AS Serang Iran Sebelum Pilpres AS 2020 ? (Oleh : Dasman Djamaluddin)


Catatan Awal Tahun Dasman Djamaluddin - Kematian pemimpin Pasukan Quds Garda Revolusi Iran, Jenderal Qassem Soleimani, meningkatkan suhu politik di Iran dan Irak. Jenderal Soleimani adalah seorang Iran yang baru saja  mendarat setelah melakukan perjalanan dari Suriah atau Lebanon sekitar pukul 12.30 pagi, ketika dia bertemu Abu Mahdi al-Muhandis, wakil komandan pasukan Mobilisasi Populer pro-Iran di Irak.

Sebagaimana telah diberitakan, mobil-mobil melewati area kargo untuk jalan akses yang menuju keluar dari bandara. Tiba-tiba kendaraan itu dihantam oleh setidaknya dua rudal drone MQ9 Reaper AS yang dikendalikan dari jarak jauh.

Setidaknya dua rudal ditembakkan ke kendaraan yang menewaskan jenderal dan penumpang lainnya. Serangan drone terjadi beberapa hari setelah pengunjuk rasa menyerang kedutaan AS di Baghdad.

Dikutip dari "The Sun," 4 Januari 2020, Ahman Khatami, seorang penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, mengeluarkan ancaman yang mengerikan bagi pasukan AS di Timur Tengah. Soleimani adalah otak dibalik operasi Garda Revolusi Iran di luar negeri.

Menurut laporan CNN, Pentagon mengatakan Soleimani dan pasukannya bertanggung jawab atas kematian ratusan anggota keamanan Amerika dan koalisi serta melukai ribuan lainnya. Dikenal sebagai "komandan bayangan" Iran, Soleimani, yang telah memimpin Pasukan Quds sejak 1998, adalah dalang operasi militer Iran di Irak dan Suriah.

Dikutip dari TIME, Soleimani, 62 tahun, memimpin Pasukan Quds, cabang Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab untuk operasi di luar negeri, mulai dari sabotase dan serangan teror hingga memasok milisi yang beroperasi sebagai pasukan pengganti Iran. Mayor Jenderal Qassem Soleimanidiketahui melapor dan mendapat perintah langsung dari dan kepada Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran, menurut Sky News. Republik Islam Iran dan Dewan Garda Revolusi Iran

Republik Islam Iran, yang diwakili Dewan Garda Revolusi Iran, menurut Kantor Berita Prancis (AFP), Senin, 8 April 2019, memang telah menuduh AS pendukung terorisme. Secara terbuka baru pertama kali ini Iran mengecam AS sebagai pendukung terorisme setelah sebelumnya Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Garda Revolusi Iran sebagai organisasi teroris.

"Tindakan tidak bijaksana dan ilegal ini merupakan ancaman terbesar atas stabilitas serta perdamaian regional dan dunia," jelas dewan. Sebaliknya AS melalui Kementerian Luar Negeri telah memasukkan organisasi seperti ISIS hingga Al Qaeda dalam daftar teroris.

Menurut beberapa kantor berita, sikap seperti ini merupakan kali pertama Negeri "Paman Sam" tersebut memasukkan pasukan resmi negara lain ke dalam daftar teroris. Namun demikian,  jika memasukkan ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) dan Al Qaeda bisa dibenarkan, karena ISIS itu baru berdiri tanggal 9 April 2013 dengan Abu Bakar Al-Baghdadi sebagai pendiri dan pemimpinnya. Sementara Al-Qaeda, benar menjadi salah satu penggerak ISIS. Awalnya datang dari Afghanistan dan mendirikan Negara Islam di Irak. Al-Qaeda bergabung juga dengan apa yang disebut Dewan Syuro Mujahidin Irak yang terdiri dari delapan milisi bersenjata.

Jika dikatakan baru pertama kali AS memasukan pasukan resmi begara lain, hal itu bisa dibantah. Coba lihat buku "Terrorist Grup Profiles," yang diterbitkan oleh pemerintah AS, November 1988, 131 halaman sudah banyak grup yang disebut AS sebagai Grup Teroris. Di antaranya Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). 

Keputusan Trump ini mengingatkan kita akan berbagai serangan ke berbagai negara yang dimulai pada bulan Ramadhan, bulan puasa. Hal ini pernah terjadi ketika AS meningkatkan pemusuhan di Teluk Persia ketika membantu Irak dalam Perang Irak-Iran selama delapan tahun. Waktu itu  Irak ingin merebut kota Faw dari tangan Iran. Kota Faw itu terletak di dekat Basrah di wilayah Irak. Pertanyaannya, kenapa AS selalu melakukan serangan di bulan Ramadhan? Apakah dikarenakan tenaga dan pikiran warga Muslim sedikit melemah karena berpuasa?

Dalam pernyataan resminya, Trump menjelaskan bahwa Garda Revolusi Iran merupakan alat utama Iran dalam "menerapkan segala kampanye teror di dunia". Ditambahkan Trump, aktivitas Garda Revolusi Iran ( IRGC) dan sekutunya menjadi subyek sanksi AS karena mendukung terorisme, kegiatan ilegal, maupun kekerasan terhadap HAM.

"Dipimpin Kementerian Luar Negeri, langkah ini mengakui kenyataan Iran tak hanya merupakan negara pendukung terorisme," kata Trump. Dia menjelaskan Garda Revolusi secara aktif juga mendanai, dan berpartisipasi dalam aksi teror itu sebagai kepanjangan tangan negara.

"Jika Anda berbisnis dengan IRGC, ketahuilah maka Anda tengah mendanai terorisme," ujar presiden ke-45 AS itu sebagaimana diungkapkan AFP.

Sama halnya ketika Irak diperintah Presiden Saddam Hussein. Tuduhan teroris pun sudah sering terdengar. AS berhasil menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein. Sekarang setelah pasukan AS yang didatangkan ke Irak dari Suriah, apakah memiliki tugas utama menjatuhkan Pemerintahan Iran sebagaimana dulu pernah menjatuhkan Pemerintahan Presiden Irak Saddam Hussein?

Posting Komentar

0 Komentar