(Foto:dok) |
Kepala Divisi Humas
Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, peningkatan status ini berdasarkan
hasil gelar perkara dan pemeriksaan saksi-saksi. "Setelah dilakukan
pemeriksaan saksi baik dari pihak terkait dan ahli-ahli, kasus ini dinaikkan
menjadi penyidikan," kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, Senin
(22/8/2022).
Dedi menjelaskan, kasus
dugaan korupsi ini berawal pada tahun 2009 sampai dengan 2012 PT Pertamina
Patra Niaga (PT PPN) melakukan Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak (BBM)
secara non tunai dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) yang ditandatangani
oleh Diretur Pemasaran PT PPN dengan Direktur PT AKT.
Adapun proses
pelaksanaan kontrak sebagai berikut, yakni tahun 2009 sampai dengan 2010 dengan
volume 1.500 KL perbulan. Kemudian tahun 2010 sampai dengan 2011 PT PPN
menambah volume pengiriman menjadi 6.000 KL perbulan (Addendum I). Selanjutnya
tahun 2011 sampai 2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 KL perpemesanan (Addendum II).
"Bahwa pada proses
pelaksanaan perjanjian PT Pertamina Patra Niaga dalam tahap pengeluaran BBM,
Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan / otorisasi untuk
penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas 50 M berdasarkan
Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008
Tanggal 11 Agustus 2008 Tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, Dan Otorisasi,"
katanya.
(Foto:dok) |
"Tidak adanya
jaminan colateral berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM Non
tunai sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan
pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan
2012," ujarnya.
Dedi menuturkan, BBM
yang belum dibayar oleh PT AKT kepada PT PPN berdasarkan data rekonsiliasi
verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0.
07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, sebesar Rp.
451.663.843.083,20.
Berdasarkan data yang
disiapkan akuntansi hutang piutang PT PPN diketahui volume BBM jenis solar yang
sudah terkirim ke PT. AKT keseluruhannya adalah 154.274.946 liter atau senilai
Rp. 278.590.775.399 dan USD 102.600.314.
"Berdasarkan hasil
penyelidikan terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat
dalam proses perjanjian penjualan BBM non tunai antara PT PPN dengan PT AKT.
pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," ujarnya.
Berdasarkan hasil
penyelidikan tersebut, terdapat indikasi kerugian negara yang dihitung berdasarkan
jumlah BBM yang dikeluarkan oleh PT Pertamina Patra Niaga kepada PT Asmin
Koalindo Tuhup (PT AKT) sesuai dengan kontrak dan Addendum I, II yang belum
dilakukan pembayaran, sehingga menjadi kerugian negara sebesar Rp
451.663.843.083,20.
"Penyidik pun melakukan
gelar perkara dan memutuskan kasus ini dinaikkan statusnya menjadi penyidikan.
Penyidik pun melakukan langkah-langkah selanjutnya dengan membuat rencana
penyidikan, melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan melakukan profiling
kepada pihak-pihak yang diduga terlibat guna aset recovery," katanya. (**Odjie)
0 Komentar