SOE 2017, Hidupkan Budaya Gotong Royong Warga Lewat Kopi

Foto bersama saat Transplanting bibit kopi ke polybag.
Foto bersama saat Transplanting bibit kopi ke polybag.
TAPANULI UTARA, KORANTRANSAKSI.com - Rangkaian kegiatan Starbucks Origin Experience (SOE) di Dusun Sibuntuon, Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara telah usai digelar. Kegiatan SOE yang diadakan singkat selama dua hari ini memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, khususnya petani kopi.
Andrew Linnemann, Vice President Global Coffee Quality and Engagement, yang telah 23 tahun bekerja di Starbucks Seattle, Washington mengungkapkan bahwa kopi Sumatera memegang peranan penting bagi sejarah perusahaannya. “It’s unique coffee, it’s very special, for the flavour and for the story behind it. We love selling Sumatera Coffee (Kopi Sumatera itu unik, special, dari segi rasa dan cerita di balik nya. Kami suka menjual kopi Sumatera),” ujarnya.
Sementara itu, Elidon Sitio, Field Livelihood and Coffee Supply Coordinator, Conservation International Indonesia (CI) mengungkapkan hal yang paling utama dalam menikmati kopi yang baik adalah aroma dan cita rasa. Biji kopi memiliki rasa yang berbeda tergantung pada ketinggian tempat, bahan induk tanah, pola tanam, dan pengolahan pasca panen,” terangnya.
Kawasan sekitar Danau Toba merupakan daerah tanah vulkanik bekas letusan Gunung Toba dengan bahan induk tanah yang kaya unsur hara dan mineral. Masyarakat di Tapanuli Utara mayoritas menerapkan teknik giling basah (semi wash), yaitu memetik biji kopi yang berwarna merah dan kemudian digiling sebelum 8 jam setelah panen. Hal ini menimbulkan perpaduan cita rasa dan aroma yang seimbang pada kopi,” jelasnya.
Kopi merupakan sebuah komoditas tingkat dunia yang dianggap penting. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mencatat realisasi ekspor produk kopi pada tahun 2016 mencapai USD 775,14 juta. Angka tersebut menjadikan Indonesia berada di posisi keempat sebagai negara penghasil kopi terbesar di dunia. Sumatera Utara merupakan propinsi penghasil kopi Arabika kedua terbesar di Indonesia dengan rata-rata produksi sebesar 50.000 ton per tahun (Dirjen Perkebunan, 2014). Data BPS menunjukkan ada 10 kabupaten di Sumatera Utara sebagai wilayah penghasil kopi dan mayoritas berada di sekitar kawasan Danau Toba.
Starbucks memulai bisnis kopi di tahun 1971 dan telah memiliki lebih dari 24.000 gerai di 70 negara dan merupakan salah satu perusahaan yang menyajikan kopi berkualitas tinggi dari produsen yang menerapkan etika pertanian dalam rangka mendukung program konservasi hutan. Melalui kegiatan Starbucks Origin Experience, para karyawan mendapatkan pengalaman langsung dari lokasi asal kopi mereka tumbuh dan diproses. Tujuan dari perjalanan ini adalah untuk menginspirasi dan apresiasi atas kerja keras dan semangat yang diberikan petani untuk setiap biji kopi yang mereka jual, serta membina hubungan dengan masyarakat yang tinggal di sana.
Karson Simaremare selaku kepala desa Hutaginjang mengungkapkan, “Selama lebih dari 30 tahun saya menanam kopi, namun belum pernah tahu siapa yang beli dan kemana biji kopi ini disajikan.”
Kedatangan rombongan Starbucks ini memberikan rasa bangga dan kesan yang mendalam. Mereka berbaur dengan kami, meskipun ada kendala bahasa namun kami bisa saling memahami untuk mengerjakan tujuan bersama. Apa yang kami kerjakan hari ini akan memberikan manfaat yang berkesinambungan, karena bukan hanya rumah pembibitan dan kompos tetapi pendampingan lanjutan oleh CI dan Dinas Pertanian yang bakal terus berlanjut,” ungkap Karson.
Kegiatan SOE diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya untuk kesejahteraan petani kopi tetapi juga untuk kelestarian desa. Penggunaan pohon pelindung dapat membantu menciptakan lingkungan yang ideal untuk menghasilkan kopi dengan kualitas baik. Saat ini beberapa petani melaporkan penurunan produksi kopi yang disebabkan beberapa hal. Kita ketahui bahwa kopi arabika sangat rentan terhadap perubahan iklim. Banyak wilayah yang dulu sesuai untuk kopi karena perubahan iklim akan menjadi tidak/kurang sesuai. Hasil studi yang dilakukan oleh Conservation International pada 2015, daerah sekitar Danau Toba merupakan wilayah yang akan sesuai untuk kopi arabika hingga 2050.
Hasil yang dicapai dari kegiatan ini adalah pemindahan 1.000 bibit kopi ke polybag (transplanting), menyemaikan benih kopi dan pohon pelindung (lamtoro), serta menyelesaikan fondasi pembangunan rumah kompos. Selain itu, bagi petani kegiatan SOE ini juga menghidupkan kembali budaya gotong royong karena rumah pembibitan ini secara bersama-sama akan dipelihara oleh kelompok tani yang berjumah 35 orang sampai bibit tersebut siap untuk ditanam di kebun anggota kelompok.
“Kopi na dibibithon nami sonari on, ido gabe ngolu hami haduan (Kopi yang dibibitkan sekarang ini, sangat berguna untuk kehidupan kami kedepan),” ujar Ani Siadari, anggota asosiasi petani kopi.
Pada penutupan acara, seluruh orang yang hadir di kegiatan ini menyanyikan lagu “O Tano Batak” yang lirik lagunya menceritakan kecintaan dan kerinduan pada tanah Batak yang indah serta kegiatan tani di ladang yang subur membuat seluruh peserta yang hadir terharu dan meneteskan air mata kala meninggalkan lokasi desa Hutaginjang. (Q4/Rel)

Posting Komentar

0 Komentar