![]() |
| Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo usai ditemui di Gedung Merah Putih, Jakarta (Foto:dok) |
Indikasi tersebut
ditemukan oleh KPK usai melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi,
pemeriksaan yang dilakukan pada Rabu (1/10/2025), Pemeriksaan itu dalam rangka
penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024.
Juru Bicara KPK, Budi
Prasetyo menyampaikan bahwa, "Dalam pemeriksaan ini, KPK juga menemukan
adanya kuota petugas haji yang diduga turut disalahgunakan”, ucap Budi di
Gedung Merah Putih, Jakarta.
Lebih lanjut Budi
mengungkapkan, ada tujuh orang yang akan dipanggil sebagai saksi dalam pemeriksaan
pada Rabu kemarin. Namun hanya lima orang saksi yang hadir. Mereka adalah:
Ketua
Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri),
Firman M. Nur;
Ketua
Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), M. Firman Taufik;
Ketua
Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi), Syam Resfiadi;
Direktur/Pemilik
PT Perjalanan Ibadah Berkah Komisaris PT Perjalanan Sunnah Terindah, Lutfhi
Abdul Jabbar; dan
Komisaris
PT Ebad Al Rahman Wisata dan Direktur PT Diva Mabruro, H. Amaluddin.
"Para saksi
didalami terkait mekanisme pembayaran dalam penyelenggaraan haji khusus oleh
PIHK-PIHK melalui user yang dipegang oleh asosiasi," tutur Budi.
Sementara itu, dua
saksi lainnya yang tak hadir yakni Ketua Umum Kesatuan Tour Travel Haji Umrah
Republik Indonesia (Kesthuri), Asrul Azis Taba, dan Direktur Utama PT Tur
Silaturahmi Nabi (Tursina Tours), Moh. Farid Aljawi.
Dalam kesempatan itu,
Budi pun mengingatkan agar saksi yang dipanggil dapat kooperatif memenuhi
panggilan pemeriksaan. "Pada penyidikan perkara ini, KPK sekaligus
mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil untuk dimintai keterangan, agar
kooperatif memenuhi panggilan tersebut dan mendukung proses penyidikan perkara
ini," ucap dia.
"Mengingat KPK
punya kewenangan untuk melakukan upaya paksa pada tahap penyidikan, seperti
tindakan pencegahan ke luar negeri kepada pihak-pihak yang keberadaannya
dibutuhkan untuk tetap di Indonesia, guna memberikan keterangan-keterangan yang
dibutuhkan oleh penyidik," pungkasnya.
Belum ada keterangan
lebih lanjut mengenai kuota petugas haji yang dimaksud. Sementara kasus yang
sedang diusut KPK ini terkait dugaan korupsi dalam kuota tambahan haji sebanyak
20 ribu.
Yaqut Cholil Qoumas
alias Gus Yaqut diduga membagi rata kuota tambahan itu menjadi 10 ribu jemaah
haji reguler dan 10 ribu jemaah haji khusus. Padahal, menurut KPK, bila merujuk
pada UU, seharusnya kuota haji khusus hanya diperbolehkan maksimal 8 persen
dari total kuota haji Indonesia.
Pengaturan itu termuat
dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 130 Tahun 2024 yang diteken Gus Yaqut
pada 15 Januari 2024. Dalam SK tersebut, diatur pula pembagian untuk jemaah
haji khusus dan petugas haji khusus. Kuota jemaah haji khusus sebanyak 9.222
orang dari total tambahan 10 ribu.
Sementara kuota petugas
haji khusus sejumlah 778 orang, dengan rincian: Penanggung Jawab PIHK
(Penyelenggara Ibadah Haji Khusus): 444 orang, Pembimbing Ibadah: 222 orang,
dan Petugas Kesehatan: 112 orang.
Saat ini, KPK tengah melakukan penyidikan terkait perkara kuota haji 2024. Perkara ini berawal saat Presiden Jokowi pada 2023 silam bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi dan mendapat 20 ribu kuota tambahan haji. KPK menduga bahwa asosiasi travel haji yang mendengar informasi itu kemudian menghubungi pihak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas masalah pembagian kuota haji.
Mereka diduga berupaya
agar kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan yang berlaku.
Seharusnya kuota haji khusus hanya diperbolehkan maksimal 8 persen dari total
kuota haji Indonesia. Diduga, ada rapat yang menyepakati kuota haji tambahan
akan dibagi rata antara haji khusus dan reguler 50%-50%.
Keputusan itu juga
tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang
ditandatangani oleh Menag saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut. KPK
masih mendalami keterkaitan SK itu dengan rapat yang digelar sebelumnya.
Selain itu, KPK juga
menemukan adanya dugaan setoran yang diberikan para pihak travel yang mendapat
kuota haji khusus tambahan ke oknum di Kemenag. Besaran setoran yang dibayarkan
berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota. Perbedaan biaya tersebut
bergantung pada besar kecilnya travel haji itu sendiri.
Uang itu diduga
disetorkan para travel melalui asosiasi haji. Nantinya, dari asosiasi haji itu
akan menyetorkan ke oknum di Kemenag. KPK menyebut, aliran uangnya diterima
oleh para pejabat hingga pucuk pimpinan di Kemenag. Dari hasil penghitungan
sementara, kerugian negara yang disebabkan kasus ini mencapai lebih dari Rp 1
triliun.
Kerugian itu timbul
akibat perubahan jumlah kuota haji reguler menjadi khusus. Hal itu menyebabkan
dana haji yang seharusnya bisa didapat negara dari jemaah haji reguler, malah
mengalir ke pihak travel swasta.
Dalam penyidikan kasus
ini, KPK juga telah mencegah tiga orang ke luar negeri. Mereka adalah eks
Menag, Yaqut Cholil Qoumas; mantan stafsus Menag, Ishfah Abidal Aziz alias Gus
Alex; dan bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
KPK juga sudah
menggeledah sejumlah lokasi. Mulai dari rumah Gus Yaqut; Kantor Kemenag; 3
kantor asosiasi travel haji; kantor travel Maktour; rumah ASN Kemenag; hingga
rumah di Depok yang diduga kediaman Gus Alex.
Terbaru, KPK juga telah
menyita dua unit rumah di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar dari
seorang ASN Ditjen PHU Kemenag. Diduga, rumah itu dibeli dari uang hasil
korupsi kuota haji. Gus Yaqut melalui pengacaranya, Mellisa Anggraini
menyatakan menghormati upaya KPK melakukan penggeledahan dan penyitaan guna
mengungkap perkara ini. (RED)





0 Komentar