![]() |
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir kepada wartawan usai menerima kunjungan Presiden Jokowi di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Selasa (8/11) pagi. |
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyampaikan
penghargaan yang tinggi atas komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus
penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok.
Apresiasi diberikan atas sikap Presiden Jokowi yang memerintahkan
kepolisian untuk mengusut dan memproses hukum kasus dugaan penistaan agama
secara tegas, cepat, dan transparan sebagaimana janji pemerintah.
“Kita berharap bahwa itu dilaksanakan secara konsisten,” kata Ketua Umum
PP Muhammadiyah Haedar Nashir kepada wartawan usai menerima kunjungan Presiden
Jokowi di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Selasa (8/11) pagi.
Sebelumnya, saat berkunjung ke PP Muhammadiyah itu, Presiden Jokowi
telah menyampaikan sikap tegasnya, agar proses hukum kasus penistaan agama yang
diduga dilakukan oleh Ahok akan dilakukan dengan tegas dan transparan.
“Saya tidak akan melindungi saudara Basuki Tjahaja Purnama. Karena sudah
masuk pada proses hukum,” tegas Presiden kepada wartawan di Gedung Pusat Dakwah
Muhammadiyah, Selasa (8/11) pagi.
Ketua Umum PP Muhammadiyah berharap bahwa seluruh rakyat dan komponen
bangsa, pasca aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, 4 November
lalu, menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk mengawal kasus ini, agar
betul-betul sesuai dengan rasa keadilan dan aspirasi umat Islam yang merasa
rasa dan jiwa keagamaannya terganggu.
Bermartabat
Dalam pernyataannya yang disampaikan setelah Presiden Jokowi
meninggalkan Gedung PP Muhammadiyah itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar
Nashir mengatakan, ada tiga agenda penting yang strategis yang bisa dilakukan
agar bangsa Indonesia tetap menatap ke depan dan tidak tersandera oleh satu –
dua orang yang bertindak gegabah di dalam kehidupan kebangsaan.
Pertama, memberdayakan ekonomi kerakyatan, ekonomi umat, ekonomi bangsa
yang menyangkut hajat hidup rakyat terbesar. “Agar problem kesenjangan sosial
tidak menjadi akar dari gunung es masalah yang sekali-kali bisa meletup menjadi
masalah besar dalam kehidupan kebangsaan kita,” jelas Haedar.
Kedua, lanjut Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, konfigurasi politik
Indonesia ke depan yang sudah terlanjut sangat liberal, harus ditata ulang
dalam konstruksi persenyawaan keislaman dan ke-Indonesiaan.
Ketiga, membangun keadaban bangsa baik di tingkat elit maupun di tingkat
rakyat. Karena Indonesia mempunyai filosofi dasar Pancasila, religius, dan
mempunyai sejarah keagamaan yang baik.
“Ke depan, kehidupan sosial, politik, dan kebangsaan kita, itu harus
berlandaskan pada etika yang bermartabat. Sehingga tidak ada satu orang warga
apalagi elit yang boleh bertindak, berkata, dan berbuat semaunya tanda koridor
etik dan keadaban kolektif bangsa,” pungkas Haedar. (SN)
0 Comments