![]() |
| Para Penumpang Asing saat melakukan pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta (Foto:dok) |
Lebih lanjut ia
mengjelaskan bahwa kebijakan ini juga menunjukan Indonesia bisa beradaptasi
dengan dinamika global tanpa mengorbankan prinsip kedaulatan hukum
kewarganegaraan. Sebelumnya, GCI merupakan bentuk Izin Tinggal Tetap tanpa
batas waktu bagi individu berkewarganegaraan asing yang memiliki ikatan darah,
kekerabatan, histori, ataupun memiliki hubungan kuat dengan Indonesia.
“Tentunya kebijakan ini
membuka ruang partisipasi bagi subjek dari berbagai negara yang memiliki
keterikatan dengan Indonesia”, jelas Agus.
Agus Andrianto menjelaskan secara rinci konsep serupa yang sudah dipraktikan di sejumlah negara seperti Overseas Citizenship of India (OCI) d India. Dan adapun subjek yang berhak mengajukan GCI yang meliputi orang asing eks Warga Negara Indonesia (WNI).
Dimana, keturunan eks WNI hingga derajat kedua, serta pasangan sah dari WNI maupun eks WNI. Selain itu, anak hasil perkawinan sah antara WNI dengan warga negara asing juga memperoleh fasilitas GCI. Sementara itu, pemberian izin tinggal ini tidak berlaku bagi warga negara asing (WNA) yang berasal dari negara yang pernah menjadi bagian dari wilayah Indonesia, terlibat dalam kegiatan separatisme, atau memiliki latar belakang sebagai aparatur sipil, Intelijen, maupun militer di luar negeri.
Untuk permohonan GCI
sendiri dapat diajukan secara daring melalui laman evisa.imigrasi.go.id. dengan
sistem all-in-one, permohonan GCI mencakup proses penertiban Visa Tinggal
Terbatas, Alih Status Izin Tinggal Terbatas ke Izin Tinggal Tetap dan
Perpanjangan Izin Tinggal Tetap Tak Terbatas, serta Izin Masuk Kembali Tak
Terbatas.
“Imigrasi Indonesia
akan selalu responsif terhadap kebutuhan serta tantangan global. GCI merupakan
bukti nyata bahwa kebijakan keimigrasian kita tidak hanya melayani, tetapi juga
terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman”, tutur Agus. (TIM/RED)





0 Komentar