#TemanTapiMenikah, Lalu di Mana Masalahnya?

Cover Film #TemanTapiMenikah (Foto:dok)


Jakarta,KORANTRANSAKSI.Com - Satu lagi film Drama Percintaan di  Indonesia yang tak peduli konteks - bak dunia milik berdua, konteks dan hal penting lainnya cuma ngontrak. ya film #TemenTapiMenikah, film yang diangkat dari kisah sekaligus buku laris Ayudia Bing Slamet dan suaminya Ditto Percussion ini berjudul sama.

Dua selebritas ini rupanya sudah berteman sejak SMP, tetapi nasib Ditto—yang lebih dulu jatuh hati pada Ayu—harus terjebak dalam wilayah pertemanan (friendzone) selama 12 tahun. Ia harus menunggu selama itu karena takut ditolak, tak rela kehilangan kesempatan untuk terus dekat dengan sang sahabat.

Film yang dibintangi oleh beberapa seleb papan atas seperti Adipati Dolken dan Vanesha Prescilla tersebut mampu menarik perhatian dari warganet tersebut.

Adipati Dolken pakai wig jelek—yang kelihatan tak cocok dengan bentuk kepalanya—lalu dengan gaya bicara yang dicadel-cadelkan, dan tangan yang mengepit ketiak seperti boneka unyil, ia memerankan Ditto Percussion yang masih anak SMP.

Seolah-olah dandanannya tak bikin risih mata dan logika, tubuh jangkung Adipati makin terlihat menjulang ketika dia bertemu Vanesha Prescilla, yang memerankan Ayudia Bing Slamet versi SMP. Aktor 26 tahun itu mungkin memang terlihat lebih muda dari usia sebenarnya, tapi bukan berarti sampai separuh umur begitu.

Untungnya, Vanesha masih tertolong untuk dipaksa "kelihatan" seperti anak SMP.

Film ini mengangkat kisah antara Ditto Percussion dan Ayudia Bing Slamet yang sudah lama berteman sehingga mereka berdua pun terjebak dalam suasana pertemanan (Friendzone) selama kurang lebih 12 tahun. Ia harus menunggu selama itu karena takut ditolak, tak rela kehilangan kesempatan untuk terus dekat dengan sang sahabat.

Konflik utama mutlak hanya karena Ditto berhasil memendam perasaannya 12 tahun. Dan bukannya dicap cemen atau chicken, film justru membingkai pilihan Ditto sebagai resolusi berfaedah yang mengajarkan: sabar.

Keseluruhan film dipacak lewat perspektif Ditto. Adegan pertamanya adalah dentuman ritme perkusi dibalut gaya Kubrick, demi menguatkan latar belakang Ditto yang ahli perkusi. Cukup kuat dan menarik sebagai adegan pembuka. Alurnya juga dibuat maju-mundur, dengan sinematografi bernada sepia—yang ingin bilang kalau plot film ini adalah peristiwa masa lalu. Nada sepia itu nantinya akan hilang di adegan terkahir.

Perintilan-perintilan ini jadi poin positif untuk Rako Prijanto, sang sutradara.

Lewat satu-dua poin kecil itu, kita tak bisa mengelak kalau ia cukup kreatif mengolah naskah dan novel adaptasi yang amat biasa-biasa saja ini. Prianto juga memangkas jumlah sebenarnya pacar Ayu dan Ditto, seperti yang tertulis di novel. Keputusan itu jadi cukup baik, sehingga bencana kebosanan yang terkandung dalam cerita cinta Ditto dan Ayu lumayan tertolong—ya, lumayan. (TIM)

Posting Komentar

0 Komentar