![]() |
| (Foto:dok) |
Koordinator BEM SI
Sumut, Itsqon Wafi Nasution, mengatakan kegiatan ini merupakan hasil
kesepakatan dari konsolidasi internal organisasi. “Dari hasil konsolidasi
internal, kami sepakat bahwa diskusi publik lebih proper untuk dilakukan saat
ini. Kalau untuk aksi, itu sudah diinisiasi oleh pusat. Melalui forum ini, kami
ingin membahas capaian dan evaluasi terhadap satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran
serta problematika yang dihadapi masyarakat Sumut,” ujar Itsqon.
Ia menuturkan, diskusi tersebut menyoroti sejumlah aspek, mulai dari realisasi janji kampanye hingga pelaksanaan program-program pemerintah yang dinilai masih belum maksimal. “Kalau bicara soal kepemimpinan, tentu tidak lepas dari janji kampanye dan program yang dijanjikan. Ada yang sudah berjalan, tapi masih banyak yang perlu dievaluasi dan direfleksikan kembali,” tambahnya.
![]() |
| (Foto:dok) |
Melalui diskusi ini,
BEM SI Sumut berharap dapat menghasilkan masukan dan rekomendasi yang akan
disampaikan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. “Output dari
kegiatan ini tentu menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada pemerintah. Hasil
diskusi akan kami teruskan sebagai bentuk refleksi dan kontribusi kami terhadap
pembangunan,” jelasnya.
Kegiatan yang
diinisiasi serentak secara nasional oleh BEM SI ini diikuti oleh sejumlah
kampus di Medan dan daerah lainnya. Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) HMI Sumatera Utara,
Ahmad Fuadi, yang menjadi narasumber menyoroti terkait persoalan problematika
yang ada di Sumut dan kedekatan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dengan
pusat.
Menurutnya untuk
membangun suatu daerah memang harus ada kedekatan ke pusat. Kedekatan antara
pemerintah pusat dan daerah saat ini harus dimaknai sebagai peluang emas untuk
mempercepat pembangunan di Sumut.
Namun, menurutnya,
daerah juga perlu menjaga kemandirian agar tidak hanya menjadi pelengkap,
tetapi menjadi penggerak dalam berbagai sektor pembangunan. “Kedekatan dengan pusat jangan dilihat
sebagai ketergantungan, tapi sebagai kesempatan. Ini momentum untuk menunjukkan
bahwa Sumatera Utara siap menjadi contoh daerah yang maju dan mandiri,”
katanya.
Apalagi kata Ahmad,
hampir seluruh arah kebijakan, termasuk dana bagi hasil (DBH) dan anggaran
daerah (APBD), masih ditentukan oleh pusat. “Semua itu berpihak kepada pusat.
Artinya, kita perlu melakukan pendekatan politik agar Sumatera Utara tidak
hanya menjadi pelengkap kebijakan nasional,” ujar Ahmad.
Ia menilai, kondisi ini
menciptakan ketimpangan antara daerah dan pusat. Di satu sisi, pembangunan
infrastruktur nasional memang memberikan dampak positif, namun di sisi lain
bisa memunculkan ketergantungan yang justru melemahkan kemandirian daerah.
“Jangan sampai
kedekatan ini menjadikan kita hanya sebagai tangan nasional. Sumatera Utara jangan
hanya menjadi tempat proyek strategis nasional tanpa mendapat manfaat jangka
panjang,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ahmad menekankan pentingnya kepemimpinan daerah yang tidak hanya kuat secara politik, tetapi juga memiliki keberpihakan terhadap rakyat dan pembangunan moral. “Pemimpin ke depan harus membangun bukan hanya infrastruktur fisik, tapi juga infrastruktur moral. Karena degradasi moral ini sudah menjadi persoalan serius di masyarakat,” katanya.
Menurutnya, pembangunan
moral masyarakat harus menjadi prioritas nasional di tengah upaya mengejar
pembangunan fisik. Ia mencontohkan persoalan stunting sebagai masalah kompleks
yang tidak cukup diselesaikan hanya lewat program jangka pendek, tetapi harus
dimulai sejak dini dengan memperkuat pendidikan dan nilai moral.
Ahmad juga berharap
pemerintah pusat ke depan lebih memperhatikan pemerataan pembangunan dan
memberikan ruang bagi daerah untuk berinisiatif. (ZIK/HER)

.jpeg)




0 Komentar