Apakah Mungkin Jika Sudah Empat Kali Tidak Lengkap maka Kasus Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail Dihentikan ? (Oleh: Dasman Djamaluddin)


Ketika baru-baru ini sebanyak 50 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dilantik di Gedung Paripurna DPRD Kota Depok, Kota Kembang, Kelurahan Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, untuk masa jabatan 2019-2024, kita kembali melihat wajah mantan Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail .

Sejauh ini yang kita ketahui, bahwa mantan  yang merugikan negara Rp10,7 Miliar. Itu sesuai hasil perhitungan audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan pembangunan).

Tersangka Nur Mahmudi hadir di acara pelatikan DPRD mengenakan kemeja putih berjas hitam, dia keluar dari acara pelantikan sekira pukul 11.55 WIB dari pintu utama ruang Paripurna.

Dengan pengawalan ketat oleh ajudan pribadi, Nur Mahmudi melangkah cepat berjalan menuju ruang komisi DPRD. Tidak ada satu pun pertanyaan dari wartawan yang dijawab, dengan wajah semringah dan senyum dia berlalu meninggalkan awak wartawan yang sudah menunggu sejak pagi.

Sementara itu di tempat yang sama, Kapolresta Depok, AKBP Azis Andriansyah mengatakan masih akan melengkapi berkas penyidikan kasus korupsi jalan Nangka.

"Masih di kami (Polisi) berkasnya dan akan kami lengkapi, nanti kalau sudah lengkap baru kami limpahkan ke Kejaksaan Negeri Depok," ucap Azis.

Kasus ini berawal dari penyelidikan Tipok Polresta Depok, kemudian tim penyidik meminta BPKP Jawa Barat melakukan audit dan di temukan Rp10,7 Miliar kerugian negara. Lalu tanggal 20 Agustus 2018 Nur Mahmudi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Jalan Nangka. Saat ini kasus korupsi Nur Mahmudi masih melempem di Polresta Depok dan Kejaksaan Negeri Depok.

Sejauh ini Kejaksaan Negeri Kota Depok telah tiga kali mengembalikan berkas perkara kasus dugaan korupsi mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi dan juga mantan Sekertaris Depok Harry Prianto ke penyidik tindak pidana korupsi Polresta Depok.

Kepala Kejaksaan Negeri Depok menyatakan, pihaknya menilai berkas Harry dan Nur belum lengkap. Penyidik Polres Depok telah diminta untuk melengkapi berkas perkara tersebut.

Saat pertama kali meneliti berkas tersebut, pihak Kejaksaan Negeri Depok kemudian mengembalikannya dan memberikan petunjuk apa saja yang perlu dilengkapi. Berkas dikembalikan ke penyidik agar dilakukan pembenahan dalam waktu 14 hari.

Polisi kemudian kirim lagi berkas itu ke Kejari Depok untuk diteliti. Namun kejari masih menemukan ketidaklengkapan, bahkan berkas itu sudah tiga kali dikembalikan.

Menurut pihak Kejaksaan Negeri Depok, setelah tiga kali dikembalikan, kemudian melakukan dilakukan penelitian kembali. Ternyata P 19 juga belum dilengkapi. Menurut hukum acara, suatu perkara dinyatakan lengkap jika terpenuhi syarat formal dan material.

Bagaimanapun sudah tentu, khususnya  masyarakat Depok, ingin sekali mengetahui bagaimana kelanjutan dari perkara mantan walikotanya. Diteruskan atau dihentikan, karena tidak cukupnya bukti-bukti.

Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, M.Sc. lahir di Kediri, Jawa Timur, 11 November 1961. Ia adalah seorang ilmuwan pangan dan politikus Indonesia dari Partai Keadilan (kini Partai Keadilan Sejahtera). Ia menjabat sebagai walikota Depok periode 2006-2011 sejak 26 Januari 2006, berpasangan dengan Yuyun Wirasaputra. Pada Pilkada Depok 2010 maju mencalonkan kembali sebagai Calon Wali kota Depok dengan no urut 3 bersama Sekretaris MUI Depok yaitu KH. Dr. Idris Abdul Shomad MA.

Ketika berita tersangka korupsi dialamatkan kepada Nur Mahmudi Ismail, waktu itu beritanya sudah menyebar di dekat pemukiman saya di Kecamatan Tapos, Depok. Apalagi, saya waktu itu pernah bertatap muka sebagai anggota Majelis Pengurus Daerah Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Kotamadya Depok Periode 2011-2016.

Saya waktu itu sebagai Ketua Divisi Hukum dan HAM bersama rekan lainnya bertemu Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail. Juga bertemu dengan Wakil Walikota Depok, Idris Abdul Somad.


Posting Komentar

0 Komentar