Jokowi-JK Pangkas "Biaya Haram", Perlu Ditinjau Bebas Visa TKA

Presiden Joko Widodo melihat maket Terminal Petikemas Kalibaru Pelabuhan Tanjung Priok (NPCT1).


Seskab Pramono mengatakan, beberapa tahapan yang akan dilakukan Tim Saber Pungli. Dia menyebutkan nanti akan ada tim yang berkaitan dengan anti penyelundupan/pemberantasan penyelundupan. Pemerintah saat ini sedang menitikberatkan untuk melakukan reformasi hukum. Harapannya Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) segera bisa ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.Mengenai kebijakan bebas visa kunjungan, harus dilakukan secara bersama-sama. "Karena ada tiga kemenko (kementerian koordinator), Menkopolhukam, Menkomaritim, dan Menkoperekonomian," katanya., ujar Ronny F Sonfie, Dirjen Imigrasi, Kemenkum dan Ham.

Jakarta, Trans - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada dua tahun pertama menitikberatkan pada pembenahan ekonomi.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung, mengatakan fokus pada pembenahan ekonomi dilakukan karena perekonomian dunia saat ini sedang melambat, pembenahan perekonomian Indonesia pada tahun ini bisa tumbuh 5,18%. “Jika dibandingkan dengan kawasan, kita relatif stabil dan cukup tinggi. Tetapi tentunya harapan atau ekspektasi kita bisa lebih tinggi dari itu, katanya di ruang kerjanya, Rabu (19/10/2016) kepada wartawan.
Selain itu, pemerintah saat ini sedang menitikberatkan untuk melakukan reformasi hukum. Oleh karena itu, harapannya Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) segera bisa ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
 “Jadi, Perpres itu belum bisa ditandatangani, tapi sudah siap untuk dilaksanakan. Untuk siapa, bagaimana, dan lainnya nanti akan disampaikan setelah ditandatangani oleh Presiden,” katanya. Hanya saja, lanjutnya, kendati Perpres belum ditandatangani, gerakan Operasai Penghapusan Pungli sudah dilakukan. Presiden memberikan instruksi kepada Menko Polhukam, Kapolri, dan Jaksa Agung, agar dilakukan di Kepolisian dan Kejaksaan. Dengan demikian, Sapu Bersih Pungli ini menjadi gerakan nasional.
Pramono mengatakan, beberapa tahapan yang akan dilakukan Tim Saber Pungli. Dia menyebutkan nanti akan ada tim yang berkaitan dengan anti penyelundupan/pemberantasan penyelundupan. “Namun apakah ini akan menjadi perluasan dari Perpres Nomor 115 Tahun 2015 mengenai illegal fishing atau bagaimana, sekarang sedang difinalisasi.”
 “Harapannya agar bisa menekan biaya produksi kita karena selama ini cost efficiency kita dianggap masih cukup tinggi, sebagai akibat dari biaya-biaya pungli atau biaya-biaya middle man yang seperti ini,” terang Pramono. Hasilnya cukup terlihat di pelabuhan-pelabuhan besar yang selama ini dinilai tidak efisien dengan waktu tunggu kontainer (dwelling time) mencapai waktu hingga tujuh hari. Terakhir, dwelling time di Priok telah mencapai 3,5 hari.
Presiden menginstruksikan Kapolri untuk segera menindak aksi pungutan liar yang terjadi di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara; dan Pelabuhan Tanjung Perak, Jawa Timur. Presiden ingin waktu bongkar muat di sejumlah pelabuhan utama segera berangsur turun.
Kepala Negara menyesalkan dwelling time di kedua pelabuhan tersebut yang belum mengikuti perbaikan waktu bongkar muat. Padahal dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, DKI Jakarta; dan Pelabuhan Makassar, dalam dua tahun terakhir turun secara signifikan. Praktek pungutan liar ditenggarai masih masif di pelabuhan yang dwelling time-nya masih tinggi.

Bebas Visa Picu TKA Ilegal
Kebijakan bebas visa kunjungan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016  ternyata memicu peningkatan tenaga kerja asing (TKA) ilegal. Bebas visa masih dijadikan celah penyalahgunaan izin bekerja bagi para TKA. Buktinya, para wisatawan mancanegara (wisman) yang terjaring hingga terdeportasi mayoritas merupakan warga negara asing (WNA) yang tidak berwisata, tetapi malah bekerja di Indonesia.
Hal itu dibenarkan oleh Plt Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan Kesehatan Kerja Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), Maruli Hasoloan. "Dugaan penyalahgunaan visa memang ada di sejumlah perusahaan. Bentuknya penyalahgunaan izin wisata ternyata untuk bekerja. Temuan itu berdasarkan penelusuran kami," ujar Maruli, belum lama ini.
Maruli tidak menjelaskan berapa jumlah keseluruhan data TKA ilegal hasil temuan di sejumlah perusahaan. Maruli menggambarkan rata-rata ada dua TKA ilegal yang bekerja di  beberapa perusahaan tersebut.
Selain TKA ilegal, pihaknya pun menerima laporan banyaknya pekerja asing yang bekerja di proyek PLTU. "Laporan itu masih kami telusuri. Untuk temuan TKA ilegal sudah ditindak dengan memulangkan mereka ke negara asal," tambahnya.
Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kemenaker Heri Sudarmanto mengatakan, selama kebijakan bebas visa dilakukan, ada pelanggaran posisi kerja dari sebagian WNA. Selain menyalahgunakan izin wisata dan izin tinggal, para WNA bekerja tidak sesuai dengan kompetensi yang ada. "Semestinya bekerja di bidang manajerial, lalu di lapangan dia bekerja sebagai teknisi. Kondisi ini masih banyak kami temui di lapangan," ujar Heri.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan masukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan perihal pelanggaran dari kebijakan bebas visa kunjungan yang terus meningkat. Pelanggaran yang dimaksud meliputi sisi administrasi hingga kriminal.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sampai Agustus 2016, Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) telah mencapai 5.081 TAK. Deportasi mendominasi TAK, yaitu sebanyak 2.770 dengan perincian 1.267 dilakukan oleh kantor pusat Ditjen Imigrasi, sedangkan sisanya oleh kantor-kantor daerah.
Dalam setahun terakhir, kasus TKA ilegal memang mengemuka di sejumlah daerah. Mayoritas WNA menggunakan visa wisata untuk bekerja. Seperti di Surabaya, Jawa Timur, akhir bulan lalu, sebanyak lima WN Cina dideportasi karena ditemukan bekerja di PT JA (Gresik). Kemudian, dua biksu palsu asal Cina dideportasi karena menipu masyarakat.
Pada 14 Juli 2016, Imigrasi Bogor menemukan 31 WN Cina yang terlibat jaringan penipuan internasional. Tiga bulan sebelumnya, empat WN Cina dideportasi dari Murungraya, KalimantanTengah, karena kedapatan bekerja di pertambangan rakyat dengan menggunakan visa kunjungan wisata. Kemudian pada 14 Maret 2016 atau dua pekan selepas Perpres No 21/2016 diundangkan, 35 WN Cina diamankan di Lombok Timur karena bekerja di sebuah PLTU.

Tinjau Ulang
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan, kebijakan bebas visa kunjungan dapat dievaluasi ulang. "Ya baguslah ditinjau lagi. Apa susahnya," ujarnya.
Meskipun demikian, dia menilai, perlu dicermati dengan saksama pula efek positif dari kebijakan bebas visa kunjungan. Misalnya, dari sisi peningkatan jumlah kunjungan wisman. Apabila ada persoalan yang ditimbulkan seperti wisman yang bekerja hingga melakukan spionase, kajian mendalam perlu dilakukan. "Apakah hanya ekses yang dapat diatasi atau menyangkut hal-hal yang lebih prinsipil," kata Wiranto.
Setelah ada pengkajian terhadap latar belakang masalah, menurut Wiranto, baru diupayakan langkah-langkah berikutnya. "Guna menetralisasi kelemahan atau kekurangannya," ujar dia.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ronny Franky Sompie mengatakan, evaluasi terhadap kebijakan bebas visa kunjungan harus dilakukan secara bersama-sama. Sebab, kebijakan ini diputuskan dengan melibatkan sejumlah pihak, tidak hanya Ditjen Imigrasi.
"Nggak bisa cuma satu kementerian atau lembaga. Sebaiknya ya tadi, ada tiga kemenko (kementerian koordinator) yang bisa berembuk, yaitu polhukam, kemaritiman, dan perekonomian," katanya. Dari rembukan tersebut, bisa dievaluasi dari berbagai sisi.
Mulai dari keuntungan kebijakan hingga biaya keamanan yang diakibatkan dari kebijakan tersebut. "Kemudian, dibandingkan benefit dengan security cost-nya mana lebih banyak," kata Ronny.
Menurut dia, perlu juga dievaluasi perihal negara-negara yang dibebas visakan pemerintah. Terutama, negara yang dinilai tidak memberi sumbangsih besar terhadap pariwisata di Indonesia. "Yang kurang bermanfaat, jika kembali ke UU 6/2011 (UU Keimigrasian) bahwa hanya orang asing yang bermanfaat bagi negara kita, yang tidak membahayakan negara kita, dan yang boleh diterima masuk. Imigrasi mendapatkan mandat untuk menolak orang-orang (wisatawan yang kurang bermanfaat) ini dan mengusirnya," kata Ronny.

DPR Mendesak
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Hidayat Nur Wahid, mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara kebijakan bebas visa kepada beberapa negara. ''Kami di Komisi I berkali-kali mengingatkan secara lugas kepada Kemenlu, Menhan, Panglima TNI, dan BIN agar bebas visa ini dikaji ulang bahkan dicabut,'' kata Hidayat, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Desakan itu muncul, karena Komisi I melihat dampaknya sangat negatif, baik secara ekonomi, keamanan, dan budaya Indonesia. Apalagi, lanjut Hidayat, pihaknya mendapat fakta bahwa bebas visa ini tidak resiprokal. Seharusnya, hubungan antar negara itu berlaku asas saling menguntungkan.
Ia mencontohkan, kalau Indonesia memberikan bebas visa untuk warga Cina, harusnya Indonesia juga mendapatkan bebas visa dari mereka. Namun kenyataannya tidak seperti itu. Sehingga, ia menilai ini kondisi yang sangat merugikan Indonesia, baik secara materi, martabat keamanan negara, budaya dan bisa menimbulkan kecemburuan sosial di dalam negeri.
''Jadi memang sebaiknya dicabut dulu, semacam moratorium, dilakukan kajian dulu, mana yang diperlukan bebas visa, mana yang bebas visa bersyarat, mana yang memang tidak bisa diberikan bebas visa,'' ujar dia.
Hidayat yang juga Wakil Ketua MPR itu menilai, kalau tujuannya adalah mendatangkan turis ke Indonesia, itu berhasil. Tapi ternyata, turis yang datang adalah mereka yang kelasnya backpacker, bahkan malah banyak yang menjadi tenaga kerja asing.
''Jadi komisi I berkali-kali menyampaikan, perlu dikaji ulang bahkan moratorium sebelum dicabut secara menyeluruh. Ketika jelas-jelas tidak menguntungkan Indonesia bahkan merendahkan Indonesia,'' ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi I DPR Bachtiar Ali, yang meminta Kementrian Luar Negeri mengevaluasi kebijakan bebas visa oleh pemerintah. ''Jadi mesti bisa dievaluasi, walaupun tidak 100 persen moratorium. Kita bisa klasifikasi berdasarkan kawasan atau berdasarkan statistik pariwisata, negara mana yang betul-betul datang dan bermanfaat,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI-P TB Hasanuddin menambahkan, dari hasil evaluasi nanti, perlu dibandingkan antara jumlah wisatawan yang datang dengan jumlah devisa yang masuk. Jika tidak seimbang, artinya lebih banyak merugikan pemerintah dan dampak negatifnya, menurut dia, lebih baik dikembalikan ke kebijakan semula. (SN/Rechan Nazar/Choky Cevalier/TIM)

Posting Komentar

0 Komentar