![]() |
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) |
Hal itu didalami dari
pemeriksaan KPK terhadap Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan
Penyelenggara Haji (BP Haji), Mohammad Hasan Afandi. Pemeriksaan dilakukan di
Gedung Merah Putih KPK, Kamis (11/9).
Juru Bicara KPK, Budi
Prasetyo, mengatakan pemeriksaan ini fokus mendalami teknis penentuan jemaah
haji khusus. Termasuk bagaimana calon jemaah yang baru membayar pada 2024 bisa
langsung berangkat tanpa harus menunggu antrean panjang.
Pada 2024, Hasan Afandi menjabat Kepala Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji Terpadu Ditjen Haji dan Umrah Kementerian Agama. “Saksi didalami pengetahuannya mengenai teknis penempatan jemaah haji khusus yang urutannya paling akhir (baru membayar 2024) namun bisa langsung berangkat," kata Budi.
Penyidik menduga
pengaturan pelunasan yang sangat mepet tersebut dirancang secara sistematis.
Dampaknya, calon jemaah haji khusus yang seharusnya sudah urutannya justru
tidak sempat melunasi. Sehingga sisa kuota tambahan tidak terserap. Alhasil,
sisa kuota itu dijualbelikan.
"[Pemeriksaan
Hasan Afandi] Termasuk terkait pengaturan jangka waktu pelunasan yang hanya
diberikan 5 hari kerja bagi jemaah yang sudah mendaftar jauh sebelumnya,” kata
Budi kepada wartawan.
“Dugaan sementara, sisa
kuota itu kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang sanggup membayar fee
tertentu. Hal ini sedang kami dalami lebih lanjut,” sambungnya.
Saat ini, KPK tengah
melakukan penyidikan terkait perkara kuota haji 2024. Perkara ini berawal saat
Presiden Jokowi pada 2023 silam bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi dan
mendapat 20 ribu kuota tambahan haji.
KPK menduga bahwa
asosiasi travel haji yang mendengar informasi itu kemudian menghubungi pihak
Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas masalah pembagian kuota haji.
Mereka diduga berupaya
agar kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan yang berlaku.
Seharusnya kuota haji khusus hanya diperbolehkan maksimal 8 persen dari total
kuota haji Indonesia.
Diduga, ada rapat yang menyepakati kuota haji tambahan akan dibagi rata antara haji khusus dan reguler 50%-50%. Keputusan itu juga tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Menag saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut. KPK masih mendalami keterkaitan SK itu dengan rapat yang digelar sebelumnya.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya dugaan setoran yang diberikan para pihak travel yang mendapat kuota haji khusus tambahan ke oknum di Kemenag. Besaran setoran yang dibayarkan berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota. Perbedaan biaya tersebut bergantung pada besar kecilnya travel haji itu sendiri.
Uang itu diduga
disetorkan para travel melalui asosiasi haji. Nantinya, dari asosiasi haji itu
akan menyetorkan ke oknum di Kemenag. KPK menyebut, aliran uangnya diterima
oleh para pejabat hingga pucuk pimpinan di Kemenag.
Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang disebabkan kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian itu timbul akibat perubahan jumlah kuota haji reguler menjadi khusus. Hal itu menyebabkan dana haji yang seharusnya bisa didapat negara dari jemaah haji reguler, malah mengalir ke pihak travel swasta.
Dalam penyidikan kasus
ini, KPK juga telah mencegah tiga orang ke luar negeri. Mereka adalah eks
Menag, Yaqut Cholil Qoumas; mantan stafsus Menag, Ishfah Abidal Aziz alias Gus
Alex; dan bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
KPK juga sudah
menggeledah sejumlah lokasi. Mulai dari rumah Gus Yaqut; Kantor Kemenag; 3
kantor asosiasi travel haji; kantor travel Maktour; rumah ASN Kemenag; hingga
rumah di Depok yang diduga kediaman Gus Alex.
Terbaru, KPK juga telah
menyita dua unit rumah di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar dari
seorang ASN Ditjen PHU Kemenag. Diduga, rumah itu dibeli dari uang hasil
korupsi kuota haji. Gus Yaqut melalui pengacaranya, Mellisa Anggraini
menyatakan menghormati upaya KPK melakukan penggeledahan dan penyitaan guna
mengungkap perkara ini. (TIM)
0 Komentar