Go-Jek Tulis 'Surat Cinta' untuk Uber, Apa Isinya?

Menkominfo Rudiantara dengan CEO dan pendiri GO-jek Nadiem Makarim dan Presiden Direktur PT Astra Internasional Prijono Sugiarto saat penandatanganan kerja sama. (Foto:dok)


JAKARTA, KORANTRANSAKSI.Com - Kesepakatan akuisisi Grab terhadap Uber menarik perhatian banyak pihak, termasuk kompetitor keduanya di Indonesia, Go-Jek. Baru-baru ini, Go-Jek mengunggah sebuah foto berisi ucapan terima kasih atas peran Uber dalam dunia teknologi, termasuk perkembangan bisnis ride-sharing.

Uber merupakan salah satu perusahaan yang mempopulerkan layanan ride-sharing di dunia. Sayangnya, persaingan yang begitu keras, membuat Uber kalah unggul dari rivalnya termasuk Grab dan Go-Jek.

Uber memutuskan keluar dari pasar ride-sharing Asia Tenggara, dengan menjual bisnisnya ke perusahaan asal Singapura, Grab. Harga penjualan masih dirahasiakan, tetapi Uber akan mendapatkan 27,5 persen saham di Grab, sebagai bagian dari kesepakatan akuisisi tersebut.

Uber mengumumkan kepergiannya dari pasar Asia Tenggara secara resmi beberapa hari lalu. CEO Uber, Dara Khosrowshahi, melalui email kepada para karyawannya, menggambarkan nilai akuisisi tersebut senilai "beberapa miliar dolar".

Ia juga akan berada di jajaran dewan direksi Grab. Selain itu, 500 karyawan Uber di Asia Tenggara akan dialihkan ke Grab. Sebagai bagian dari akuisisi, Grab juga akan mendapatkan bisnis pengiriman makanan milik Uber, UberEats, di Asia Tenggara.

"Saya tahu ada banyak kerja keras sebelum saya datang dan saya tahu operasional yang telah kalian bangun di delapan negara itu. Setelah berinvestasi sebesar US$ 700 miliar di wilayah tersebut, kita akan memegang saham senilai beberapa miliar dolar dan kepemilikan strategis yang kita yakini akan menjadi pemenang di kawasan global yang penting," tulis Khosrowshahi, seperti dikutip dari Recode.

Ini merupakan kali ketiga Uber meninggalkan pasar besar untuk kesepakatan serupa. Pada Agustus 2016, raksasa ride-sharing asal Tiongkok, Didi, mengakuisisi bisnis Uber di negara tersebut. Pada Juli 2017, Uber juga menarik operasionalnya dari Rusia karena bergabung dengan kompetitornya, Yandex Taxi.

"Wajar jika muncul pertanyaan apakah konsolidasi adalah strategi, mengingat ini adalah kesepakatan ketiga semacam ini, mulai dari Tiongkok ke Rusia, kini Asia Tenggara. Jawabannya adalah Tidak. Transaksi ini membuat kita dalam posisi untuk bersaing dengan fokus dan bobot nyata di pasar inti, tempat kita beroperasi, sambil memberikan kita saham berharga dan berkembang di sejumlah pasar besar dan penting, di mana kita tidak memilikinya," jelasnya. (TIM)

Posting Komentar

0 Komentar