(Foto:Ilustrasi Polisi Papua Nugini) |
Dikutip dari AFP, gambar-gambar dari lokasi kejadian menunjukkan terdapat mayat-mayat dalam kondisi tanpa busana dan berlumuran darah tergeletak di pinggir jalan—beberapa di antaranya ditumpuk di bagian belakang truk bak terbuka. Beberapa mayat tersebut berada dalam kondisi mengenaskan—ada anggota tubuh mereka yang dibacok dan dibiarkan telanjang dengan botol bir atau kaleng diletakkan di atas dada mereka.
Pejabat kepolisian di Provinsi Enga, Patrick Peka, mengatakan banyak dari para korban tewas diyakini sebagai tentara bayaran, yang suka berkeliaran di pedesaan sembari menawarkan bantuan kepada suku-suku yang sedang bertikai untuk melawan saingannya. "Polisi dan pemerintah tidak dapat berbuat banyak ketika para pemimpin dan elite terpelajar memasok senjata, amunisi, dan menggunakan jasa orang-orang bersenjata dari bagian lain di provinsi ini," kata Peka.
Terpisah, Asisten Komisaris Polisi Samson Kua mengatakan, pihaknya meyakini bahwa baku tembak dan kekerasan antarsuku masih terjadi di lembah-lembah terdekat dari lokasi penemuan mayat. Kua memperingatkan, jumlah korban jiwa kemungkinan bertambah, karena polisi masih menemukan mayat-mayat lain tersembunyi di semak-semak pinggir jalan. "Kami yakin masih ada beberapa mayat—di luar sana, di semak-semak," ungkap Kua.
Menurut dia, tentara bayaran yang tewas menggunakan persenjataan lengkap—termasuk senapan SLR, AK-47, M4,AR15, dan M16, serta senapan angin dan senjata api rakitan lainnya.
(Foto:Ilustrasi Laki Laki Suku Sambia di Papua Nugini) |
Wilayah dataran tinggi terpencil yang biasanya luput dari pantauan hukum Papua Nugini itu selama bertahun-tahun telah menyaksikan pembunuhan massal imbas pertikaian antarsuku. Pertikaian yang biasanya dipicu oleh persaingan kepemilikan daerah ini melibatkan kelompok suku lokal seperti Sikin, Ambulin, Kaekin, dan lain-lain. Situasi kemudian diperburuk oleh keberadaan tentara bayaran dan senjata otomatis. Padahal, semula bentrokan tersebut hanya melibatkan senjata-senjata tradisional seperti parang.
Aksi pembunuhan itu pun
sering kali sangat kejam. Korban-korban acap kali dibacok dengan parang,
dibakar, dimutilasi, atau disiksa hingga tewas.
Pemerintah di bawah kekuasaan Perdana Menteri James Marape telah mencoba
berbagai upaya untuk meredam kekerasan tersebut—mulai dari mediasi antarsuku,
dan amnesti senjata. Meski begitu, sejauh ini upaya-upaya tersebut belum
membuahkan hasil.
Sekitar 100 tentara bahkan telah dikerahkan berjaga di daerah-daerah dataran tinggi, tetapi dampaknya tidak signifikan. Dari sisi kuantitas, jumlah aparat masih kalah dengan kelompok tentara bayaran beserta persenjataan mereka. Aparat kepolisian di Papua Nugini, pada gilirannya, secara terbuka mengeluh bahwa mereka tidak memiliki sumber daya memadai untuk mengendalikan kekerasan sepenuhnya.
Berbagai alasan seperti
upah aparat keamanan yang rendah dan kurangnya kontrol kepemilikan senjata di
antara sesama polisi pun menjadi salah satu dari sekian banyak pemicu mengapa
situasi ini sebegitu tidak terkontrol.
(TIM)
0 Komentar