![]() |
| Para Jemaah Haji asal Indonesia yang baru tiba di Arab Saudi (Foto:dok) |
Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut bahwa selama berada di Arab Saudi, tim penyidik mengantongi sejumlah temuan terkait kasus kuota haji. “Sudah [kembali dari Arab Saudi]. Untuk hasilnya bagaimana? Kami menemukan beberapa hal di sana. Jadi tim juga ke sana melihat langsung ke lokasi,” ujar Asep.
Lebih lanjut Asep
menjelaskan jika elama di Arab Saudi, penyidik turut menguji kepadatan lokasi
tempat jemaah haji menunggu sebelum melontar jumrah di Mina. “Di Mina itu kan
ada tempat. Ada yang wukuf di Arafah, kemudian ada tempat menunggu di Mina
sebelum lontar jumrah. Di situ masing-masing negara memiliki tempatnya. Dari
seluruh dunia ada tempatnya,” papar Asep.
“Nanti ada sektor
berapa, sektor 1, 2, 3, 4, dan 5. Jadi tim penyidik menguji apakah terjadi
kepadatan atau tidak di masing-masing sektor tersebut,” terangnya.
Menurut Asep, pengujian
kepadatan tersebut perlu dilakukan untuk melihat apakah pembagian kuota haji
bagi jemaah Indonesia mengakibatkan penumpukan di salah satu sektor. “Karena
tentunya kita juga harus menguji setiap informasi yang diberikan,” ungkap dia.
“Apakah pembagian kuota
itu menyebabkan, atau disebabkan oleh, terjadinya penumpukan di salah satu
sektor tersebut. Itu juga dilihat, termasuk fasilitas dan lain-lainnya,”
imbuhnya.
![]() |
| Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep Guntur Rahayu (Foto:Humas Komisi Pemberantasan Korupsi) |
“Karena di sana juga
ada dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan haji tahun 2024. Kemudian
ada temuan lain. Ya, tadi sudah disebutkan, ada barang bukti elektronik (BBE),”
beber dia.
Sebelumnya, Asep
menjelaskan bahwa pengecekan langsung ke Arab Saudi dilakukan untuk memastikan
ketersediaan tempat dan akomodasi pasca adanya kuota tambahan yang diberikan
kepada Indonesia.
Sebab, muncul asumsi bahwa pembagian 20 ribu kuota haji tambahan menjadi 50 persen–50 persen bagi haji khusus dan reguler dilakukan dalam rangka penyesuaian ketersediaan tempat dan akomodasi. “Karena ini kemudian menjadi polemik bahwa ada yang beranggapan tambahan itu akan memerlukan lokasi, tempat, dan lain-lain. Seperti kita ketahui, kalau wukuf itu harus di Arafah, tidak bisa di tempat lain. Jadi nanti kita lihat apakah ketersediaannya ada,” kata Asep.
“Tetapi tentunya
pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan kuota itu sudah pasti dengan
ketersediaan. Namun hal tersebut tidak bisa hanya berdasarkan asumsi, melainkan
harus dibuktikan,” pungkas dia.
Korupsi
Kuota Haji
Saat ini, KPK tengah
melakukan penyidikan terkait perkara kuota haji 2024. Perkara ini bermula saat
Presiden Jokowi pada 2023 bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi dan mendapatkan
tambahan 20 ribu kuota haji.
KPK menduga asosiasi
travel haji yang mengetahui informasi tersebut kemudian menghubungi pihak
Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas pembagian kuota haji.
Mereka diduga berupaya
agar kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan yang berlaku.
Seharusnya, kuota haji khusus maksimal hanya 8 persen dari total kuota haji
Indonesia. Diduga, ada rapat yang menyepakati pembagian kuota haji tambahan
secara merata antara haji khusus dan reguler, yakni 50 persen–50 persen.
Keputusan tersebut
tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang
ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus
Yaqut. KPK masih mendalami keterkaitan surat keputusan tersebut dengan rapat
yang digelar sebelumnya.
Selain itu, KPK juga menemukan dugaan setoran yang diberikan para pihak travel yang mendapatkan kuota haji khusus tambahan kepada oknum di Kemenag. Besaran setoran tersebut berkisar antara USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota. Perbedaan nilai bergantung pada besar kecilnya travel haji.
Uang tersebut diduga disetorkan melalui asosiasi haji, yang selanjutnya menyerahkan kepada oknum di Kemenag. KPK menyebut aliran dana itu diterima oleh sejumlah pejabat hingga pucuk pimpinan di Kemenag.
Dari hasil penghitungan
sementara, kerugian negara akibat kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.
KPK kini menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung secara
pasti kerugian negara tersebut.
Dalam penyidikan
perkara ini, KPK juga telah mencegah tiga orang ke luar negeri, yakni mantan
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; mantan staf khusus Menag Ishfah Abidal Aziz
alias Gus Alex; serta bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
KPK juga telah
menggeledah sejumlah lokasi, mulai dari rumah Gus Yaqut; Kantor Kemenag; tiga
kantor asosiasi travel haji; kantor travel Maktour; rumah aparatur sipil negara
(ASN) Kemenag; hingga rumah di Depok yang diduga merupakan kediaman Gus Alex.
KPK kini masih berfokus
melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap para travel haji yang memperoleh
kuota khusus tambahan. Lebih dari 350 travel haji di berbagai wilayah Indonesia
telah dimintai keterangan.
Gus Yaqut melalui kuasa
hukumnya, Mellisa Anggraini, menyatakan menghormati langkah KPK dalam melakukan
penggeledahan dan penyitaan guna mengungkap perkara tersebut. Hingga kini,
belum ada tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus ini. (TIM)






0 Komentar