Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 Dan NKRI

AKHIR-akhir ini, banyak kalangan berbicara tentang Pancasila dan NKRI. Bahkan gema hari lahir Pancasila yang kita peringati pada tanggal 1 Juni 2017 yang baru lalu, melahirkan semangat dengan ucapan: “Saya Pancasila, Saya Indonesia!”.
Kita sangat bersyukur, bila Pancasila benar-benar bergema seperti ucapan tersebut di atas, ditengah dugaan, bahwa Pancasila hampir dilupakan oleh sebagian bangsa, terutama generasi muda kita. Karena pelajaran Pancila, terus seolah semakin “dikerdilkan” dalam system pendidikan nasional kita. Semoga teriakan “saya Pancasila & saya Indonesia” sedikitpun tidak ada unsur “pencitraan”. Jadi benar-benar murni dari hati nurani.
Kemudian kekahawatiran timbul, ketika anak-anak sekolah, bahkan sebagian di tingkat “mahasiswa” sudah hampir lupa dengan susunan kalimat Pancasila, secara berurutan. Nah, kalau judul-judul dari sila-sila Pancasila saja di kalangan pelajar dan akademisi mereka sudah lupa, bagaimana tentang makna dari Pancasila itu sendiri (?) dan bagaimana terhadap masyarakat umum kita. Semestinya kita sebagai bangsa, merasa bangga memiliki dasar Negara Pancasila! Karena pelajaran yang ada pada Pancasila sangat luar biasa yang diawali dengan keyakinan kita bahwa hidup manusia sesungguhnya “ada” yang mengawasi yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Tauhid).
Dengan pemahaman seperti itu, manusia Pancasila hidup sangat berhati-hati. Arinya, menjadi sangat menjunjung tinggi hubungan dan pergaulan antar sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya (hablum minannas). Dengan demikian, terciptalah masyarakat yang saling hormat-menghormati dan sangat menghargai tanpa melihat status sosialnya, yaitu harta atau pendidikan dan jabatan. Ini menjadikan manusia tidak sanggup lagi berbuat sombong, karena mereka sudah menyadari, bahwa kekayaan dan kemiskinan itu adalah sebuah ujian bagi manusia.
Manusia Pancasila tidak lagi saling menjatuhkan ketika ia hidup berkelompok (baca: ber-Partai). Tidak akan pernah ada “politik kotor” untuk menjatuhkan lawan, apalagi saling fitnah, jika ia benar sebagai manusia ber-Pancasila. Berpolitik bukan lagi untuk mengejar kekuasaan atau jabatan, tetapi strategi “bersih” untuk mesejahterakan rakyat di bawah perlindungan dan pengawasan Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi manusia Pancasila, tidak takut dengan BPK, KPK dan urusan hukum, wong ia sudah lebih sadar, bahwa ia sedang di awasi oleh Sang pencipta, Tuhan Yang Maha Esa-sila Pertama Pancasila!
Hidup berdampingan antar suku, ras, agama secara “jujur”, tidak ada lagi niat untuk “menguasai’ dan dikuasai, semua hidup dalam suasana kekeluargaan yang sangat tinggi. Begitulah baru kita kutip saja sedikit tentang Pancasila, yaitu sila Ketuhanan Yang Maha esa, maknanya sudah sangat dalam pada tatanan kehidupan yang saling menghargai. Hidup berdampingan secara jujur, aman, damai dan sejahtera itulah, tujuan dari Bhineka Tunggal Ika. Jika manusia Pancasila itu benar-benar “mengamalkannya”, maka penerapan UUD 1945 dilakukan sudah dengan mudah, dan wujud murni NKRI akan Nampak dengan jelas tanpa ada hambatan apapun.

Khawatir
Dalam ajaran Islam, diriwayatkan bahwa sesungguhnya “Iblis” atau Setan, tidak suka melihat manusia (anak cucu Adam AS) hidup dengan tentram dan damai di bumi ini. Caranya bisa bermacam-macam. Iblis dikenal paling mahir/ahli dalam merayu manusia, termasuk upaya penjebakan, tentunya dengan instrument-instrumen “kesenangan”. Cara merusaknya melalui apa yang sering disukai oleh manusia: harta, jabatan, pujian kemuliaan dan seterusnya.
Yang kita bangsa Indonesia khawatir adalah hidup yang sudah tertata rapih, aman, nyaman, damai, dengan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945-nya, akan di-porakporanda-kan oleh iblis secara sistematik. Orang Betawi bilang: dengan cara main bokong!
Yaitu rencana jahat jangka panjang (RJJP)! Inilah yang selalu kita bangsa Indonesia khawatirkan! Betapa tidak, karena iblis itu sendiri bisa berubah dalam bentuk manusia.
Kita di dalam (nasionalisme) Indonesia, bisa bersatu hidup dengan Bhineka Tunggal Ika-nya. Namun boleh jadi justru yang di “luar” lah yang kita khawatir terus tak henti-hentinya (seolah tak pernah bisa tidur) untuk melakukan cara-cara memecah-belah bangsa yang didukung dengan kekuatan keuangan, teknologi maupun komunikasi (mass media). Dengan kekuatan itulah mulai di bangun “proyek” memecah belah bangsa Indonesia dengan NKRI-nya dengan menerapkan RJJP.

Empat Pilar
Salah satu upaya untuk “melawan” niat buruk (memecah belah bangsa) Iblis ini maka sangat diperlukan “sosialisasi” Empat Pilar yang tak kenal henti, yaitu dengan memasukkan empat pilar kedalam sistem pendidikan nasional kita yang dikemas secara baik dan kekinian. ” Ah itu berlebihan!” Nah, inilah kalimat pertama biasanya yang dilontarkan oleh anasir-anasir yang diduga sebagai “radar” yang ada di dalam Negara kita untuk melemahkan dan ini bagian dari RJJP-nya, yaitu menggunakan “orang dalam” yang bisa di manfaatkan dengan baik untuk melemahkan kewaspadaaan nasional kita.
Tidak sedikit kata-kata pelemahan muncul ketika seorang pejabat Negara membuat statement tentang kewaspadaan nasional, yang nada pelemahan itu justru dari kalangan intelektual kadang bahkan “lulusan” luar negeri! Bangsa Indonesia jangan terlalu mendewakan “gelar” luar negeri sekarang, jangan melihat orangnya, tapi coba perhatikan perkataannya, sejauhmana manfaatnya bagi bangsa dan negara. Dengan enteng terkadang seseorang mudah saja mengatakan: “Ah sudah usang itu empat pilar”. Terlihat enteng, tapi ini sungguh-sungguh cara pelemahan atau pengkhianatan yang nyata!
Dalam perjalanan bangsa ke depan, bangsa Indonesia tidak boleh lengah. Ancaman-ancaman dari luar maupun (diduga) sudah ada bibitnya yang tumbuh di dalam, untuk memecah-belah keutuhan NKRI, mau tidak mau empat pilar harus secara terus menerus disosialisasikan, di bumikan dan di amalkan oleh masyarakat, bangsa dan Negara.

Aparat Pemerintah
Para penyelenggara Negara, baik kalangan eksekutif, legislative dan yudikatif semuanya adalah aparat Negara harus yang lebih dahulu “memahami” maksud, tujuan dan makna empat pilar di negeri ini. Aparatur pemerintah adalah terdepan dan berani “meluruskan” setiap kali terjadi pembengkokan, penyelewengan terhadap empat pilar ini. Rasa nasionalisme TNI dan POLRI wajib di atas rata-rata rakyat dan bangsa Indonesia. TNI dan POLRI adalah dwi tunggal dalam menghadapi setiap rongrongan yang bersifat menggoyahkan, atau sikap dan tindakan memecah belah NKRI.
Rongrongan terhadap NKRI yang paling dahsyat adalah masalah ekonomi (baca: duit!). Dengan duit: banyak orang lupa bahwa dirinya adalah penegak hukum; bahwa dirinya adalah anggota Dewan yang terhormat; banyak orang lupa bahwa dirinya adalah seorang “pejabat” Negara, bahkan, banyak orang rela diperintah oleh si pemberi duit, untuk melakukan apa saja, termasuk diduga untuk memecahbelah NKRI! Namun jika jiwa Pancasila-nya benar-benar hidup, maka tidak ada aparat pemerintah yang “gelap mata” hingga mengorbankan bangsa dan negaranya. Apalagi semangat “Saya Indonesia, Saya pancasila” sudah bergema kembali mulai 1 Juni 2017 lalu! Semua harus berbenah, semua harus “bangun dari tidurnya” untuk mengamalkan Empat Pilar secara konsekuen, bersih dan berani demi mempertahankan dan melestarikan NKRI. ***

Posting Komentar

0 Komentar