Seluruh perwakilan Suku Maya berfoto bersama Wakil Bupati Raja Ampat dalam acara Lokakarya Dewan Adat Raja Ampat. |
“Tentunya, sebelum
Rancangan Peraturan Adat ini diajukan, kami perlu melakukan sosialiasi terlebih
dahulu kepada semua warga agar bisa memahami konten peraturan yang kami
ajukan,” ujar Kristian Thebu, Raja Ampat MPA Manager CI Indonesia yang juga
merupakan Ketua Dewan Adat Suku Maya.
Kristian Thebu mengemukakan
bahwa masyarakat adat mengusung isu laut sebagai jalan masuk karena 80 persen
warga bergantung pada sumber daya alam laut. Peraturan adat,
lanjutnya, bisa mendorong penetapan Peraturan Daerah Raja Ampat terkait
pengakuan akan masyarakat adat Suku Maya. Dalam peraturan adat, masyarakat
menyepakati pelaku kejahatan kelautan disidang oleh dewan adat untuk didenda
atau mendapat sanksi sosial.
“Kami harap dengan
adanya peraturan adat ini, posisi masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan
bisa ditingkatkan sesuai dengan peraturan adat yang berlaku,” harapnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Raja Ampat, Manuel Piter
Urbinas menilai hukum hukum dari negara ternyata belum membuat
jera pelaku. “Maka, kami ingin memberikan dasar hukum oleh masyarakat adat
untuk menindak tegas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Raja Ampat. Pelaku
harus tunduk terhadap sanksi adat yang diberikan,” ujarnya saat membuka acara
Lokakarya Peraturan Adat Raja Ampat.
Perlu diketahui, Lokakarya Peraturan Adat Raja Ampat yang digelar di Gedung Wanita, Waisai, Kabupaten Raja
Ampat, Papua Barat, pada 5-6 Desember 2016, dihadiri oleh sekitar 100 peserta
mayoritas anggota dewan adat dari 40 kampung dan beberapa staf pemerintah
daerah. Acara ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Raja Ampat,
Dewan Adat Suku Maya, Yayasan Nazaret Papua, PEW Charitable Trust, dan
Conservation International (CI) Indonesia.
Lokakarya ini
diadakan untuk melengkapi poin-poin yang belum termasuk dalam peraturan adat
Raja Ampat terkait penanganan kasus-kasus perusakan laut di wilayah adat yang
diusulkan oleh warga Raja Ampat sendiri. Kerap dikutip sebagai surga bawah laut
dunia, Raja Ampat memiliki sekitar 75% dari spesies karang di dunia dan 1.765
spesies ikan yang menghidupi lebih dari 76.000 penduduk Raja Ampat. Namun,
wilayah laut Raja Ampat masih terancam penangkapan ikan dengan bom dan sianida,
serta perburuan hiu dan pembabatan mangrove.
Lokakarya selama dua
hari ini menghasilkan Rancangan Peraturan Adat Suku Maya Raja Ampat Tentang
Perlindungan Ikan dan Biota Laut dan Potensi Sumber Daya Alam Lainnya di
Wilayah Pesisir dan Laut dalam Petuanan Adat Suku Maya Raja Ampat oleh semua
anggota dewan adat yang hadir. Rancangan Peraturan Adat ini akan diajukan oleh
dewan adat kepada pemerintah daerah agar mampu mendorong pembuatan sebuah
peraturan adat yang bersifat mengikat. (Q4/Rel)
0 Komentar