Melihat Papua dari Dekat (Oleh : Dasman Djamaluddin)


"Kompas.TV,"Senin, 10 Desember 2018, sekitar pukul 08.30 pagi WIB menyiarkan perjalanan seorang pengusaha Indonesia, Youk Tanzil dari Wamena ke Jayapura. Perjalanan itu dilakukannya dengan menakai sepeda motor (trail) dengan jarak 3.360 kilometer.

Saya menyaksikan perjalanan itu melalui "Kompas.TV" yang memperlihatkan ruas-ruas jalan sedang dibangun. Tanah-tanah yang licin dan keramahan penduduk Papua,  juga diceritakan oleh Youk Tanzil. Tidak ada sponsor, ujarnya. Perjalanannya dibiayai sendiri karena ia seorang pengusaha. Lebih jauh dari itu, memang ia gemar melakukan perjalanan.

Dari penuturan Youk Tanzil, memang diakuinya penyelesaian bangun jembatan dan jalan itu begitu cepat selesai, sehingga sudah dapat segera dimanfaatkan penduduk. Mereka membutuhkan sekali sarana dan prasarana seperti ini, karena sebelum dibangun, jarak yang begitu jauh, bisa memakan waktu berhari-hari.

Apalagi sebelumnya mereka melalui hutan yang lebat. Dengan adanya pembangunan, semakin luas pula area daratan yang berpenghuni dan tidak berhutan lagi. Membangun Papua, membagun sesuatu di wilayah berbukit-bukit. Juga berhutan lebat. Wilayah Papua tidak sama dengan di Pulau Jawa.

Jika di Pulau Jawa wilayahnya banyak dataran, tetapi di Papua, wilayahnya memang diciptakan oleh Tuhan berbukit-bukit. Saksikan foto kota Jayapura di waktu malam  di atas. Indah dan berbukit-bukit.
Jika kita membaca sejarah Papua di waktu Perang Dunia II, di mana di mana banyak kita temui jejak sejarah peninggalan itu, khususnya ketika Amerika Serikat (AS)  memanfaatkan bukit-bukit sebagai pusat pertahanannya melawan Jepang. Lihat misalnya Tugu MacArthur di Ifar Gunung, Jayapura. Juga ada tugu pendaratan  Sekutu di Jayapura.

MacArthur, lengkapnya Jenderal Besar (bintang lima) Douglas MacArthur adalah pimpinan pasukan Sekutu Amerika Serikat saat Perang Dunia II di Kawasan Asia Pasifik  di tanah Papua. Pendaratan pasukan AS di pantai Hamadi, Jayapura, pun ada tugunya.

Di bawah tugu itu bisa dibaca bahwa pendaratan tentara Sekutu di Pantai Hamadi, Jayapura terjadi pada 22 April 1944. Juga di Biak, terdapat tugu Monumen Perang Dunia II. Di Fak-Fak, juga terdapat meriam peninggalan sejarah Perang DuniaII. Di Biak terdapat goa pertahanan militer Jepang.
Semua yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa selain Papua memiliki keindahan alamnya, juga menjadi wisata sejarah. Jika berbicara mengenai gangguan separatis, memang sudah terjadi sejak saya di Jayapura tahun 1975.

Saya kuliah di Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih. Memang sewaktu saya kuliah namanya FIHES, gabungan Fakultas Ilmu Hukum, , Ekonomo dan Sosial. Saya di bagian Hukum.Waktu itu bukan satu dua kali saya menyaksikan bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) berkibar di kamp, tetapi segera dapat diatasi.

Begitu juga di Perserikatan Bangsa-Bangsa, diplomat kita sering berargumentasi dengan negara-negara tetangga Papua. Tetapi kita selalu dapat mematahkan argumen mereka yang mendukung OPM untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagaimanapun situasi di Papua harus disaksikan dari dekat sebagaimana Yaouk Tanzil dan saya yang pernah di Papua sejak 1975-1980.

Posting Komentar

0 Komentar