![]() |
| Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan |
Shadiq menyampaikan
bahwa, “Kita akan memastikan evaluasi sistem digital di Imigrasi dilakukan
menyeluruh. Kami ingin pelayanan publik lebih akuntabel, transparan, dan tahan
gangguan teknis”, ucap Shadiq.
Lebih lanjut Shadiq
menegaskan bahwa, pihaknya akan meminta penjelasan resmi dari Direktorat
Jenderal Imigrasi. Ia menilai perubahan syarat administrasi tanpa pengumuman
publik mencederai prinsip transparansi pelayanan publik.
Ia juga menegaskan
bahwa pelayanan seharusnya memudahkan masyarakat, bukan menimbulkan
kebingungan. “Program SDUWHV seharusnya membuka peluang bagi anak muda menimba
pengalaman di luar negeri, bukan mempersulit mereka,” ujarnya.
Shadiq juga
menambahkan, setiap perubahan kebijakan wajib diumumkan melalui kanal resmi agar
tidak merugikan masyarakat. “Kami ingin memastikan pelayanan keimigrasian
berjalan profesional dan berpihak kepada rakyat, terutama generasi muda,”
tuturnya.
Sebelumnya, ribuan
calon peserta Working Holiday Visa atau SDUWHV mengeluhkan sistem Imigrasi yang
dinilai bermasalah. Sekitar 29.000 pelamar menyuarakan kekecewaan di media
sosial karena kesulitan mengurus surat dukungan.
Mereka menilai sistem
online tidak stabil dan memperlambat proses pendaftaran yang sangat ditunggu. Masalah
mulai muncul pada Rabu (15/10) sekitar pukul 09.00 WIB. Server Direktorat
Jenderal Imigrasi mengalami error hingga malam hari. Akibatnya, banyak pelamar
gagal mengunggah dokumen.
Kuota hanya 5.420
orang, sementara pendaftar 1,4 juta. Gawat banget,” tulis seorang peserta
melalui media sosial. Selama 12 jam pendaftaran berlangsung, hanya 80 pelamar
yang berhasil menyelesaikan unggahan dokumen. Kondisi itu menimbulkan kekesalan
luas karena dianggap menunjukkan lemahnya kesiapan sistem Imigrasi menghadapi
lonjakan akses.
Selain itu, para
pelamar juga menemukan perubahan mendadak pada persyaratan. Dana minimum di
rekening koran yang semula 5.000 AUD atau sekitar Rp50 juta, kini naik menjadi
Rp60 juta. Syarat nilai IELTS pun berubah. Peserta kini wajib memiliki skor 4.5
di setiap aspek, bukan hanya rata-rata.
“Banyak yang gagal
karena tidak tahu aturan baru itu,” kata seorang peserta dari Jakarta dengan
nada kecewa. (TIM)
.jpg)




0 Komentar