Saat Kebijakan Imigrasi Permudah Pembayaran e-Visa Terbentur Dengan Peraturan Menkeu

Pelayanan KITAS di Kantor Imigrasi (Foto:dok)
Jakarta, KORANTRANSAKSI.com – Pihak Imigrasi meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan kebijakan untuk mempermudah e-Visa, lantaran saat ini, layanan e-Visa sudah berjalan dengan lancar. Akan tetapi, pembayaran harus manual sehingga berujung dengan proses e-Visa yang tidak maksimal, dan wisatawan pun menumpuk di Bandara. Imigrasi sudah menyurati Kemenkeu pada 22 Februari 2022, yaitu soal Biaya Transaksi Pembayaran PNBP e-Visa yang Dibayar Langsung oleh WNA di Luar Negeri. Langkah itu dilakukan jauh-jauh hari sebelum Presiden Jokowi menegur lambatnya proses visa.

"Imigrasi menyampaikan dalam rangka meningkatkan kemudahan, Imigrasi menyediakan layanan e-Visa secara online sehingga diharapkan PNBP e-Visa dapat dibayar secara langsung oleh Warga Negara Asing (WNA) di luar negeri," demikian bunyi surat Imigrasi yang dikutip oleh tim KORANTRANSAKSI.com.

Belum bisanya pembayaran e-Visa karena terantuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 225/PMK.05/2020 tentang Sistem Penerimaan Negara secara Elektronik, Collecting Agent (Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan LPL), dan Pihak Lain. Intinya, yang bekerja sama dengan Collecting Agent dilarang mengenakan biaya transaksi setoran penerimaan negara kepada wajib pajak/bayar/setor.

"Ditjen Imigrasi mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar biaya transaksi yang sudah lazim berlaku pada Collecting Agent, Payment Gateway, atau pihak lain di luar negeri kiranya dapat diperbolehkan untuk memudahkan pembayaran PNBP e-Visa secara langsung oleh WNA di luar negeri, termasuk menggunakan kurs yang berlaku pada lembaga settlement di luar negeri tersebut dapat dibebankan pada WNA dengan tidak mengurangi tarif PNBP e-Visa yang akan dibayar oleh WNA pemohon visa ke kas negara," urainya.

Atas surat tersebut, Kemenkeu akhirnya melakukan rapat bersama dengan Imigrasi pada April 2022. Hasilnya masih ngambang, yaitu:

1. Terkait pengaturan biaya MDR, Bank Indonesia hanya mengatur MDR untuk transaksi domestik dengan kartu debit GPN dan QRIS, sedangkan MDR kartu kredit bersifat business to business (B2B) yang ditetapkan oleh perusahaan principal kartu kredit, seperti: Visa Card, Mastercard, Union Pay, JCB, American Express, dan lain-lain tidak diatur oleh Bank Indonesia.

2. Perlu pembahasan lebih lanjut antara: Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Imigrasi, Bank Indonesia, dan Collecting Agent (Bank Himbara sebagai Bank Persepsi dan Lembaga Persepsi Lainnya yang telah memiliki Kanal Kartu Kredit) terkait model bisnis pembayaran PNBP e-Visa dengan kartu kredit dan principal apakah dapat dibebaskan dari biaya MDR atau tidak.

3. Penyetoran PNBP melalui Simponi dengan Rupiah telah sesuai tarif yang ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan. Isu kurs seharusnya tidak ada karena dana yang diterima sudah dalam mata uang rupiah.

Hasil rapat bersama itu tidak berujung sehingga Presiden Jokowi menegur Imigrasi agar mempermudah layanan pembuatan visa. Padahal, bila pembayaran e-Visa sudah bisa online, proses e-Visa bisa berjalan setelah pelancong membayar lewat online dengan kartu kredit atau pembayaran lainnya.

"Salah satunya agar model pembayaran visa yang ramah dan fleksibel dengan mengubah PMK itu. Jadi orang bisa mengajukan visa sambil tiduran sebelum berangkat dan langsung bayar, tidak perlu antre," kata Sekjan Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), M Rachmad.

Di Turki, kata Rachmad, visa dilakukan dengan menggunakan seluruh mata uang dari seluruh negara di dunia sehingga wisatawan datang berbondong-bondong ke Turki dan meraup pendapatan dari bisnis wisata dari pengurusan visa berkali-kali lipat dari Indonesia. "Jadi calon wisatawan sambil ngopi di kafe atau tiduran bisa mengajukan visa ke Turki memakai kartu kredit atau pembayaran digital lain," ucap Rachmad. (TIM/RED)

 

Posting Komentar

0 Komentar