![]() |
Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi Saat Dimintai Konfirmasi (Foto:dok) |
Jakarta,
KORANTRANSAKSI.Com - Realisasi larangan ekspor bijih nikel
(ore) telah berlangsung selama sebulan sejak 1 Januari 2020. Hal tersebut
mungkin saja membuat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kehilangan penerimaan
Namun, Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, pihaknya tidak merasa adanya
kehilangan penerimaan, selama ekonomi RI mendapat nilai tambah dari kebijakan
tersebut.
Pasalnya sebelum
diberlakukannya larangan eskpor bijih nikel (ore), pemerintah merasa Indonesia
kurang mendapat nilai tambah. Padahal Indonesia merupakan negara pengekspor
nikel kedua terbesar setelah China.
"Fungsi bea cukai
yang utama bukan mementingkan penerimaan. Jadi kami tidak merasakan kehilangan
penerimaan. Berapapun penerimaan enggak apa-apa, yang tidak ter-collect karena
memang dilarang ya enggak apa-apa," kata Heru di Jakarta.
Heru menjelaskan,
pihaknya akan mendorong dan mendukung kebijakan nasional, utamanya yang
berkontribusi dalam peningkatan ekonomi nasional.
Kalau pemerintah sudah
memutuskan meningkatkan nilai tambah, maka fungsi bea cukai itu menjadi agensi
yang mengeksekusi itu. Yang penting ekonomi nasional bisa mendapatkan nilai
tambah dari kebijakan," ungkapnya.
Kendati demikian, Heru
mengakui peningkatan produksi hilirisasi untuk menghasilkan nilai tambah memang
perlu waktu. "Kan perlu jeda ya. Pasti ada nilai tambahnya baik kepada
domestik maupun ekspornya, tapi pasti ada shifting. Karena itu ada production,
kontrak-kontrak baru yang mungkin perlu baru," ujar dia. (TIM)
0 Comments