Sebentar lagi, 27
September 2019, keluarga besar Grup Kompas akan memperingati Hari Ulang Tahun
ke-88. Tokoh yang disegani dan dihormati oleh mereka, yaitu Dr. (HC) Jakob
Oetama. Sudah tentu selain bersyukur, mereka juga merasa kagum dengan pria
kelahiran Borobudur, Magelang, 87 tahun lalu.
Pertama, karena pada
hari Kamis, 26 Juli 2012, saya diajak Ketua Umum Legiun Veteran Republik
Indonesia (LVRI) Rais Abin menemui Pemimpin Umum dan Pendiri Harian
"Kompas" Dr (HC) Jakob Oetama. Saya merasa bangga karena bisa
menyaksikan kedua sahabat yang sezaman ini bersenda gurau di lantai VI Harian
"Kompas." Usia Jakob Oetama, tidak begitu jauh terpaut dengan Rais
Abin karena beliau lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931.
Kedua, Jakob Oetama
bersedia menulis "Sekapur Sirih" dalam buku yang saya tulis:
"Catatan Rais Abin Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah
1976-1979" (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, September 2012).
Jakob Oetama sangat
konsisten dengan tugasnya sebagai wartawan. Waktu itu ia merupakan Presiden
Direktur Kelompok Kompas-Gramedia. Seorang rekan pernah membisiki saya, apakah
benar atau tidak informasi itu bahwa pada masa pemerintahan Presiden Soeharto,
beliau pernah ditawari jabatan Menteri Penerangan RI oleh Harmoko? Memang benar
tawaran tersebut, tetapi Jakob Oetama menolak.
Pada waktu pembicaraan
ini, Jakob Oetama ditemani Redaktur Senior Kompas August Parengkuan yang
kemudian dipercaya menjadi Duta Besar RI untuk Italia.
Tentang Letnan Jenderal
TNI (Purn) Rais Abin, siapa yang tak kenal beliau. Berbicara perdamaian Timur
Tengah antara Mesir dan Israel dengan disepakatinya Perjanjian Camp David,
tahun 1979 tak seorang pun menyangka bahwa perdamaian itu bisa terselenggara
berkat laporan Rais Abin kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa
(Sekjen PBB) yang dijabat Kurt Waldheim.
Rais Abin bukanlah
berkewargaan negara asing. Dia putera bangsa yang lahir di Koto Gadang,
Kabupaten Agam, Bukittinggi, Sumatera Barat, 15 Agustus 1926. Membawahi
beberapa negara asing merupakan sebuah kebangaan bangsa ini. Hingga sekarang
belum ada yang menandingi jabatan beliau sebagai Panglima Pasukan Perdamaian
PBB.
Di samping itu, jabatan
di usia 93 tahun sekarang ini, Rais Abin adalah Ketua Umum Legiun Veteran
(LVRI).
Pulang dari Harian
"Kompas" saya diajak semobil dengan Rais Abin. Di perjalanan beliau
banyak cerita tentang Veteran. "Bung," ujarnya, "... hari Selasa
sore kemarin (24 Juli 2012), saya bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di
Kantor Presiden. Ya, sekalian melaporkan akan mengadakan Kongres bulan
Oktober," jelasnya lagi.
Letnan Jenderal (Purn)
Rais Abin. Siapa yang tak kenal beliau. Berbicara perdamaian Timur Tengah
antara Mesir dan Israel dengan disepakatinya Perjanjian Camp David, tahun 1979
tak seorang pun menyangka bahwa perdamaian itu bisa terselenggara berkat
laporan Rais Abin kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (Sekjen
PBB) yang dijabat Kurt Waldheim.
Rais Abin bukanlah
berkewargaan negara asing. Dia putera bangsa yang lahir di Koto Gadang,
Kabupaten Agam, Bukittinggi, Sumatera Barat, 15 Agustus 1926. Sebagai Panglima
Pasukan Perdamaian PBB, Rais Abin membawahi beberapa negara asing dan merupakan
sebuah kebangaan bangsa ini. Hingga sekarang belum ada yang menandingi jabatan
beliau sebagai Panglima Pasukan Perdamaian PBB.
Sebagai Ketua Umum LVRI
, masalah kesejahteraan Veteran Perang menjadi topik hangat yang dibahas saat
pertemuan Legiun Veteran RI dengan Presiden SBY. Mereka berharap pemerintah
meningkatkan dana kehormatan yang saat ini hanya Rp250 ribu per bulan.
"Apa salahnya uang yang Rp250 ribu itu ditingkatkan. Tetapi SBY
menyanggupi mencari jalan keluar Bung," ujarnya kepada saya.
"Jumlahnya ada
sekitar 320.583 Veteran Pejuang dan 28.256 Veteran Pembela, usianya sudah 80-an
tahun. Mereka anggota dari laskar perjuangan 1945 yang sudah keluar dari
ketentaraan pada 1949. Tapi mereka tetap pejuang," ujar Rais Abin
berapi-api kepada saya mengulang pembicaraannya dengan Presiden RI.
Sesampainya di Markas
Besar Legiun Veteran RI, saya diberi laporan pembicaraan beliau dengan Presiden
RI. Saya tertarik dengan harapan LVRI ke depan:
"Izinkan kami
mensitir rintihan Veteran tua yang disampaikan seorang Pujangga Belanda yang
mendalami Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Bangsa-Bangsa:
Kami bukan pembangun
candi
Kami hanya pengangkut
batu
Dari angkatan yang
segera punah
Dengan harapan di atas
pusara kami akan lahir generasi yang lebih sempurna, Inilah landasan kami
untuk menyampaikan kearifan/harapan kepada Bapak Presiden. Kami Veteran Tua
menginginkan, maaf, Anda SBY, sebagai personifikasi generasi yang lebih
sempurna. Benar atau tidak, dengan segala kekurangan kami merasa ikut mengasuh
Anda sejak memasuki dunia keperwiraan dan hanya berharap agar perjuangan Anda
berakhir dengan kejayaan."
Inilah pengalaman saya
berdekatan dengan salah seorang pejuang kemerdekaan 1945. Tetap ceria di usia
senja. Apakah generasi selanjutnya mampu memikul tanggung jawab para Veteran RI
di Kongres LVRI ke depan setelah menyerahkan kepemimpinan kepada pimpinan lebih
muda? Kita lihat saja. Tetapi yang jelas seorang pejuang there is no journey's
end.
Pertemuan para Veteran
memang berlangsung sore itu di Kantor Presiden, Jakarta, Rais Abin sebagai
ketua rombongan mengajukan beberapa usul dan harapan agar Presiden SBY
mendengar jeritah hati para Veteran selama ini.
Menciptakan perdamaian
di wilayah Palestina memang sulit. Pada tahun 2000 ada juga pembicaraan
mengenai konflik Israel-Palestina antara Presiden AS Bill Clinton, Pemimpin PLO
Yasser Arafat dan Perdana Menteri Israel Ehud Barak yang akhirnya gagal
mencapai persetujuan.
Apalagi sekarang
bendera Israel dan Amerika Serikat, pada 13 Desember 2017, telah dipasang di
atas bangunan di permukiman warga Israel di Jerusalem Timur dan Kota Tua.
0 Komentar