Menaker Berdayakan TKI Lewat Program Desa Migran Produktif

Menaker M. Hanif Dhakiri mencanangkan Program Desa Migran Produktif (Desmigratif) di Desa Kenanga, Indramayu, Selasa (27/12/2016).
INDRAMAYU, KORANTRANSAKSI.com - Pemerintah terus berupaya meningkatkan pelayanan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia. Salah satunya adalah program Desa Migran Produktif (Desmigratif), yang merupakan terobosan Kemnaker untuk ditujukan bagi desa yang menjadi kantong-kantong Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan Desmigratif merupakan pelayanan dan perlindungan TKI secara terpadu dan berbasis desa. Program ini terdiri dari seperangkat rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu antara Kemnaker, beserta seluruh kementerian dan lembaga terkait juga peran serta aktif pemerintah desa. Sasarannya yaitu TKI yang akan berangkat ke luar negeri, TKI Purna, dan keluarga TKI.
“Menjadi TKI ke luar negeri adalah hak setiap orang dan menjadi TKI merupakan pilihan. Negara hadir untuk melayani dan melindungi TKI sejak pra, hingga kembali ke daerah asal harus aman, cepat, mudah dan berbiaya murah, Semua dilakukan sejak dari unit terkecil yaitu dari Desa.” kata Menaker dalam sambutannya di acara pencanangan Program Desa Migran Produktif (Desmigratif) di Desa Kenanga, Indramayu, Selasa (27/12/2016)
Menaker menjelaskan ada empat kegiatan utama dalam program desmigratif ini. Pertama, pusat layanan migrasi dimana orang atau warga desa yang hendak berangkat ke luar negeri mendapatkan pelayanan di balai desa melalui peran dari pemerintah desa. Informasi yang didapatkan antara lain informasi pasar kerja, bimbingan kerja, informasi mengenai bekerja ke luar negeri dan lain-lain termasuk pengurusan dokumen awal.
Kedua, kegiatan yang terkait dengan usaha produktif. Ini kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu pasangan dari TKI yang bekerja di luar negeri agar mereka ini memiliki keterampilan dan kemauan untuk membangun usaha-usaha produktif. Kegiatan ini mencakup pelatihan untuk usaha produktif, pendampingan untuk usaha produktif, bantuan sarana produktif hingga pemasarannya.
“Sehingga nantinya pada saat TKI yang bekerja di luar negeri mengirimkan uangnya atau sudah kembali ke desa maka sudah ada basis usaha produktif yang bisa di bangun antara TKI dengan keluarganya di desa,” ungkapnya.
Ketiga, kegiatan untuk menangani anak-anak TKI atau anak-anak buruh migran dalam bentuk community parenting. Dengan kegiatan ini anak-anak TKI diasuh bersama-sama oleh masyarakat dalam suatu pusat belajar-mengajar. Dalam konteks ini orang tua dan pasangan yang tinggal di rumah diberikan pelatihan tentang bagaimana membesarkan atau merawat anak secara baik agar mereka ini bisa terus bersekolah mengembangkan kreatifitasnya sesuai dengan masa kanak-kanak mereka.
Keempat, penguatan usaha produktif untuk jangka panjang dalam bentuk koperasi usaha. Koperasi TKI yang kuat bisa jadi fasilitator pengembangan usaha produktif di masyarakat ataupun kepentingan lain seperti tabungan dan investasi.
Pada pelaksanaannya, dari 50 kabupaten yang menjadi kantong-kantong TKI telah ditetapkan  2 desa yang menjadi percontohan program yaitu Desa Kenanga di Indramayu dan Desa Kuripan di Wonosobo.
Di tahun 2017 akan ada 100 desa yang akan menjadi Desmigratif di 50 Kabupaten/Kota dan khusus di wilayah Nusa Tenggara Timur akan dibentuk 20 Desmigratif dari 10 Kabupaten/Kota Kantong TKI. Beberapa kabupaten tersebut antara lain yang berada di provinsi Sumatera Utara, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.Sedangkan target hingga tahun 2019 adalah 500 desa desmigratif dari 200 kabupaten/kota.
Desa Kenanga, Indramayu yang menjadi desa percontohan telah mendapatkan pelatihan pembuatan produk dari potensi desa yang dimiliki seperti kerupuk kulit ikan, kerupuk udang, keripik manga, manisan manga, dodol mangga, sirup mangga, baso soji, abon sapi, dan rempeyek. Sedangkan di Desa Kuripan, Wonosobo pelatihan yang didapatkan antara pengolahan salak, singkong, daging ayam, telur puyuh serta memberikan pelatihan keterampilan membatik. Kedua desa juga mendapatkan pelatihan pengemasan sampai dengan pemasaran produk. Pelatihan melibatkan Balai Besar Perluasan dan Kerja Lembang, BLK Semarang, dan Asosiasi Pemandu Wirausaha Indonesia.

Menekan Angka TKI Non-Prosedural
Program Desmigratif juga memiliki manfaat selain memberdayakan TKI mulai dari desa. Menaker mengungkapkan program ini dirancang sekaligus untuk menekan jumlah TKI Non-Prosedural yang termasuk dalam kategori tindak pidana perdagangan manusia (human trafficking) yang kerap melibatkan masyarakat desa sebagai korbannya.
“Melalui pusat layanan migrasi di desa kita percaya bahwa pencegahan TKI non-prosedural bisa di tekan karena selama ini calo-calo banyak beredar di desa dan calo-calo ini atau sponsor juga merekrut warga desa untuk kepentingan kerja di luar negeri.”
Pemerintah mengharapkan dukungan semua pihak agar Desmigratif ini bisa berjalan secara maksimal untuk peningkatan kualitas migrasi pelayanan migrasi dan perlindungan migrasi. Hal tersebut dilakukan agar semua yang terkait dengan migrasi ke luar negeri bisa berlangsung secara cepat, mudah, murah dan aman.
Di program ini Kemnaker menggandeng dua perusahaan BUMN yaitu Telkom dan BNI. Telkom akan memberikan dukungan dalam pengembangan Kampung Digital dan penyediaan teknologi informasi untuk peningkatan kewirausahaan Desmigratif salah satunya melalui pemasaran online. Sementara BNI akan mendukung dalam pengelolaan Rumah Belajar Desmigratif sebagai sarana edukasi masyarakat.
Dalam pencanangan Menaker turut menyaksikan penyerahan simbolis Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat untuk anak dan keluarga TKI.  Turut hadir dalam acara jajaran pejabat Kemnaker, Bupati Indramayu, perwakilan Telkom dan BNI, perwakilan World Bank, anggota DPR-RI, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Kepala Desa Kenanga, Kepala Dinsosnakertrans Indramayu, dan warga desa. (RN/Hms)

Posting Komentar

0 Komentar