Guna Mencegah TPPO, Sebanyak 80 Permohonan Paspor Yang Terindikasi Calon PMI Ilegal Ditolak Imigrasi Jakarta Pusat

Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Jakarta Pusat Lebih Memperketat Proses Penerbitan Paspor Sebagai Upaya Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
Jakarta, KORANTRANSAKSI.com – Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Jakarta Pusat lebih memperketat lagi proses penerbitan paspor sebagai bentuk upaya dalam pencegahan terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dalam pelaksanaannya, kantor Imigrasi meningkatkan pemahaman tentang modus operandi yang kerap dilakukan oleh pelaku TPPO. Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Jakarta Pusat, Wahyu Hidayat mengatakan bahwa, hingga pertengahan tahun 2023 ini, pihaknya telah berhasil menolak permohonan paspor kepada 80 pemohon  dengan rentang usia 18-56 tahun yang terindikasi sebagai calon Pekerja Migran nonprosedural.

“Petugas wawancara melakukan profiling lebih ketat kepada para pemohon paspor yang terindikasi akan bekerja secara illegal, khususnya wanita yang masih dalam usia produktif”, ucap Wahyu Hidayat.

Lebih lanjut Wahyu mengungkapkan jika hal tersebut dilakukan oleh pihak kantor Imigrasi Jakarta Pusat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). “Hal ini kami lakukan sebagai upaya kami untuk mencegah terjadinya tindak perdagangan orang. Apalagi banyak sekali modus operandi yang dilakukan oleh pelaku yang mencoba mengelabui petugas imigrasi”, tutur Wahyu.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana ini, seperti ketidaktahuan masyarakat akan perdagangan orang, masyarakat dengan pendidikan atau pengetahuan terbatas, atau faktor ekonomi yang membuat mereka terbujuk oleh pelaku yang gencar mendekati mereka.

Wahyu juga memberikan himbauan kepada petugas Kantor Imigrasi Jakarta Pusat  untuk secara rutin memberikan edukasi kepada publik, baik secara langsung maupun melalui media sosial terkait bahaya TPPO. “Mari kita berkomitmen dan bergerak bersama agar masyarakat Indonesia terbebas dari bahaya pedagangan orang”, jelasnya.

Sebelumnya Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Silmy Karim menganalogikan, paspor sebagai dokumen perjalanan mirip dengan Surat Izin Mengemudi (SIM). Hal ini disampaikan Silmy menanggapi pernyataan anggota DPR RI tentang keterlibatan petugas imigrasi dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). “Saya ada analogi yang pas, ketika seseorang mengalami kecelakaan di jalan karena mengemudi mobil, dia memiliki SIM, ketika tabrakan yang disalahkan bukan yang menerbitkan SIM. Begitu juga dengan paspor, ketika disalahgunakan," ungkapnya

Terlebih saat ini usia paspor 10 tahun, lanjutnya, waktu pertama kali mungkin prosedural. Lalu, ketika berangkat, untuk tahun ke lima atau sepuluh tahun kemudian tidak prosedural, lalu yang ditangkap malah petugas imigrasi, langkah itu juga dinilai tidak pas.

Silmy meminta dukungan anggota DPR RI agar permasalahan ini didudukkan dengan porsi yang pas, sehingga petugas imigrasi yang berada di pelayanan paspor dan pemeriksaan keimigrasian dapat bekerja dengan lebih percaya diri. Dia pun tidak ingin anggotanya penuh kekhawatiran dalam menerbitkan paspor bagi WNI yang mengakibatkan kontraproduktif dengan semangat pelayanan prima kepada masyarakat.

Silmy tidak menafikan adanya data bahwa 90 persen korban TPPO di luar negeri adalah wanita pekerja migran Indonesia. Untuk itu dia menginstruksikan jajarannya lebih tegas lagi dalam memberikan paspor kepada calon pekerja migran Indonesia.

“Bahkan di daerah kami juga memerintahkan untuk melarang, khusus wanita, karena yang paling banyak dieksploitasi di luar negeri itu wanita. Kita larang yang usia 17-45 tahun, bila profilingnya tidak jelas, maka langsung kita tolak permohonan paspornya, bahkan kita mau kunci sampai 5 tahun tidak boleh membuat paspor,” jelas Silmy. (ZIK/TIM)

 

 

Posting Komentar

0 Komentar