Penanganan Tanah Aset di Tangsel Diduga Masih “Amburadul”

Ilustrasi.
Ada aset yang telah dibangun kios-kios dan dikontrakkan alias dikomersilkan, termasuk untuk restoran.

Tangsel, Trans - Dalam berbagai acara sosialisasi menyangkut pemanfaatan aset-aset Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) yang mengundang narasumber, terungkap adanya pemanfaatan dan dugaan penyalahgunaan aset di beberapa wilayah Kota Tangerang Selatan. Sebenarnya hal tersebut sudah menjadi rahasia umum, justru warga masyarakat menunggu ketegasan sikap Pemkot dalam menanggulangi hal tersebut.
Di Pondok Ranji misalnya, ribuan meter persegi tanah aset desa dimanfaatkan puluhan tahun oleh warga sebagai rumah tinggal yang umumnya bersifat permanen. Bahkan ada penggarap yang membangun rumah-rumah kontrakan bersifat komersil. Sementara kontribusi berupa pajak atau retribusi tidak pernah mereka bayar ke Pemda karena regulasi aturan tersebut belum ada. Naasnya, penggarap yang baru sekarang akan memanfaatkan lahannya untuk dibangun, dipersulit dengan berbagai dalih.
Dalam acara tersebut juga terungkap adanya aset yang dibangun kios-kios dan dikontrakkan alias dikomersilkan, termasuk untuk restoran. Dalam dokumen yang dilegalisasi notaris di Tangerang, bangunan itu berdiri di atas tanah aset desa/pemkot yang kontraknya sudah habis. Sehingga ada keinginan lahan tersebut hendak dijadikan fasum sekolah yang berlokasi di belakang kios-kios tersebut. Namun pada sisi lain muncul klaim bahwa terdapat juga tanah waris yang menurut dokumen kepemilikan dilegalisir lurah setempat. Di Cirendeu misalnya, yang mengaku ahli waris menutup dengan beton fasilitas jalan umum menuju kantor kelurahan.
Sementara itu terkait adanya pertanyaan warga Ciputat Timur menyangkut aset milik Kementerian PU berupa situ-situ yang juga banyak disalahgunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Banyak yang mengecil seperti Situ Kuru di Cempaka Putih, atau raib jadi perumahan yang dialami Situ Antap di Rempoa.
Menyangkut aset yang sudah dimanfaatkan puluhan tahun menjadi kawasan hunian seperti di sekitar Jalan Manjangan-Pondok Ranji, diwacanakan akan diberlakukan sistem sewa kepada penghuni. Menurut sumber di SKPD terkait, nilai sewa dihitung 2% dari NJOP tanah tersebut dikalikan luas tanah yang dikuasai selama ini. Namun proses itupun butuh waktu sampai memiliki aturan yang sesuai dengan tujuan penertiban aset-aset Pemkot tersebut.
Lain lagi yang terjadi di Pondok Kacang Timur, Pondok Aren. Lahan sepakbola seluas 8.800 m2 yang terletak di belakang kantor kelurahan menjadi kontroversi, karena diakui beberapa pihak. Tanah kosong yang selama ini dipakai lapangan bola diakui oleh belasan penggarap. Bahkan pihak DPPKAD memasang plang yang menyatakan lahan tersebut merupakan fasilitas olahraga. Pada sisi lain, tanah tersebut merupakan bagian dari Sertifikat HGB atas nama PT. Parigi Graha Permai. Bahkan ada pihak lain yang mengklaim tanah tersebut miliknya. Edi Leo mengaku sudah beli dengan pihak PT yang proses AJB-nya ditangani Notaris. | 007/Okt***

Posting Komentar

0 Komentar