanya
bisa menduga-duga apakah mereka melanggar aturan atau dieksploitasi oleh
petugas. Lebih lanjut, mengandalkan pemeriksaan imigrasi secara acak atau
menyerahkan keputusan kepada kebijaksanaan petugas bukanlah hal yang tepat dan
dapat menyebabkan inkonsistensi, tambahnya.
Ia
menyarankan agar Thailand dapat menerapkan sistem pra-penyaringan yang lebih
terstandarisasi, seperti yang digunakan di negara-negara dengan gerbang
imigrasi otomatis. Thienprasit mengingatkan bahwa wisatawan sudah diwajibkan
untuk menyerahkan Kartu Kedatangan Digital Thailand secara daring sebelum
kedatangan, yang berarti pihak berwenang sudah memiliki akses ke informasi
pra-kedatangan.
Ia
mengatakan ini membuka peluang untuk menerapkan sistem pra-persetujuan yang
mirip dengan Otorisasi Perjalanan Elektronik Korea Selatan, yang akan
memudahkan perjalanan bagi pengunjung. Sektor swasta juga percaya bahwa ini
akan memperkuat penyaringan imigrasi dan mendukung langkah tersebut. (ZIK/TIM)






0 Komentar