George H.W. Bush; Antara Pujian dan Kritikan (Oleh : Dasman Djamaluddin)


Presiden George Herbert Walker Bush meninggal dunia pada hari Jumat, 30 November 2018 di usia 94 tahun. George Herbert Walker Bush adalah Presiden Amerika Serikat (AS) ke-41, menjabat dari tahun 1989-1993. Ia hanya menjabat satu periode, tetapi berhasil mengusir pasukan Irak pimpinan Saddam Hussein dari Kuwait.

Di dalam negeri, mantan Presiden AS ke-41 ini sangat dihormati. Bahkan Presiden AS ke-45 sekarang ini, Donald Trump membatalkan beberapa kunjungannya untuk menghormati rekannya sesama Partai Republik dan datang menjenguk jenazahnya. Bahkan meminjamkan pesawat kepresidenan untuk mantan Presiden AS tersebut. Sebuah kehormatan tak terhingga. Rakyat AS menghormati dengan mengibarkan bendera AS setengah tiang.

Karier politik George H.W Bush di dalam negeri dianggap berhasil. Ketika AS memasuki Perang Dunia II, ia duduk di kelas terakhir di Phillips Academy. Pada hari ulang tahunnya ke-18, Juni 1942 (lahir di Milton, Massachussetts, AS, 12 Juni 1942), ia memilih menjadi pilot pesawat tempur Angkatan Laut AS.

Pada 2 September 1944, skuadron Bush ikut menyerang Chici Jima, salah satu dari tiga pulau di Kepulauan Bonin, termasuk Iwo Jima. Ketika sedang bertugas membom sebuah pusat komunikasi Jepang, pesawatnya kena tembak. Asap mengepul dan masuk ke dalam cockpit. Pesawat Bush masih sempat menukik dan menjatuhkan empat bom, masing-masing seberat 220 kg.

Kemudian Bush mengarahkan pesawatnya ke laut dan mendatarkan pesawatnya beberapa menit agar awaknya melontar ke laut. Ternyata di antara mereka tidak ada yang selamat hanya Bush sendiri yang tersisa dalam pesawat. Kemudian meloncat. Ternyata parasutnya robek tersentuh ekor pesawat. Ia jatuh ke lautlp dan dengan setengah sadar masih sempat naik ke perahu karet yang jatuh dari bungkus parasutnya.

Bush mengayuh perahu karet dengan tangannya untuk menjauh dari Chichi Jima. Beberapa jam kemudian, sebuah kapal selam AS, USS Finback muncul ke permukaan dan menyelamatkannya.
Bush adalah seorang anggota konservatif Partai Republik. Pada tahun 1964, mencalonkan diri untuk salah satu dari kursi Texasp di Senat AS. Bush kalah, tetapi tahun 1968, ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Distrik ke+7 Houston dan terpilih kembali dua tahun kemudian.

Desember 1970, Presiden AS Richard Nixon meminta Bush menjadi Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedudukan ini dipegangnya hingga Januari 1973. Setelah Presiden Nixon terpilih lagi tahun 1972, ia meminta Bush memegang jabatan baru sebagai Ketua Pengurus Besar Partai Republik. Namun peristiwa Watergate mengubah rencana tersebut.

Kemudian Presiden baru Gerald Ford menawarkan jabatan baru kepada Bush di kantor penghubung AS untuk Republik Rakyat China. Di sana ia bertugas sebagai selama 13 bulan. Darii tahun 1976-1977, Bush menjabat sebagai Direktur Central Inteligence Agency (CIA).

Ketika Jimmy Carter dari Partai Demokrat mengalahkan Presiden Gerald Ford pada Pemilu AS 1976, Bush berusaha mencalonkan diri sebagai Presiden AS. Malah pernah menjadi lawan terkuat Ronald Reagan, sesama satu partai. Namun mengalah dan mengundurkan diri, Mei 1980. Reagan kemudian memintanya menjadi Wakil Presiden.

Akhirnya karena Konstusi AS tidak mengizinkan seorang presiden dipilih lebih dari dua periode jabatan, setelah empat tahun, Ronald Reagan tidak dapat mencalonkan diri lagi pada tahun 1988. Kemudian Bush mencalonkan diri dan terpilih menjadi Presiden AS ke-41 periode 1989-1993.

Bagi bangsa AS, George Herbert Walker Bush dan anaknya George Walker Bush, juga menjadi Presiden AS ke- 43, periode 2001- 2009, adalah pahlawan. Akan tetapi, buat rakyat Irak, di masa kedua presiden ini, negara Irak dibuat hancur.

Irak awalnya adalah negara yang bersahabat baik dengan AS. Kedua negara ini saling tergantung. Tetapi ketergantungan Negara Paman Sam itu sangat besar kepada Irak, yaitu ketergantungan minyak, karena Irak memiliki sumber minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi.

Minyak memang masih merupakan sumber energi pokok bagi peradaban industrial Abad XX sekarang ini. Tanpa minyak, industri Barat akan ambruk. Enam puluh persen dari cadangan minyak dunia terdapat di kawasan Teluk dan lebih dari 40 persen keperluan dunia industri Barat, termasuk Jepang, datang dari Kawasan Teluk. Ini tidak boleh diganggu oleh siapa pun.

Akhirnya status Quo yang berpuluh-puluh tahun ada di Irak dengan terbentuknya suatu keseimbangan yang relatif stabil antara posisi politik para raja dan emirat di sana dengan kepentingan modal maskapai minyak internasional, faktor ini dijaga.

Itulah sebabnya ketika terjadi Perang Irak-Iran selama delapan tahun yang dimulai tahun 1974, AS banyak membantu Irak. Persenjataan Irak waktu itu betul-betul canggih. Boleh jadi banyak memperoleh bantuan dari negara Paman Sam itu. Tetapi puncak renggangnya hubungan Irak-AS dimulai ketika Irak memasuki Kuwait, 2 Agustus 1990. Sejak itu pula AS berangsur-angsur mengirim dan menempatkan pasukan di Arab Saudi.

Bayangkan, ada sekitar 450 ribu tentara AS ditempatkan di Irak, termasuk mendatangkan kapal induknya "Independence" yang membawa lebih dari 70 pesawat tempur. Pada waktu ini pula sering mendengar hujatan-hujatan dari pemerintah Irak melalui Kedubesnya di Jakarta kepada AS. Saya mendengarnya sendiri dari orang istimewa Presiden Irak Saddam Hussein yang mendudukan wakilnya di Indonesia, sebagai Duta Besar, yaitu Dr. Sa'doon al-Zubaydi. Ia pernah menjadi penterjemah Saddam bertahun-tahun, lulusan bahasa Inggris di Universitas Cambridge.

Pada waktu itu, saya adalah desk luar negeri harian "Merdeka" yang didirikan B.M. Diah. Visi harian itu yang membela negara-negara Dunia Ketiga sesuai dengan apa yang dikemukakan Ridwan Saidi di dalam buku saya: "Butir-Butir Padi B.M. Diah (Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman) (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992) halaman 348.

"Harian "Merdeka" boleh dikatakan nyaris sebagai surat kabar yang menyendiri semasa Perang Teluk berkecamuk. Harian "Merdeka" lain dari yang lain. Surat kabar yang dipimpin B.M. Diah mencoba untuk tetap menyulut harga diri Dunia Ketiga vis a vis negara Adidaya."

Terakhir sekali kita mendengar bahwa penyerangan AS ke Irak adalah kecemasan George H.W Bush dan puteranya George Walker Bush yang juga menjadi Presiden AS ke-43, 2001-2009 kepada Presiden Irak, Saddam Hussein. Karena AS pernah membantu peralatan militer ke Irak, termasuk senjata pemusnah massal untuk melawan Iran dalam Perang Irak-Iran selama delapan tahun.

Hal ini juga terungkap dari laporan Jeremy Greenstock, mantan Duta Besar Inggris untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa periode 1998 sampai Juli 2003 seusai memberikan kesaksian tertulis pada sidang penyelidikan peran Inggris soal invasi ke Irak, 27 November 2009 sore di London.

"Amerika Serikat bertindak gegabah (hell bent) dalam mempersiapkan invasi ke Irak. Bahkan, AS amat gencar menghalangi Inggris yang mencoba mendapatkan izin internasional menjelang invasi,” ujar Jeremy Greenstock.

Greenstock juga menegaskan, Presiden AS George Walker Bush, anak George Herbert Walker Bush sama sekali tidak berniat mendapatkan sebuah mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai pendukung invasi.

"Niat menginvasi Irak sudah dilakukan secara serius sejak awal 2002 dan bisa dikatakan tidak terhentikan. Bush gencar berkampanye bahwa Presiden Irak Saddam Hussein adalah sahabat Osama Bin Laden. Pada kenyataannya malah keluarga Bush pernah menjalin hubungan dengan Osama Bin Laden,” tegas Greenstock.

Pada saat para diplomat dunia gencar mendapatkan mandat PBB pada awal 2003, jelas Greenstock untuk izin invasi ke Irak. Orang-orang dekat Bush bahkan mempertanyakan mengapa untuk urusan invasi saja berbagai hal yang dianggap sebagai tetek bengek harus didalami. Bahkan Washington menggerutu. Di antara gerutu itu adalah celoteh AS soal upaya yang dianggap hanya buang-buang waktu.

Kita memerlukan perubahan rezim, tegas Greenstock, mengapa kita harus terpaku pada upaya ini, kita harus mengabaikan itu dan segera melakukan apa yang sudah direncanakan.

Mengenang gerutu orang-orang dekat Bush itu, lanjut Greenstock lagi, menjelang invasi, beberapa negara termasuk Jerman, Perancis, dan Kanada masih berharap invasi AS itu bisa digagalkan. Orang-orang dekat Bush sudah sangat tidak acuh pada opini dan upaya internasional.

Bahkan, Tony Blair (Perdana Menteri Inggris waktu itu) sudah tidak bisa menghentikan niat Bush. Hanya dalam dua minggu Blair mampu meyakinkan Bush. Momentum rencana Invasi AS sudah matang, jauh sebelum invasi. Ini sudah sulit dibendung. Menurut Greenstock, ia sudah memperingati bahaya invasi jika tidak memiliki legitimasi. Bahkan saya pernah mengancam mundur dari jabatan saya jika izin internasional tidak didapatkan menjelang invasi.

Greenstock memang tidak lagi menjabat Duta Besar AS untuk PBB pada 2003, tahun invasi ke Irak. Dari laporan itu pun terungkap betapa setelah Saddam Hussein digantung tidak ditemukan senjata pemusnah massal di Irak. Jadi invasi bertujuan sebagai upaya pergantian rezim di Irak, karena Amerika Serikat tidak mempersoalkan lagi apakah invasi itu memperoleh legitimasi dari PBB atau tidak. Pada waktu, opini yang berkembang di AS, kebanyakan berpendapat bahwa Saddam Hussein harud jatuh, tegas Greenstock.

Irak boleh dikatakan salah satu negara Dunia Ketiga yang tak berdaya. Sanksi atas nama PBB yang diberlakukan bertahun-tahun bukannya dicabut, karena rakyatnya sudah menderita, tetapi ditambah dengan penderitaan selama invasi Amerika Serikat. Sekarang rakyatnya kembali menderita ketika perang pun dimulai lagi antara Gerilyawan Syiah dengan tentara pemerintah Irak yang juga didukung penduduknya mayoritas Syiah

Posting Komentar

0 Komentar