Markus Gentayangan, Banyak Mangsa Kades Yang Diduga Selewengakan DD/ADD

Koordinator Badan Pekerja ProDesa Ahmad Kusaeri.
MALANG, KORANTRANSAKSI.com - Pemerintah Pusat memberikan bantuan anggaran untuk pembangunan desa yakni berupa Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD), hal ini telah banyak menimbulkan persoalan baru dalam pengelolaan dana tersebut. Karena sudah banyak sebagian kapala desa (kades) diduga melakukan penyelewengan atas pengelolaan dana yang berasal dari APBN.
Sehingga dengan banyaknya kasus dugaan penyelewengan yang dilakukan kades dan perangkat desa. Maka hal itu dibuat kesempatan oleh para makelar kasus (markus) untuk mencari keuntungan dalam kasus tersebut. Dan markus ini juga marak di wilayah Kabupaten Malang, sehingga kasus dugaan penyelewengan DD dan ADD tidak sampai pada proses hukum alias bebas dari jerat hukum.
Ironisnya, kata Koordinator Badan Pekerja ProDesa Ahmad Kusaeri, Minggu (16/4), kepada masa media bahwa pelaku markus itu sendiri dari oknum lembaga hukum, praktisi hukum, dan akademisi hukum. "Sehingga dengan adanya markus tersebut, maka hal tersebut telah mengkhianati komitmen yang dibangun oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo  (Jokowi), yaitu memberantas korupsi," paparnya.
Menurut dia, kades yang diduga melakukan penyelewengan, rata-rata melakukan kesalahan administrasi, dan itu tidak merugikan keuangan negara. Namun, para markus itu telah menakut-nakuti jika kades telah melakukan penyelewengan anggaran pembangunan desa. Karena mereka takut, maka para markus itu menawarkan pada kades, agar tidak dilaporkan ke Kejaksaan dan Polisi atau tidak diproses secara hukum, dia siap memediasi, tapi harus ada uang pelicin yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
"Kasus markus itu telah banyak terjadi di wilayah Malang Selatan, karena kades di wilayah tersebut sebagian masih sangat minim pengetahuan tentang pengelolaan DD dan ADD, dan juga pengetahuan terkait masalah hukum," ungkap Kusaeri.
Seharusnya, ia melanjutkan, setiap desa tidak hanya didampingi oleh pendamping desa saja, namun juga harus didampingi penasehat hukum. Sementara, pendamping desa yang dibentuk Kementerian Desa tidak berfungsi secara maksimal. Sebab, rekrutmen pendamping desa juga tidak jelas, karena masih banyak Sumber Daya Manusia (SDM) pendamping desa kurang mumpuni. Namun, dirinya tidak kesemuanya menyalahkan pendamping desa, karena kadang mereka kalah dengan keinginan kades.
"Pendamping desa mestinya mampu dalam membuat perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Sehingga kami bertanya-tanya apakah pendamping desa itu mampu dalam membuat pelaporan atau memang tidak dilibatkan dalam pembuatan laporan oleh kades," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Kusaeri menegaskan, jika ada kades dan perangkat desa yang terbukti melakukan penyelewengan DD dan ADD, tentunya yang bisa disalahkan adalah pemerintah daerah. Karena selama dikucurkan dana tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang terkesan membiarkan dan tidak melakukan pembinaan. Sedangkan yang paling bertanggungjawab dalam membina kades dan perangkatnya adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Bagian Hukum, dan Camat. Karena ketiga Satuan Kerja Perangkat Desa (SKPD) tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya sebagai pengawasan dan pembinaan.
Ditambahkan, dengan dibentuknya Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang beranggotakan staf Pemkab Malang, Polisi dan Kejakasaan, dirinya meragukan kinerjanya. Karena Tim Saber Pungli itu hanya simbolis saja. "Artinya, hanya memenuhi keinginan Presiden Jokowi, jika ditingkat daerah sudah dibentuk Saber Pungli. Namun, pelaksanaan dilapangan kami duga masih terjadi negoisasi," tegasnya. (gus)

Posting Komentar

0 Komentar