Kekuatan Militer Masih Berperan di Myanmar (Oleh: Dasman Djamaluddin)


Foto ini di bawah diambil dari ACTNews yang menggambarkan hancurnya beberapa rumah yang dibakar oleh anggota militer Myanmar di Maungdaw, sebuah negara bagian Rakhine, Myanmar. Konflik di wilayah itu semakin runyam setelah Kantor Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi merilis peristiwa bentrokan senjata antara 150 gerilyawan Rohingya dengan militer Myanmar.

Banyak para analisa politik, juga pengamat internasional, kenapa penduduk Rohingya sudah memiliki senjata untuk melakukan serangan di lebih dari di 20 pos keamanan pada pukul 1.00 waktu setempat itu, sehingga pada Hari Sabtu, 26 Agustus 2017 itu jatuh korban dari Muslim Rohingya sebanyak 77 yang tewas, sedangkan di pihak militer, yang tewas sebanyak 12 anggota.

Pertanyaan dari mana diperoleh senjata, masih perlu diselidi. Yang jelas, aksi ini karena kekecewaan penduduk Rakhine yang sebagian besar penduduk Muslim dari Bangladesh, tidak diakui sebagai warga negara Myanmar sejak dikeluarkannya"Burma Citizen Law," di masa Myanmar masih bernama Burma, yang tidak mengakui Rohingya adalah penduduk negara tersebut.

Meskipun sudah berganti nama dari Burma ke Myanmar tahun 1989 tetap saja suku Rohingya tidak diakui sebagai warga negara. Tampaknya pemerintah militer yang memang penduduk Myanmar, mayoritasnya beragama Budha, sehingga muncul kesan, ini adalah konflik agama.

Yang terjadi tidaklah demikian. Memang penduduk mayoritas Myanmar beragama Budha. Nama Aung San Su Kyi yang disebut-sebut belakangan ini beragama Budha Theravada, yaitu penganut ajaran agama Budha dari sesepuh, sehingga tidak ada keraguan, ia setuju dengan aksi kekerasan.

Memang Partai Liga Nasional untuk Demokrat (NLD) menang dalam Pemilihan Umum pada November 2015 lalu. Di dalam tata pemerintahan Myanmar yang baru, ia yang harus menjadi Presiden Myanmar. Tetapi tidak demikian, ia dianggap tidak bisa menjadi presiden, karena bersuami warga negara asing. Sehingga diposisikan sebagai sama dengan jabatan penasihat Myanmar setara Perdana Menteri.

Menurut saya, posisi Aung San Suu Kyi sangat membingungkan. Setelah partainya menang dalam pemilu, seharusnya, menjadi Presiden Pertama Myanmar yang dipilih secara demokratis setelah lebih dari lima dekade. Kalau tidak, ya, sebagai Wakil Presiden. Tetapi karena posisi Wakil Presiden, juga penting dan sewaktu-waktu bisa menggantikan Presiden, ia pun tidak didudukkan di sana. Yang jadi Wakil Presiden sudah ditunjuk orang lain.

Dalam susunan pemerintahan ini, Aung San Suu Kyi adalah juga merangkap Menteri Luar Negeri, Kantor Kepresidenan, dan Menteri Pendidikan dan Pelayanan Listrik.

Di mana posisi militer? Menurut saya masih kuat, karena selain mengurus pertahanan, militer juga mengurusi masalah dalam negeri dan hubungan perbatasan. Posisi ini sangat penting dan strategis.
Berdasarkan kebijakan baru Pemerintah Myanmar masih mendudukan militer dalam lingkaran sangat penting. Saya berpendapat, militer masih bersikukuh menerapkan pelarangan suku Rohingya berdomisili di Myanmar. Sama halnya dengan mengatakan pengaruh Ne Win masih ada dalam berbagai gejolak di Myanmar.

Ne Win yang berpangkat Brigjen itu suatu kali pernah mengatakan, "Siapa bilang rakyat Myanmar miskin? Rakyat kami tidak ada yang miskin. Lebih dari 80 persen penduduk kami adalah petani. Mereka cukup makan, punya rumah dan berpendidikan cukup dan memperoleh fasilitas kesehatan," ujarnya ketika menanggapi kritikan-kritikan terhadap situasi dan kondisi di Myanmar. Itu gambaran masa lalu? Sekarang !.


Posting Komentar

0 Komentar