Pemilik Unit Walk Out RUTA Apartemen Bogor Valley Memanas

setelah walk out, para peserta RUTA lakukan Press Konfrens (Foto:Rechan)


Bogor Raya, Koran Transaksi.Com  Era modern banyak menimbulkan berbagi macam life style yang berkembang di Indonesia, diantaranya dalam menentukan tempat hunian baik untuk sementara maupun tetap. Tidak sedikit perusahaan pengembang/kontraktor berlomba menciptakan hunian seperti rusun/apartemen yang menyediakan fasilitas lengkap guna daya tarik calon penghuni. Kurangnya sosialisasi dalam mareketingnya, alih-alih menjadi preseden buruk dan menimbulkan berbagai macam polemik yang terjadi dikemudian hari.

Jumat (11/05/2018) Ketegangan sulit dihindari. Terjadi perbedaan tajam antara para penghuni versus pengurus. Itulah suasana panas yang terjadi di Apartemen Bogor Valley yang berlokasi di Jl. Raya Sholeh Iskandar No. 5 – Kel. Kedung Badak, Kec. Tanah Sereal – Bogor.

Untuk itu, dalam rapat umum tahunan anggota (RUTA) pada 5 Mei lalu, para penghuni mendesak Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) selaku pengurus aprtemen untuk menyampaikan sikap trasparansi itu. Sikap ini dimaksudkan untuk hindari potensi atau kemungkinan penyalahgunaan, minimal, terdapat beban ganda atas pengutan biaya selama ini. “Kami tak keberatan dengan beban biaya yang ada selama ini”, ujar di antara penghuni apartemen Bogor Valley.

Namun demikian – lanjutnya – kami memerlukan tranparansi, baik rinciannya, penggunannya dan ke mana retribusinya selama ini. Namun, niat baik penghuni justru disikapi keliru oleh para pengurus. Para penghuni menjadi kesal dan marah karena niat baiknya bukan hanya tidak ditanggapi secara proporsional, tapi terindikasi adanya ketidakjelasan status penghuni yang kemudian menguasai keberadaan Apartemen Bogor Valley itu.

Diantaranya ada pengurus bukan penghuni apartemen. “Hal ini jelas-jelas menunjukkan indikasi kuat adanya eksploitase tata-kelola. Hal ini pula yang harus dilawan”, ujar salah satu penghuni. Menghadapi keecurigaan penghuni itu, di antara pihak pengurus berusaha mengulur waktu rapat saat dilakukan RUTA. Arahnya jelas: agar tidak berlangsung RUTA. Sementara, hasil RUTA sungguh diperlukan. Agar tercatat transparansi itu, sehingga semua penghuni jelas konsekuensinya selama menghuni di apartemen itu.

Keinginan penghuni Apartemen Bogor Valley tidak kesampaian. Peserta RUTA tidak bisa menunggu rapat yang sempat diskors sekitar dua jam. Ketika rapat dibukan kembali, hampir semua penghuni apartemen itu telah berada di luar lokasi (meninggalkan arena). Sementara, yang masuk kembali ke ruangan diduga kuat adalah para “penghuni” apartemen yang notabene bukan penghuni. Dan hal ini menggambarkan setting kondisi yang tidak fair.

“Apapun permainan liciknya, justru akan membuat kondisi Apartemen Bogor Valley akan terus memanas. Tidak akan pernah kondusif. Setiap saat akan terus terjadi gejolak sampai ada solusi yang transparan dan fair. Implikasi ke depannya jelaslah merugikan pihak apartemen. Jika posisinya sebagai penyewa, maka mereka tak akan betah tinggal di apartemen itu. Dan jika ia sebagai pemilik, ia pun akan berpikir bagaimana melepaskan unitnya. Semuanya hanya menunggu waktu. Pada saatnya, Apartemen Bogor Valley itu akan sepi. Inilah implikasi dari ketidaktransparanan tata-kelola apartemen”, papar di antara penghuni yang sangat kecewa dengan permainan tata-kelola apartemen itu.

suasana peserta RUTA tinggalkan ruangan Rapat(Foto:rechan)

UU No. 20/11 tentang Rumah Susun Pasal 75 menjelaskan bahwa, pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) paling lambat sebelum masa transisi sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat (2) berakhir paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali sarusun kepada pemilik.
Didalam Pasal 74 Ayat (2) menyatakan, P3SRS beranggotakan pemilik atau penghuni yang mendapat kuasa dari pemilik sarusun, lalu Ayat (3) menyatakan, P3SRS diberi kedudukan sebagai badan hukum berdasarkan undang – undang. 
Rapat Umum Tahunan Anggota (RUTA) P3SRS Apartemen Bogor Valley pada hari Jumat 11 Mei 2018 di Marcopolo Waterpark Bukit Cimanggu City, disinyalir adanya permainan pengelola dan terkesan menipu penghuni rusun/apartemen. 
Apartemen Bogor Valley, berpenghuni resmi lebih dari 170 orang itu – selama ini – diperlakukan ketentuan yang tidak transparan. Selain protes soal pungli, banyak biaya seperti listrik, PAM, kebersihan dan keamanan dibebankan pada penghuni tapi tak jelas rinciannya dan ke mana hasil pembayaran itu diserahkan, apakah masuk ke “kantong” managemen pengelola, atau terdapat retribusi kepada Pemerintah Daerah.
Menurut Ria dalam keterangan persnya mengatakan, “ selama pemilihan periode 2015-2018, pengelola tidak melibatkan warga. Sehingga biaya bulanan angkanya sangat fantastis “ Banyak kejanggalan ditemui, mulai dari registrasi bukan penghuni demi mendapat suara tinggi, rappat sempat di luar Kota bogor tidak seusai aturan, bahkan tidak ada laporan baik pertahun maupun perbulan mengenai iuran yang diterima. Pengelola P3SRS sekarang tidak memiliki unit di Bogor Valley.  Kami memiliki bukti yang belum terjual sampai total pemilik unit “, ungkap ria.
Ungkapan penghuni lainnya, Johan Wirjanto mengatakan, “ Pengelolaan yang tidak melibatkan penghuni berdampak pada tingginya Iuran Pengelola Lingkungan (IPL), bila dibandingkan harga permeter pengelolaan di Depok dan Jakarta kisaran Rp 7000-Rp10.000 permeternnya, sedangkan saat ini di Bogor Valley sudah mencapai Rp 13.000 atau kurang lebih Rp1 juta perbulan. Bahkan asuransi ditagih, tapi tidak dikasih polisnya, ini sama dengan pungli,” katanya.
Sekertaris Petisi Pemilik Apartemen, Agus S Kadda, menuding “ Rapat pemilihan didesain agar pemilik suara warga tidak terwakili, mereka memasang kuasa dari setiap unit sehingga mencapai suara mayoritas dan memasukan hotel “. Sedikitpun kami sebagai pemilik tidak ada peluang suara, maka kami walk out. Ini pemain kakap. Mereka akan terus menarik IPL sesuka hatinya, kami tidak ada yang tahu pengelolaan hotel digabung dispanduk tertulis rapat Hunian dan Non Hunian,” pungkasnya.

Untuk itu kami para pemilik Apartemen Bogor Valley, (1) sepakat melakukan tuntutan , agar laporan keuangannya wajib dilakukan audit keuangan oleh kantor Akuntan Publik yang berizin dan kredibel. (2) Setiap tahunnya dilakukan rapat tahunan untuk mengevaluasi, (3) Pemilik Apartemen harus dilibatkan dalam menyusun AD-ART P3SRS. (4) Pemilik harus dilibatkan dalam menentukan besaran biaya operasional pengelolaan apartemen yang dibebankan kepada pemilik. (5) Pemilik harus dibebaskan dari kewajiban membayar biaya parkir, minimum untuk 1 jenis kendaraan yang terdaftar.  (Rechan Nazar/Agus Wahid)

Posting Komentar

0 Komentar