![]() |
Mendikbud Muhadjir Effendy. |
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com
- Pameo lama rupanya tetap berlaku. Ganti menteri,
ganti kebijakan. Beberapa hari lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendy tengah mempersiapkan Peraturan Menteri (Permen) yang memperbolehkan
sekolah menghimpun dana dari masyarakat berdasarkan semangat gotong-royong.
Dana yang berhasil dihimpun, nantinya digunakan untuk mendukung kegiatan
belajar-mengajar di sekolah dan untuk kemajuan dunia pendidikan.
“Memang pada dasarnya dibolehkan sekolah menghimpun dana masyarakat
asal itu tidak memaksa, dan dalam rangka memperkuat kemampuan pendanaan sekolah
dalam rangka gotong-royong,” ujar Mendikbud saat menghadiri lokakarya tentang
pencegahan pungutan liar di kantor Kemendikbud Jakarta. Menurut Muhadjir, ia
juga sudah berkonsultasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto tentang rencana tersebut.
“Sebelum ini saya sudah berkonsultasi kepada Menko Polhukam Wiranto
untuk menjelaskan posisi dan langkah yang akan kami lakukan. Menurut beliau
tidak ada masalah, asal itu resmi dan tidak melanggar undang-undang. Dan
pemanfaatannya untuk sekolah serta transparan,” tutur Mendikbud lagi.
Sementara itu kalangan masyarakat pengamat pendidikan meminta agar
Permendikbud tersebut benar-benar memperjelas tujuan pokok penghimpunan dana,
mengingat sekolah bukan lembaga social atau keuangan.
Diharapkan peraturan tersebut jelas mengatur untuk tingkat sekolah
mana saja dan untuk tujuan-tujuan seperti apa. Karena kata-kata “untuk kemajuan
pendidikan” dan “semangat gotong-royong” jangan sampai disalah-artikan dan
memunculkan ketakutan rakyat kecil yang anak-anaknya butuh sekolah, tapi kondisi
ekonominya miskin. Juga diharapkan peraturan penghimpunan dana di sekolah
jangan sampai tumpang-tindih dengan program pemerintah pusat lewat Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan pendamping pemerintah daerah lewat
Bantuan Operasional Daerah).
Waktu pemerintah membuat program BOS, tentunya sudah diperhitungkan
dengan matang, dan sudah mengakomodir berbagai kebutuhan operasional sekolah
lewat penetapan 13 item penggunaan dana BOS. Secara normative, aturan sudah
bagus. Namun rakyat masih trauma dengan banyaknya kasus penyalahgunaan wewenang,
anggaran APBN ataupun APBD yang cukup banyak berurusan dengan KPK, sehingga
frasa “menghimpun dana” banyak dicemari dengan tindak penyalagunaan oknum-oknum
yang diberi kepercayaan, malah memanfaatkan untuk kepentingan pribadi dengan
berbagai dalih keperluan yang berlindung di balik undang-undang.
Rakyat kecil dan berpenghasilan rendah tetap
berharap masalah pendidikan bangsa, secara financial tetap menjadi
tanggungjawab pemerintah yang sudah mengalokasikan 20% APBN untuk kepentingan
pendidikan. Kendati dalam perjalanannya banyak diwarnai kasus-kasus tidak
terpuji, yang terbukti adanya oknum pendidik di lembaga sekolah yang masuk
kerangkeng KPK atau aparat hukum lainnya karena korupsi dana BOS. Menurut
pengamat, dana yang dihimpun dari masyarakat, secara normative administrative
bisa saja transparan, namun cukup rawan adanya peluang untuk diselewengkan. (Odjie)
0 Comments