Potret Kemiskinan di Indonesia. |
Jakarta,
Trans
– Kalau hanya dengan penerimaan pajak yang cukup dan belanja tepat sasaran,
angka kemiskinan bisa dipangkas. Rasio pajak terhadap PDB atau tax ratio
Indonesia yang baru 11%. “ Maka dengan semangat
gotong royong mampu mengentaskan kemiskinan. Salah satu wujud gotong royong
adalah membayar pajak dengan benar “
Pada
Maret 2016, penduduk Indonesia yang masuk kategori miskin absolut adalah
10,86%. Pemerintah menargetkan pada akhir 2017 penduduk miskin turun menjadi
10% dan pada 2018 tinggal 7-8%. Namun, bersamaan dengan penurunan penduduk
miskin, tingkat kesenjangan juga membesar. Pada Maret 2016, rasio Gini di
Indonsia 0,40, turun dari 0,41 tahun lalu.
Agar pencapaian sasaran, mari kita tunjukkan
semangat gotong royong kita dengan membayar pajak dengan benar, ujar Menteri
Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada acara Supermentor-16 End Poverty:
Untuk itu bisakah Umat Manusia Mencapai Nol Persen Kemiskinan di Abad 21?,
tandas Sri Mulyani.
Acara yang
digagas Chairman Foreign Policy Community of Indonesia Dino Patti Djalal ini
juga menghadirkan Kepala Ekonom Bank Dunia Vivi Alatas, Kepala Perwakilan Bank
Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves, duta UNDP Reza Rahadian, dan Dubes Australia
untuk Indonesia Paul Grigson.
Sebagaimana yang
dikemukan Sri Mulyani, pajak yang cukup untuk membiayai pembangunan, juga
merupakan wujud kedaulatan negara. Pajak yang rendah membuat negara terjebak
dalam belitan utang besar dan kesulitan membiayai program yang menyangkut nasib
rakyat, khususnya rakyat miskin. Negara tetangga, seperti Filipina, tax
ratio-nya sudah 12,9% pada 2012. Pada tahun yang sama, tax ratio Malaysia
mencapai 16,1% dan Thailand sebesar 16,5%.
Untuk
mendongkrak penerimaan pajak, pemerintah menggulirkan program amnesti pajak
(tax amnesty/TA). Pogram ini bertujuan memutuskan mata rantai ketidakpercayaan
antara pemerintah dan pembayar pajak serta menciptakan tradisi membayar pajak.
TA juga menjadi momentum bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memperbaiki
administrasi perpajakan, meningkatkan kredibilitas dengan membersihkan diri
dari unsur korupsi. "Ke depan, DJP harus menjadi lembaga terpercaya dan
itu bukan tugas ringan," ungkap Sri Mulyani.
Pajak terkumpul,
yang merupakan wujud semangat gotong rotong, demikian Menkeu, harus
dibelanjakan dengan benar agar redistribusi benar-benar terwujud. Pemerintah
berusaha dengan cermat mendesain belanja yang baik agar rakyat miskin juga mengalami
perbaikan kesejahteraan.
"Belanja
yang salah adalah masalah besar dan itulah yang selama ini kita alami. Karena
itu, pemerintah berusaha mendesain dengan cermat dan mengeksekusi dengan tepat
rencana belanja dana APBN," ungkap Sri Mulyani. Pada masa lalu, subsidi
BBM yang terlalu besar adalah contoh belanja yang salah. Ke depan, pemerintah
terus mempertajam mata anggaran belanja agar seluruh rakyat, terutama yang
miskin dan tertingal, ikut menikmati.
Belanja
pemerintah, kata Menkeu, diarahkan untuk mendongrak laju pertumbuhan ekonomi,
memangkas kemiskinan, dan mempersempit kesenjangan sosial. Belanja APBN akan
diarahkan, terutama, untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan,
dan masyarakat perdesaan. Infrastruktur dimaksud, bukan hanya infrastruktur
transportasi, energi, dan telekomunikasi, melainkan juga infrastruktur dasar,
seperti air bersih dan sanitasi.
Seluruh rakyat
Indonesia hendaknya sudah mengetahui kemudahan yang disiapkan pemerintah, yakni
Kartu Indonesia Pintar, Kartu Sehat, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan berbagai
jenis program pemerintah untuk membantu warga menengah-bawah.
Pada kesempatan yang
sama, Kepala Ekonom Bank Dunia Vivi Alatas mengimbau semua pihak untuk menjadi
connector, yakni pihak yang menyampaikan berbagai informasi penting kepada
rakyat tentang berbagai program yang disiapkan pemerintah untuk rakyat. SN/RN
0 Komentar