(Foto:dok) |
Pertemuan yang
dilakukan oleh Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Ditwasdakim)
dilakukan untuk memperkuat kerjasama antara instansi dalam pemantauan kegiatan
Orang Asing yang masuk ke wilayah Indonesia. Apalagi, Indonesia akan menjadi
tuan rumah untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan diselenggarakan
pada November 2022.
Ronny F. Sompie
menuturkan bahwa, pihaknya kita harus mengambil contoh baru seeperti WNA buron
asal Jepang yang berinisial MT yang
melarikan diri ke wilayah Republik Indonesia. Hal tersebut bisa terjadi
kedepannya, maka dari itu ia menghimbau agar sinergitas antarinstansi lebih
ditingkatkan kembali.
“Dengan adanya
peristiwa yang WNA buron asal Jepang yang melarikan diri dan memasukki wilayah
Rebulik Indonesia ini tentunya kita harus berhati hati, dan tentunya sinergitas
antarinstansi lebih ditingkatkan kembali. Ini merupakan salah satu bentuk upaya
agar kegiatan KTT G20 bisa berjalan dengan lancar, ditambah tahun ini Indonesia
menjadi Tuan Rumahnya”, ujar Ronny.
Sementara itu menurut
Direktur Keamanan Diplomatik Kementerian Luar Negeri, Agung Cahya Sumirat
menjelaskan bahwa, pada tahun 2023 Indonesia akan menjadi ketua ASEAN. Hal ini
tentunya tidak terlepas dari kekuatan Sumber Daya Alam dan Demokrasi yang kuat.
Ia mengatakan, terkait
TIMPORA, pihaknya bertugas melakukan pengamanan fisik, informasi dan personel,
serta perizinan organisasi kemasyarakatan asing. Selain itu, Kemlu juga
menjalin kerja sama pengamanan dalam dan luar negeri, serta evaluasi Perwakilan
Rawan dan Perwakilan Berbahaya.
“Saat ini pengamanan
informasi adalah salah satu bentuk pengamanan yang sulit. Seperti kita ketahui,
pada saat ini serangan siber ke Amerika dan Canada semakin marak terjadi”,
tutur Agung.
Beberapa ancaman (threat)
yang mungkin terjadi saat pelaksanaan KTT G20 antara lain unjuk rasa,
kekerasan, perusakan, bencana alam, teror, sabotase, penyadapan, peretasan
hingga potensi gangguan dari konflik yang sedang terjadi di beberapa negara.
Potensi kerawanan lain yang menghinggapi pertemuan internasional itu yakni
terorisme, maraknya pengungsi dan provokasi.
Menanggapi berbagai
informasi yang dibagikan perwakilan kementerian dan lembaga dalam forum
tersebut, Ronny menyampaikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam TIMPORA
perlu memperkuat komunikasi, serta responsif terhadap penyebaran informasi dan
berita mengenai KTT G20.
“Dari pihak Kementerian
dan Lembaga juga harus dapat menyeleksi Orang Asing yang akan diberikan
rekomendasi, Deteksi dini diperlukan sebelum menerbitkan rekomendasi bagi WNA
tersebut”, ujar Ronny.
Ia menekankan bahwa
data informasi Orang Asing yang akan masuk ke wilayah Indonesia perlu
diperkuat. Dalam hal ini, Ditjen Imigrasi siap membantu kementerian dan lembaga
terkait perlintasan Orang Asing. Selain itu, pengerahan intelijen hingga
tingkat desa/kelurahan juga patut dipertimbangkan.
“Stakeholders di
wilayah seperti RT/RW serta masyarakat kelak akan menjadi ujung tombak dalam
hal keberadaan orang asing di wilayahnya”, tutup Ronny. (TIM/RED)
0 Komentar