![]() |
| (Foto:dok) |
Aturan itu melarang
penutup kepala yang dikenakan “menurut tradisi Islam” di seluruh sekolah negeri
maupun swasta, demikian dilaporkan kantor berita ORF. Kegiatan sekolah yang
berlangsung di luar area sekolah dikecualikan. Sanksi berupa denda €150 hingga €800
akan mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2026/27.
Pemerintah
memperkirakan sekitar 12.000 anak perempuan dapat terdampak oleh aturan baru
tersebut. Menteri Integrasi Claudia Plakolm (ÖVP) menuding jilbab sebagai
“simbol penindasan” dan menilai regulasi diperlukan untuk melindungi anak-anak.
Pimpinan ÖVP menegaskan
bahwa penegakan aturan bukan tanggung jawab guru; mereka hanya diwajibkan
melapor kepada pihak sekolah. Partai NEOS mendukung rancangan undang-undang itu
dengan alasan perlindungan anak. Menteri Pendidikan Christoph Wiederkehr
mengatakan aturan tersebut mendorong perkembangan pribadi siswi.
Partai FPO, yang sejak
lama mendorong larangan itu, menyatakan masalah tersebut muncul akibat
“imigrasi massal” dan menganggap jilbab sebagai simbol “Islam politik.”
Satu-satunya pihak yang
menolak adalah Partai Hijau, meski mereka menyatakan memahami tujuan perlindungan
yang diklaim pemerintah. Wakil pemimpin fraksi Hijau, Sigrid Maurer,
memperingatkan bahwa aturan ini mencerminkan larangan serupa yang dibatalkan
Mahkamah Konstitusi pada 2020 karena melanggar prinsip kesetaraan. “Pemerintah
tahu aturan ini akan dibatalkan,” ujarnya.
Komunitas Agama Islam
Austria (IGGO) menyatakan akan segera mengajukan banding ke Mahkamah
Konstitusi, menilai aturan itu menimbulkan “masalah konstitusi dan hak asasi.” IGGO
menolak pemaksaan, tetapi menegaskan wajib membela hak anak yang memakai jilbab
secara sukarela. Sebelumnya, sejumlah pengacara dan pendidik Muslim telah
menyatakan akan menentang aturan tersebut di Mahkamah Konstitusi.
Mereka menilai larangan
baru ini mengulang ketentuan yang dibatalkan pada 2020, ketika hakim menilai
pembatasan tersebut berisiko meminggirkan siswi Muslim dan melanggar
perlindungan konstitusional. Para ahli hukum mengatakan justifikasi baru
pemerintah tetap lemah dan kecil kemungkinan dapat bertahan dalam uji materi
Mahkamah Konstitusi. (TIM/RED)





0 Komentar