Pidato Prabowo Itu Memukau, Selanjutnya Tergantung Pilihan Rakyat (Oleh :Dasman Djamaluddin)


Menarik, itulah kesimpulan saya ketika menyaksikan pidato Prabowo Subianto, Calon Presiden Republuk Indonesia (RI)  nomor 02. Saya hanya bisa mengatakan demikian, karena apakah ia akan terpilih menjadi Presiden RI untuk lima tahun mendatang, sebagai warga negara, semuanya kita serahkan kepada pilihan rakyat nantinya dan sebagai orang beriman, hanya Allah SWT yang memutuskan.

Memang cara berbicara Prabowo berpidato menggugah kita dan sekaligus menyadarkan bahwa kita adalah bangsa yang besar. Mengingatkan awal-awal berdirinya Negara Kesatuan RI pada 17 Agustus 1945. Nama-nama besar seperti Soekarno-Hatta, Syahrir, Agus Salim dan lain-lainnya membayang dihadapan kita, seakan-akan ia muncul dalam bayangan kita seraya ingin mengatakan, "benar," kita adalah bangsa yang besar. Pernah merangkul bangsa lain untuk membentuk Gerakan Non Blok, ASEAN (Perhimpunan Negara-negara Asia Tengaara) yang hingga hari ini kerjasamanya masih berlanjut.

Sebagai warga negara yang baik, kita harus memilih kedua calon yang sudah ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), nomor 01, Joko Widodo (Jokowi) dan KH Ma'ruf Amin atau nomor 02  Prabowo Subianto dan  Sandiaga Uno, masing-masing sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden RI.

Kembali di dalam acara malam tadi, Senin, 14 Januari 2019, para pendukung Partai Gerindra, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN)  termasuk Amin Rais,  hadir dalam acara tersebut. Saya pribadi terharu melihat jiwa kepemimpinan Prabowo. Apalagi jika mempelajari proses pencalonan dirinya sebagai calon presiden yang bukan baru pertama kali terjadi.

Prabowo Subianto, namanya mencuat ke permukaan setelah partai yang didirikan dan dipumpinnya sekarang, Partai Gerindra berhasil memenangkan calon Gubernur DKI yang diusungnya untuk menjadi gubernur lima tahun ke depan. Sudah tentu bukan hanya Gerindra yang dianggap berhasil, tetapi PKS dan sejumlah tokoh penting berperan dalam memenangkan Anies-Uno memimpin Jakarta. Sandiaga Uno akhirnya mengundurkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI karena dipercaya menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Buat Prabowo, kemenangan calon yang diusung Gerindra dan PKS waktu itu, dalam Pilkada DKI,  menurut saya merupakan angin segar, khususnya untuk Prabowo di bidang politik. Keoptimisan ini membuat dirinya maju lagi sebagai Calon Presiden dalam Pilpres 2019. Ia sudah bernafas lega sebagai seekor burung Rajawali yang selalu terbang sendirian di udara. Sudah tentu, mencoba memperbaiki kekalahannya ketika berpasangan dengan Hatta Rajasa ketika menjadi Calon Presiden ke-7 dalam Pemilu Presiden 2014.

Berbicara tentang Prabowo tidak dapat dilepaskan dari sejarah keluarga Cendana, yaitu keluarga Presiden Soeharto. Prabowo menikah dengan putri Soeharto yaitu Titik Soeharto. Tidak banyak yang tahu sejarah bertemun dua insan ini, tetapi yang pasti hubungan antara Soeharo, ayahnya Titik dan Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo begitu akrab. Ketika Soemitro Djojohadikusumo berada di Singapura, ia dipanggil pulang ke Indonesia. Mengapa Soemitro berada di Singapura?

Soemitro Djojohadikusumo adalah tokoh penting dalam Pemerintahan Revolusioner RI yang pernah dibentuk di Padang, Sumatera Barat. Di masa Soeharto, nama Soemitro direhabilitasi dan diangkat menjadi Menteri. Begitu pula nama Ketua PRRI Ahmad Husein. Ketika saya berkunjung ke Sumatera Barat baru-baru ini, saya singgah di Taman Makam Pahlawan Kuranji.

Saya menyaksikan makamnya dan berarti nama beliau pun sudah direhabilitasi. Bahkan Sjafruddin Prawiranegara sudah menjadi Pahlawan Nasional. Memang sejarah PRRI ini perlu dikaji ulang. Menurut data primier dari Ahmad Husein, ketika beliau masih hidup, dan saya berkunjung ke rumahnya di Jakarta, ia mengatakan PRRI itu bukanlah pemberontak.

PRRI terbentuk  tanggal 15 Februari 1958. Amerika Serikat membantu PRRI dengan persenjataan. Menurut informasi yang saya terima di Sumatera Barat, seluruh penduduk membantu PRRI. Pada saat ini AS mengerahkan Armada Ketujuh Pasifik dengan membentuk Satgas 75 yang ditempatkan di Singapura.

Dalam hal ini Menlu PRRI Kolonel Maludin Simbolon pernah disarankan pihak AS untuk meledakkan istalasi tambang minyak Caltex di Riau agar ada alasan Armada VII AS mendaratkan pasukan marinirnya. Tetapi ditolak Maludin Simbolon karena dia tidak menghendaki Indonesia mengalami seperti yang terjadi di Korea Utara dan Korea Selatan atau "balkanisasi" negara dan bangsanya.

Pemisahan PRRI ini tidak terlepas dari mundurnya Wakil Presiden Mohammad Hatta pada tanggal 1 Desember 1956.Sejak saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin leluasa mempengaruhi Bung Karno. Buktinya, ketika pada 21 Februari 1957, pukul 20.05, Bung Karno berpidato di Istana Merdeka dan secara terus terang mengatakan bahwa dirinya menginginkan agar kaum komunis ikut serta di dalam menyelenggarakan pemerintahan.

PRRI yang seluruh pimpinannya TNI, hal ini yang dicemaskan  mereka. Akhirnya memang PKI pernah ingin berkuasa, tetapi sebelum dibubarkan pemerintahan Presiden Soeharto.
Tentang munculnya Prabowo mengemukakan visi dan misinya yang akan diwujudkannya jika ia menjadi Presiden RI, terserah kepada rakyat yang akan menilainya.


Posting Komentar

0 Komentar