Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo saat memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih, pada Senin (28/7/2025) |
Juru Bicara KPK, Budi
Prasetyo mengatakan bahwa, “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK
atas nama AGP, salah satu ASN bagian Visa di Ditjen Imigrasi Kementerian
Imipas”, ujar Budi.
Lebih lanjut Budi
menjelaskan, selain AGP, pihaknya juga memanggil dua orang saksi dari PT Batara
Sukses Maju, yakni seorang direktur berinisial LNA dan komisaris berinisial
MRD. Berdasarkan informasi yang dihimpun, AGP merupakan ASN di Ditjen Imigrasi
Kementerian Imipas bernama Angga Prasetya Ali Saputra. ASN tersebut juga
diketahui merupakan Kepala Seksi Pemeriksaan II Kantor Imigrasi Kelas I Khusus
Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Untuk penyidikan kasus
tersebut, KPK pada Senin (28/7), memanggil dua orang pihak swasta berinisial IA
dan AS sebagai saksi. KPK pada Selasa (29/7), memanggil seorang guru berinisial
SFZ, serta dua orang dari pihak swasta berinisial GP dan BT sebagai saksi kasus
tersebut.
Sebelumnya, pada 5 Juni
2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam
pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker
bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono,
Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para
tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar
dari pemerasan pengurusan RPTKA. KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di
Indonesia.
Apabila RPTKA tidak
diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat
sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari.
Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK
mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi
sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif
Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024. KPK lantas menahan
delapan tersangka tersebut. Kloter pertama untuk empat tersangka pada 17 Juli
2025, dan kloter kedua pada 24 Juli 2025.
(TIM/RED)
0 Komentar