Waspada DBD pada Anak, Nyamuk Aedes Aegyptier Berkeliaran di Jam 4 Hingga 5 Sore

 

Seorang Ibu menjaga anaknya yang sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo, Jakarta Timur (Foto:dok)

Jakarta, KORANTRANSAKSI.com -  Biang kerok demam berdarah dengue (DBD), nyamuk Aedes aegypti betina disebut oleh dokter anak berkeliaran di jam-jam sekolah dan main si Kecil. Orangtua pun diminta untuk lebih waspada terhadap penularan virus dengue penyebab DBD, terlebih saat ini masuk musim hujan. Dalam acara Technology Breakthrough Anti Mosquito Baby Clothing: Velvet Junior pada Jumat (30/9), dr I G Ayu Pratiwi SpA MARS mengatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti betina suka hidup di tempat-tempat gelap. Juga di tempat banyak baju kotor, baju digantung, serta di genangan air bersih.

"Biasanya, nyamuk ini aktif di jam-jam anak sekolah atau main, yaitu sekitar pukul 09.00 s/d 10.00 dan 16.00 s.d 17.00," kata wanita yang akrab disapa Tiwi.

Untuk gejala DBD pada anak, kata Tiwi, salah satu yang harus jadi perhatian adalah demam yang khas. Dikatakan khas karena saat sekolah si Kecil dalam keadaan sehat tidak terjadi apa-apa, sesampainya di rumah seusai pulang sekolah mendadak demam tinggi. "Pagi sekolah, enggak ada masalah, begitu siang langsung mendadak tinggi, demamnya 39 derajat celcius," Tiwi menekankan.

Terlebih seiring berjalannya waktu, anak mendadak mengeluhkan sakit kepala dan badan, atau nyeri di belakang mata, Tiwi menyebut orangtua harus waspada bahwa itu demam berdarah. "Anak yang punya bakat kejang juga harus hati-hati," kata Tiwi. Menurut Tiwi, pada kondisi tertentu, orangtua tak perlu panik dan tidak usah buru-buru membawa si Kecil ke emergency. Apalagi ancaman COVID-19 masih ada. "Kalau anaknya bisa minum, di rumah saja. Kita bisa pakai telemedisin untuk menghindari kontak. Kita (dokter) akan minta periksa darah, kemudian hasilnya dilaporkan," kata Tiwi.

Akan tetapi, kalau anak tidak mau minum lalu panas tinggi ditambah kejang-kejang, harus segera dibawa ke rumah sakit. Apalagi jika kondisi terseut menimpa bayi usia nol s.d enam bulan. "Yang populer di masyarakat adalah IgG dan IgM ini biasa baru ketemu di hari ketiga , keempat, kelima, padahal DBD itu bisa didiagnosa di hari pertama," kata Tiwi.

"Jadi, penanganan DBD seperti tadi ,kalau dia di bawah usia enam bulan (saya sebutnya di bawah tiga bulan) harus dibawa ke rumah sakit atau puskesmas. Kalau usianya lebih dari itu, sebetulnya kita lihat saja, kalau dia masih bisa minum, tidak kejang, di rumah saja," Tiwi menambahkan.

Menurut Tiwi, paling ideal adalah ketika seorang anak tidak dirawat. Tiwi, secara pribadi mengatakan bahwa tidak terlalu suka merawat anak di rumah sakit karena itu sangat stres. "Stres itu dampaknya panjang," katanya.

"Kalau memang bisa di rumah, di rumah saja kita pantau dari rumah sakit, kecuali ada hal-hal yang tidak kelihatan baru kita bawa ke rumah sakit," Tiwi menambahkan.

Meski begitu orangtua dapat melakukan tindakan 3M Plus guna mencegah DBD. 3M Plus meliputi menggunakan kelambu saat tidur, menggunakan obat nyamuk, menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampuangan air. Bisa juga dilakukan pencegahan dengan menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi udara, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar yang bisa menjadi sarang nyamuk.

Untuk melindungi anak-anak dari DBD, Tiwi menyarankan untuk memakaian anak pakaian lengan panjang dan celana panjang setiap kali anak keluar rumah. Tidak lupa oleskan losyen anti nyamuk. (TIM/RED)


Posting Komentar

0 Komentar