THR Wajib Diberikan Maksimal H-7 Lebaran

Para pekerja menuntut pemberian THR sesuai aturan.
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan merupakan salah satu hak bagi pekerja/buruh. Untuk itu, menjelang Hari Raya Idul Fitri Tahun 2017, perusahaan diimbau untuk membayar THR tepat waktu kepada para pekerjanya. Pembayaran THR bagi pekerja/buruh ini wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dan pembayaraannya maksimal H-7.
"THR harus diberikan paling telat H-7. Besarannya tergantung masa kerja. Kalo masa kerjanya itu dia atas 12 bulan, maka setara dengan gaji penuh 1 bulan. Kalo kurang dari 12 bulan maka proporsional," imbau Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M. Hanif Dhakiri setelah memberikan sambutan dalam 'Seminar Nasional Ketenagakerjaan' di Bondowoso pada hari Jumat (2/6/2017).
Namun, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja Bersama (PKB) dan ternyata  lebih baik dan lebih besar dari ketentuan diatas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.
Hal ini menurut Menaker sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP Pengupahan). Bagi terlambat membayarkan THR akan dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya.
Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 sendiri merupakan  aturan pengganti bagi Permenaker No. PER.04/MEN/1994 yang isinya sudah tidak sesuai lagi dengan PP Pengupahan. Menaker juga menegaskan, perusahaan yang membayar THR tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku maka akan diberi sanksi. "Sanksinya sesuai aturan to," tegasnya.
Adapun, tata cara pembayaran THR adalah perusahaan wajib membayarkan THR bagi pekerja  meski baru bekerja satu bulan. Sedangkan bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, mendapat THR sebesar satu bulan upah. Sedangkan, Pekerja/buruh yang bermasa kerja di atas satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, THR diberikan  secara proporsional, dengan menghitung  jumlah masa kerja dibagi 12 bulan, dikali satu bulan upah. THR wajib dibayarkan dengan mata uang rupiah.
Menaker pun menerangkan bahwa pemerintah akan mengawasi pelaksanaan pembayaran THR tersebut. Baik di tingkat pusat maupun daerah. "Setiap mau lebaran begini kita bikin posko, satgas THR. Untuk memantau pelaksanaan THR. Itu dari pusat sampai daerah, dinas-dinas tenaga kerja di daerah," terang Menaker.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Haiyani Rumondang, menambahkan untuk mengawal pembayaran THR dari Pengusaha kepada Pekerja/Buruh itu, Kementerian Ketenagakerjaan membuka Posko Peduli Lebaran 2017 yang berada di Pusat Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA) Kemnaker,  Gedung B Kantor Kemnaker Jl. Gatot Subroto Kav. 51 Jakarta Selatan.
“Tidak hanya menjadi sarana bagi Pekerja/Buruh untuk mengadukan permasalahan THR, Posko tersebut juga dapat menjadi rujukan perusahaan untuk mencari informasi dan berkonsultasi terkait pembayaran THR berdasarkan Permenaker No. 6 Tahun 2016,” kata Haiyani.
Posko THR ini akan mulai melayani masyarakat pada tanggal 8 Juni hingga 5 Juli 2017. Masyarakat yang ingin mengadu bisa datang langsung atau dapat menghubungi nomor telepon: 021 525 5859, Whatsapp: 081282407919 dan 081282418283, e-mail:poskothrkemnaker@gmail.com.
“Kita juga telah meminta kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota agar membentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan Peduli Lebaran untuk mendukung suksesnya pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan tahun ini,” sambung Haiyani.
Sementara itu, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PP dan K3) Maruli A. Hasoloan mengatakan pemerintah terus melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan pembayaran THR tahun 2017.
Hal ini sesuai dengan  Permenaker No. 20/2016 tentang tata cara pemberian sanksi administratif, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan yang di dalamnya mengatur sanksi tegas bagi perusahaan yang lalai membayar THR.
“Pengusaha yang terlambat membayarkan THR akan dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya untuk peningkatan kesejahteraan pekerja,“ kata Maruli.
Selain itu kata Maruli, pengusaha yang lalai juga akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi akan diberikan kepada pengusaha yang terbukti melanggar meliputi sanksi berupa teguran tertulis dan sanksi pembatasan kegiatan usaha.
Lebih lanjut kata Maruli, pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha mempertimbangan beberapa hal. Yakni sebab-sebab teguran tertulis tidak dilaksanakan oleh pengusaha dan mempertimbangkan kondisi finansial perusahaan yang terlihat dari laporan keuangan 2 tahun terakhir, serta diaudit oleh akuntan publik.

“Sanksi pembatasan kegiatan usaha diberlakukan hingga pengusaha memenuhi kewajiban untuk membayar THR keagamaan,“ pungkas Maruli. (RN)

Posting Komentar

0 Komentar