Menkeu Sri Mulyani: Jadikan APBN Instrumen Fiskal Terpercaya

Presiden joko Widodo (kiri), Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan), dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah).
Presiden joko Widodo (kiri), Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan), dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah).
Dengan penyusunan APBN yang lebih realistis, maka APBN tidak hanya menjadi instrumen yang bisa membawa dampak positif terhadap pembangunan, namun juga bisa menjawab persoalan terkait kesenjangan, kemiskinan maupun pengangguran. 
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan pengelolaan APBN dengan lebih akuntabel menjadi penting karena saat ini kondisi lebih transparan dan defisit anggaran harus dijaga agar tidak melebihi target yang diperkenankan dalam UU yaitu tiga persen terhadap PDB.
Sri Mulyani menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menjadi instrumen fiskal yang terpercaya dan kredibel agar berdampak positif kepada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
"Kami ingin APBN menjadi instrumen fiskal yang kredibel, yaitu yang dipercaya. Kalau dipercaya, artinya what you say, its what to happen," kata Sri Mulyani dalam acara Rapat Kerja Kementerian Keuangan 2017 di Jakarta, belum lama ini.
Sri Mulyani menambahkan, upaya itu telah dilakukan pemerintah tahun lalu dengan melakukan penyesuaian dalam postur belanja kementerian lembaga, setelah penerimaan dari sektor pajak diperkirakan tidak mencapai target karena berbagai hal.
"Dalam mengelola APBN, penerimaan tidak harus persis, tapi belanjanya persis. Jadi hidup kita jadi tidak pasti, maka ini harus kita kelola. Kami belajar sangat banyak dari 2016. Kami harapkan 2017, bisa tercipta kepastian yang lebih baik," ujarnya.
Sri Mulyani memastikan salah satu upaya untuk menjaga kinerja anggaran agar lebih kredibel adalah dengan melakukan optimalisasi penerimaan pajak, yang selama ini realisasinya selalu di bawah target yang ditetapkan dalam APBN.
"Pajak terhadap PDB hanya 10 persen atau hampir 11 persen. Indonesia termasuk yang sangat kecil tax rationya. Orang katakan itu jelek, atau potensi untuk menjadi bagus. Saya ingin kita implementasikan keduanya, dengan menaikkan kemampuan untuk meningkatkan penerimaan," katanya.
Selain itu, tambah dia, mewaspadai risiko global dengan memperhatikan kondisi ekonomi di Amerika Serikat maupun Tiongkok juga penting, karena secara tidak langsung hal tersebut bisa mempengaruhi kondisi kredibilitas APBN.
"Lingkungan global masih sangat tidak pasti, dan saya lihat pertumbuhan ekonomi di 2014-2016 masih early recovery, maka perlu berhati-hati untuk desain APBN 2017. Apalagi ada faktor shock karena penerimaan negara tidak mencapai target," kata Sri Mulyani.
Dengan penyusunan APBN yang lebih realistis tersebut, maka APBN tidak hanya menjadi instrumen yang bisa membawa dampak positif terhadap pembangunan, namun juga bisa menjawab persoalan terkait kesenjangan, kemiskinan maupun pengangguran.
Sri Mulyani mengungkapkan sejumlah alasan dirinya membuat prediksi (outlook) sendiri dalam menjalankan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016. Outlook tersebut dibuat di luar payung hukum Undang-Undang APBNP.
Menurut Sri Mulyani, sejak dirinya resmi ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi bendahara negara, ia langsung melakukan sejumlah perombakan dalam pos-pos belanja dan penerimaan negara yang dirancang oleh Menteri sebelumnya Bambang P.S. Brodjonegoro.
Di dalam outlook APBNP 2016, Sri Mulyani memangkas proyeksi pendapatan negara dari Rp1.786 triliun menjadi hanya Rp1.542 triliun. Dengan penerimaan yang diproyeksi meleset, ia pun menghemat belanja negara sebesar Rp223 triliun dari Rp2.082 triliun menjadi Rp1.898 triliun.
"Sebelumnya enam bulan yang lalu, Juli 2016, ada seorang perempuan tiba-tiba disuruh jadi Menkeu, seminggu setelah itu ia mengatakan APBNP ini penerimaannya sulit dicapai. kalau belanja tetap dirancang Rp 2 ribu triliun, defisitnya akan 3 persen dan itu melanggar UU keuangan negara," ujar Sri Mulyani.
Proyeksi itu lalu ia sampaikan kepada Jokowi untuk mendapatkan persetujuan memangkas belanja. Hal ini dilakukan agar APBN tetap dalam kondisi yang stabil dan tidak tertekan. Ia menganalogikan mengelola keuangan negara sama dengan menjual obat yang dituntut harus kredibel dan dapat dipercaya.
"Di 2017 harus kita jadikan APBN yang kredibel. Karena kita tidak hanya bicara tabel, tapi bicara politik, hukum, dan lainnya," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Hingga akhir 2016, realisasi APBNP 2016 pun tidak seluruhnya mampu tercapai. Pemerintah menutup tahun dengan defisit anggaran mencapai 2,46 persen. Berdasarkan hasil realisasi penerimaan perpajakan (unaudited) 2016, penerimaan pajak non migas yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak hanya mencapai Rp997,9 triliun. Itu berarti, turun 4,9 persen kalau dibandingkan dengan realisasi penerimaan 2015 yang sebesar Rp1.060,8 triliun.
Namun, apabila digabung dengan hasil dari pengampunan pajak, penerimaan pajak non migas yang dipungut oleh Ditjen Pajak mencapai Rp1.104,9 triliun. Ini berarti, tambahan dari tax amnesty yang telah bergulir selama enam bulan terakhir berhasil menyumbang penerimaan negara hingga Rp107 triliun.

Mengelola Keuangan Negara
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan bawahannya untuk berhati-hati dalam mengelola dan menyusun keuangan negara. Menurutnya, mengelola keuangan negara tidak seperti tukang obat yang hanya asal bicara namun belum tentu bisa dibuktikan.
Sri mengungkapkan, setiap keputusan yang dikeluarkan akan diuji dan dipertanggungjawabkan di masa depan. Hal ini merujuk pada penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. "Jadi pengelola negara enggak bisa seperti tukang obat. Apa yang Anda bilang akan diuji," katanya.
Agar pengelolan keuangan negara berjalan dengan baik, Sri Mulyani juga melakukan gebrakan. Misalnya, dalam mengantisipasi di berbagai sektor, Sri Mulyani belum lama ini mengumpulkan para analis dari perusahaan-perusahaan sekuritas dan perbankan di kantor Kementerian Keuangan. Pertemuan analis (analys meeting) tersebut membahas seputar APBN 2017.
Dalam acara dihadiri para pejabat Eselon I Kementerian Keuangan yakni Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara, Direktur Jenderal Anggaran Askolani, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Sonny Loho, Direktur Jenderal Bea dan ‎Cukai Heru Pambudi, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan.
Hadir juga Ketua Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani. Sementara ekonom yang datang, Kepala Ekonom PT Bank Danamon Tbk Anton Hendranata, Ekonom Senior PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro, Ekonom Senior Standard Chartered Bank Aldian Taloputra, lainnya. (RN/SN/TIM)

Posting Komentar

0 Komentar