Lagi-lagi Terjadi Pemanggilan Wartawan oleh Polisi Banten

(PWI) Kota Cilegon dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korwil Cilegon, serta Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) menyikapi kasus pemanggilan wartawan faktabanten.co.id oleh Kepolisian Daerah (Polda) Banten(Foto:Dtk)

Banten,KORANTRANSAKSI.Com – Berawal wartawan online bernama Asep menulis berita terkait pelaporan adanya dugaan penyelewengan di salah satu proyek pengembang di salah satu perusahaan di Kota Cilegon, 9 April 2018 silam.Dengan pemberitaan tersebut pihak terkait diduga tidak senang dan melaporkannya ke polisi.

Ketua PWI Kota Cilegon Adi Adam, berpendapat pemanggilan oleh Polda Banten terhadap wartawan Asep terkait pemberitaan harus mengikuti mekanisme di Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999. "Harusnya pihak Kepolisian bisa menyikapi persoalan ini dengan mengacu pada UU 40 tahun 1999," ujarnya, beberapa waktu lalu. Mekanismenya penyelesaian sengketa pemberitaan menurutnya bisa diselesaikan melalui dewan pers sebagai lembaga yang terlegitimasi untuk mengurusi hal tersebut.

"Seharusnya, pihak yang merasa dirugikan bisa menggunakan hak jawabnya untuk membantah atau mengklarifikasi pemberitaan yang dirasa merugikan," kata Adam lagi.Selain itu, menurut Adi Adam pihak kepolisian juga sepatutnya mempertimbangkan aspek kemerdekaan pers dengan memperhatikan pasal-pasal di Undang-undang Pers.

Asep dipanggil pihak Kepolisian karena dugaan melanggar pasal di UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Beberapa kalangan menilai lagi-lagi masih banyak polisi yang masih awam dan salah dalam penerapan hukum terhadap kasus-kasus jurnalistik.

Sementara itu Perwakilan IJTI Banten, Anggit Gunadi, juga menganggap pemanggilan terhadap wartawan Asep salah kaprah, mengingat ada undang-undang pers yang seharusnya menjadi dasar proses hukum. "Kebebasan pers ini sudah dijamin undang-undang, ITE ini seharusnya tidak dulu dilakukan jika si wartawan telah memenuhi kaidah jurnalistik dalam penulisannya," tutur Gunadi.

PWRI Kota Cilegon juga bersikap atas adanya pemanggilan tersebut. Menurut Sekretaris PWRI Kota Cilegon, Lidiya, jikapun kasus tersebut masuk ranah hukum polisi meski berpegang pada UU 40 tahun 1999 tentang Pers dan MOU antara Polri dan institusi wartawan. "Mekanismenya kan ada di undang-undang pers," kata Lidiya.

Asep kepada awak media lain menjelaskan jika terkait pemberitaan tersebut dirinya telah memenuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ). "Secara etika saya telah melakukan prosedur termasuk mengkonfirmasi pihak terkait," kata Asep. Dirinya juga mengaku telah beritikad memberikan ruang jawab bagi pihak yang merasa dirugikan tersebut untuk mengklarifikasi pemberitaan.

Kasus tersebut mendapat tanggapan banyak pihak, khususnya para pemerhati media. Belakangan ini banyak terjadi aksi kriminalisasi wartawan yang diduga membawa missi tertentu bagi sekelompok pihak yang tidak senang dirinya diberitakan. Menurut awak media dari Tangsel, Odjie.M.AA yang juga pengurus Komunitas Wartawan Tangsel, polisi harus membaca dan membuka kembali isi UU Pers No.40/1999 sebelum menindaklanjuti adanya laporan menyangkut pemberitaan media.(Okta/red)***

Posting Komentar

0 Komentar