Pidato Calon Presiden
Republik Indonesia 2019, nomor 02, Prabowo Subianto di Hotel Grand Hyatt,
Singapura, Selasa, 27 November 2018 tentang korupsi di Singapura yang sudah
terpublikasi oleh media di dalam maupun di luar negeri.
Acara ini
diselenggarakan "The Economist," dalam "The World in 2019 Gala
Dinner." Setelah itu di Indonesia banyak komentar yang bermunculan. Hal
ini sudah tentu karena Prabowo Subianto mengibaratkan korupsi di Indonesia
bagai sudah memasuki kanker stadium empat. Jika penyakit ini sudah parah,
tinggal menunggu ajal, karena sudah begitu parahnya.
Pernyataan Prabowo ini,
ada yang menerimanya dan ada yang mengalihkan isu itu kepada korupsi di masa
pemerintahan Soeharto. Hal ini karena di dalam kelompok oposisi pimpinan
Pranowo Subianto terdapat Partai Berkarya pimpinan Tommy Soeharto. Tetapi
biarkan sejarah yang berbicara, apakah tahun 2019, siapa pun yang berkuasa bisa
menghapuskan, minimal mengurangi prosentasi korupsi di Indonesia?
Ada rasa geram
sepertinya hampir setiap hari kita mendengar para pejabat negara, dari bupati
dan gubernur, bahkan para hakim ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Geram, miris dan menyedihkan apabila stasiun televisi menyiarkan penangkapan
itu. Bahkan ada yang mengusulkan, mungkin sebaiknya diterapkan cara-cara yang
dilakukan Republik Rakyat China (RRC) dalam hal menberantas korupsi.
Kita pernah membaca
Harian Kompas, Kamis, 6 Maret 2014
halaman 11 tentang perkembangan China yang semakin pesat. Apa penyebabnya?
Karena mereka mengambil kangkah pertama dalam membangun negaranya dengan
memberantas korupsi. Bila perlu koruptor China yang melarikan diri ke luar
negeri ditangkap dan dibawa ke China. Kebanyakan dari mereka dihukum mati.
Saya teringat ketika
menghadiri Resepsi Ulang Tahun ke-10 Mitra Strategis ASEAN-China, Senin, 25
November 2013, di JW Marriott Hotel, Mega Kuningan,Jakarta. Memang benar China
mampu menjadi pemrakarsa acara malam itu. Ramainya undangan yang hadir
membuktikan bahwa China sekarang berusaha menjadi yang terdepan di Asia. Hampir
seluruh perwakilan ASEAN (Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara) hadir. Pun
para diplomat dari berbagai negara yang memiliki perwakilan di Jakarta.
Lebih dari itu, Lagu
Kebangsaan China mengawali acara resepsi Ulang Tahun ke-10 Mitra Strategis
dengan ASEAN. Saya berpikir mungkinkah suatu ketika Indonesia bisa menyamai
kesetaraan China di Asia ? Kemudian setelah saya membaca sebahagian pidato
kenegaraan Perdana Menteri China waktu itu, Li Keqiang di hadapan sekitar 3000
anggota Parlemen di ibu kota China, Beijing, Rabu, 5 Maret 2014 sebagaimana
dilaporkan Kompas, saya pun terhenyak.
Dikatakan target
pertumbuhan ekonomi China akan diusahakan setinggi 7,5 persen. Sebuah lompatan
besar yang ingin mensetarakan diri dengan negara-negara maju. Boleh jadi
negara-negara maju pun tidak mampu mencapai target setinggi itu. China akan
menuju negara adidaya ekonomi kelas dunia.
Selain memberantas
korupsi, pun di bidang pertahanan, belanja militer China sekarang ini merupakan
kedua tertinggi setelah Amerika Serikat (AS). Dikatakan, pada saat Washington
meningkatkan kehadiran militernya, sebagai bagian dari strategi keseimbangan di
Asia, China membangun kapal selam baru, kapal permukaan, dan rudal balistik
anti kapal. China juga menguji coba teknologi baru untuk menghancurkan rudal di
udara. China juga telah melakukan uji terbang pertama jet tempur siluman pada
2011 dan menempatkan kapal induk di laut.
Dalam pidatonya, Perdana Menteri Li menegaskan China tidak
ingin membiarkan siapa pun menganggu kedaulatan negeri. Sebuah pernyataan yang
tegas dalam hal melindungi kedaulatan negaranya.
Kehebatan China ini
sebenarnya sudah dilihat oleh pendiri bangsa Bung Karno. Munculnya poros
Jakarta, Pyongyang, Peking (ejaan penulisan ibukota China waktu itu), memang tidak semata-mata dilihat dari
ideologi bangsa itu, Komunis, tetapi dilihat dari kemandirian bangsa itu untuk
maju tanpa ketergantungan dengan pihak mana pun. Bebas berkreatifitas, tanpa
harus didikte negara lain. Menurut saya, inilah yang disebut merdeka
sesungguhnya. Boleh jadi pula, ini pula yang dimaksud ucapan Nabi Muhammad,
SAW," belajarlah dan menuntut ilmulah hingga sampai ke negeri China."
Di dalam buku
"China mencari Minyak, Diplomasi China ke Seluruh Dunia 1990-2007,"
yang ditulis Dwijaya Kusuma, (Jakarta: FIB UI dan Centre for Chinese Studies,
2008), juga sangat terlihat bagaimana
gesitnya China mencari kebutuhan energi bangsanya. Dinyatakan di halaman 96
buku itu:" Pada awalnya, sebelum tahun 1993, China merupakan sebuah negara
yang mampu melakukan ekspor minyak...sejak China melakukan reformasi ekonomi
tahun 1978, hal itu membawa dampak yang sangat signifikan."
Kembali ke pokok
masalah, yang utama dilakukan negara itu agar maju adalah memberantas korupsi.
Tekad pemerintah memberantas korupsi bersungguh-sungguh. Sehingga berdampak
terhadap kemajuan ekonominya. Setelah pemberantasan korupsi berjalan dengan
baik, baru sekarang beranjak mencanangkan lingkungan hidup yang bersih.
"Perusahaan-perusahaan
negara yang tidak efisien harus berbenah dan birokrasi pemerintah dirampingkan.
Perusahaan-perusahaan pencemar juga akan dikenai beban pajak untuk kompensasi
pembiayaan pencemaran," ujar Perdana Menteri Li Keqiang waktu itu.
Akhir dari tulisan ini
saya mengutip pernyataan, yang pada waktu itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Din Syamsuddin, Rabu, 5 Maret 2014 di Jakarta dan menyatakan,
Indonesia perlu menjadikan China sebagai contoh. Contoh itu terkait
keberhasilan China mewujudkan semangat modernisme ekonomi di tengah persaingan
dengan negara besar, tetapi dengan tetap berkiblat pada akar budaya asli.
Inilah menurut saya inti dari pidato Prabowo Subianto di Singapura.
0 Komentar