Dugaan Praktik Orang Dalam Hingga Calo Pendaftaran SDUWHV 2025?

Akun Instagram milik Gerakan Relawan SDUWHV 2025 yang menuntut keadilan dan transparansi dari pihak Direktorat Jenderal Imigrasi terkait dengan kendala dalam proses permohonan surat (Foto:Instagram @savewhv2025)
Jakarta, KORANTRANSAKSI.com – Proses pemdaftaran untu mendapatkan Surat Dukungan Working Holiday Visa (SDUWHV) Australia 2025 diwarnai isu tak sedap. Banyak pendaftar mengeluhkan "war" slot permohonan SDU tidak berjalan lancar karena mereka tidak bisa mengakses situs pendaftaran yang disediakan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi RI.

Namun mereka mendapati 5.500 slot sudah terisi penuh dalam waktu singkat. Atas situasi yang terjadi, gerakan bernama Gerak Relawan WHV dengan akun Instagram @savewhv2025 menghimpun para pendaftar SDU yang gagal war untuk bersuara menuntut transparansi seleksi yang adil. Tagar #savewhv2025 pun digaungkan.

Sebagai informasi, WHV merupakan program dari pemerintah Australia yang memungkinkan warga negara asing untuk berlibur sambil bekerja yang dibuka rutin setiap tahun.

"Mungkin 09.15 itu cuma satu yang berhasil. Karena Ditjen Imigrasi sempat live IG juga. Mereka nampilin layar di mana udah ada satu peserta nih yang berhasil. Yang di mana semua orang mayoritas di Indonesia tuh enggak bisa login. Itu website enggak bisa diakses," tutur Blasius, Ketua Gerak Relawan WHV, dalam sambungan telepon, Senin (27/10/2025).

"Kita kan punya grup masing-masing tuh. Ada grup Jakarta, ada grup Bogor, Jabodetabek lah, sampai luar-luar kota. Itu kita udah saling tanya, pada bisa enggak? Pada bisa? Enggak ada yang bisa (akses) tuh," imbuh Blasius. Jam-jam berikutnya hingga Rabu malam login sudah bisa dilakukan, namun tidak ada tombol "ajukan permohonan".

"Sedangkan di kampanye Ditjen Imigrasi, prosedur-prosedurnya adalah login, ajukan permohonan, kita isi formulir, kita upload data, baru kita verifikasi wajah. Baru terbitlah surat SDU itu. Tapi di hari H, kita hanya bisa login. Bahkan beberapa ada yang login aja enggak bisa," ujar Blasius.

Dalam grup percakapan yang Blasius ikuti, grup area Tangerang, hingga Rabu malam hanya ada satu orang yang mengaku berhasil mengajukan permohonan. Rabu malam Ditjen Imigrasi juga mengunggah permohonan maaf karena situs mereka mengalami lonjakan akses mencapai 1,4 juta hit.

Sementara kuota yang sudah terisi diumumkan sebanyak 80. Ditjen Imigrasi menjadwalkan ulang pembukaan registrasi pada Jumat, 17 Oktober pukul 09.00. "Baru beberapa menit enggak bisa masuk, sampai satu jam hal yang sama. Tiba-tiba di jam 11 ada notifikasi di halaman itu, mereka bilang bahwa sedang maintenance dan shalat Jumat sampai jam 14.10. Kan aneh lagi war tiba-tiba maintenance," ucap Blasius.

Namun pada jam yang ditentukan situs masih juga belum dapat diakses. "Jam 16.00 kuota itu udah 4.600 sekian dari 5.500, jadi sudah terisi itu dalam kurung waktu 45 menit. Berlanjut ke jam 17.00 naik ke 5.000," kata Blasius.

Registrasi permohonan ditutup pukul 21.00 dan sejam kemudian Ditjen Imigrasi menyatakan kuota sudah terisi penuh. Menghubungi Ditjen Imigrasi hingga akhirnya audiensi Setelah semakin banyak menerima curhatan dan cerita sesama pendaftar, akhirnya Gerak WHV sepakat mengirimkan surat permintaan audiensi ke Ditjen Imigrasi pada Selasa, 21 Oktober.

Blasius dan sejumlah inisiator hadir langsung di kantor Ditjen Imigrasi untuk menyerahkan surat tersebut. Kamis, 23 Oktober pihak Imigrasi menghubungi Carlita, Wakil Ketua Gerak Relawan WHV untuk mengajak audiensi pada Jumat keesokan harinya.

Blasius, Carlita, bersama lima rekan Gerak WHV didampingi dua pengacara pro bono dari Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia pun hadir dalam audiensi. Mereka dibatasi hanya lima orang yang dapat bertemu tiga petinggi yakni Sandi Andaryadi - Sekretaris Ditjen Imigrasi, Barron Ichsan - Direktur Kepatuhan Internal, dan Eko Budianto - Direktur Visa dan Dokumen Perjalanan. Dalam pertemuan juga tidak diperkenankan membawa ponsel.

"Mereka (Ditjen Imigrasi) pun secara tidak langsung mengakui dengan ketidaksiapan karena pada saat itu ada ketua pelaksana WHV dia juga mengakui di luar ekspektasi," tutur Carlita. Pasalnya, pihak Imigrasi mengaku mereka sudah menyiapkan sistem web dengan vendor yang mereka rasa terbaik.

"Mereka juga menggandeng Google. Ternyata pada saat hari H sistem error. Nah di situlah mulai mereka harus maintenance. Jadi mereka minta naikin lagi nih ke Google buat dikasih server terbaik yang menghabiskan Rp 700 juta gitu, katanya seperti itu," sambung Carlita.

Pihak Imigrasi sempat melakukan uji coba pada hari rehat, 16 Oktober dan merasa sudah siap. Namun ternyata akses di hari kedua pembukaan membludak lagi. "Server yang mereka pake pun itu tidak bisa. Google pun kaget, kok bisa dengan server yang terbaik ini tidak sanggup untuk melakukan penyelanggaran WHV, di luar ekspektasi lah. Jadi mereka juga ada permintaan maaf ke kita dan katanya mereka juga siap untuk di audit," ucap Carlita.

Carlita menambahkan, sang Direktur Kepatuhan Internal sempat berucap bahwa war SDUWHV ini merupakan "kompetisi" yang pasti ada menang dan kalah. "Dia meminta kita untuk menerima dengan besar hati katanya seperti itu.

Cuma, ini bukan masalah kompetisi karena kita merasa ini tidak kompetisi. Pada saat itu kita belum mulai kompetisinya tapi sistemnya ini yang memang gagal. Kita tidak legowo lah kalau dibilang kita harus menerima kekalahan dengan sistem yang buruk seperti itu," kata Carlita.

Ditawari calo Para relawan Gerak WHV juga sempat menyampaikan ke pihak Imigrasi bahwa ada narasi yang beredar di publik perihal praktik jual beli kuota permohonan SDUWHV. "Dimulai dari third party lah. Jadi si third party ini adalah narahubung peserta calon pembeli dan orang dalamnya Imigrasi. Kalau dari Sekretaris Direktur Visa sendiri, menekankan 'Siapa itu, kami juga mau tahu, biar kami tahu', gitu," ujar Blasius.

Menurut Carlita, desas-desus ordal dan calo ini sudah berseliweran dari tahun ke tahun. Kebetulan tahun ini Carlita mengalami sendiri ditawari oleh calo. Pendaftar lainnya juga saling berbagi info secara daring bahwa mereka ditawari calo dengan tari antara Rp 15 juta sampai Rp 150 juta.

"Saya tuh awalnya (dihubungi) via TikTok. Karena kebetulan saya tuh sempat komen di salah satu video influencer WHV," cerita Carlita.

Lewat pesan pribadi akun tersebut mengaku dapat membantu Carlita mendapatkan slot SDUWHV. "Dia bilang, 'Iya kalau mau ketemu boleh kok enggak apa-apa nanti kontak kakak saya aja, soalnya saya udah di Aussie'," ungkap Carlita. Karena penasaran, Carlita meminta nomor kontak WhatsaApp dan ternyata merupakan nomor telepon Australia.

"Dia bilang kalau misalkan untuk SDU-nya aja itu 2.600 AUD (Rp 28,4 juta). Terus kalau misalkan all-in itu berarti MCU sama visa itu sekitaran 3.200 AUD (Rp 35 juta) Saya tanya, emang ini aman? Nantinya bakal gimana? Dia bilang, oh aman, karena ini kita punya orang dalam lah, dia bilang. 'Ada koneksi nanti orang dalam Imigrasi yang bakal bantu. Ini harus full payment, karena kan kita harus bayar yang dalam dulu'," tutur Carlita yang tak melanjutkan percakapan dengan si oknum calo.

Saat ini Gerak Relawan WHV dan Ditjen Imigrasi tengah merencakan audiensi kedua yang belum ditentukan tanggalnya. Sebenarnya para pendaftar yang gagal bisa menunggu pembukaan kuota "sisa" dari mereka yang tak lolos (granted) visa. Biasanya dibuka pada Mei tahun depan. Akan tetapi WHV memiliki persyaratan umur di bawah 31 tahun, inilah yang menjadi pertimbangan bagi sebagian pendaftar. (TIM)

                                                                                               

 

Posting Komentar

0 Komentar