![]() |
Ustazd Yusuf Mansyur. |
JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Menurut Ustazd Yusuf
Mansyur, kematian adalah guru kehidupan yang terbaik. Tapi hati kita terlalu
lama mati, sehingga tidak menganggapnya sebagai sebuah pelajaran.
Rasul Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam, pernah memberitahu akan
datangnya satu hal yang mengakhiri segala kenikmatan dan menghancurkan
kesenangan. Yaitu kematian.
Kematian juga digambarkan sebagai sebuah penghancur kesombongan dan
keserakahan. Artinya, siapa saja yang tahu dan sadar bahwa dirinya akan mati,
maka ia akan hidup dengan penuh kerendahhatian dan penuh berderma. Seharusnya.
Sekali lagi seharusnya …
Tapi, sebagaimana tersebut pada kalimat pembuka di atas, kematian
akhirnya tidak mampu mengajarkan apa-apa kepada kita. Kematian adalah kematian,
tidak lebih, tidak punya muatan ajaran apapun. Kematian menjadi biasa saja.
Sebabnya mungkin kita terlalu sering melihat kematian, terlalu sering melihat
iring-iringan kematian. Itu sebabnya kita tidak takut mati, bahkan tidak pernah
berpikir bahwa kita juga bisa mati, dan pasti mati.
Sebab lainnya adalah hati kita sendiri yang hampir mati (atau sudah
mati?), atau terlanjur berkarat dengan dosa dan hilangnya rasa malu?
“Allah hadirkan kematian secara bergantian, bergiliran, tentu ada
maksud. Salah satu maksudnya adalah memberikan yang masih hidup kesempatan
untuk melihat kematian dan belajar tentang kehidupan. Supaya saatnya kelak kematian
datang, ia sudah siap,” kata Ustazd Yusuf Mansyur lagi.
Menurutnya, coba hitung, sejak kita melek yang namanya kehidupan,
katakanlah sejak kita berumur 10 tahun hingga sekarang, sudah berapa kali
kematian yang kita lihat? Sudah berapa orang dekat yang disentuh oleh kematian?
Dan tanya pula sejauh ini apa dampak kematian bagi kita? Apakah cuma sebatas
sedih? Apakah cuma sebatas duka? Atau kemudian kematian membuat kita sanggup
merenung akan hakikat kehidupan yang cuma sebentar? Masing-masing tentu punya
jawaban.
Allah jauh-jauh hari mengingatkan kita akan kematian di banyak
ayat-Nya di dalam al Qur’an. Di antaranya yang terdapat dalam surah al Hasyr:
18; “Wahai orang yang beriman, hendaknya kamu pelihara diri kamu dan
menyiapkan diri untuk hari esok [hari kematian] … ”.
Hidup bukan sekali ini saja. Masih ada kehidupan sesunguhnya yang
akan sangat panjang kita lalui, bahkan merupakan kehidupan keabadian. Enak
tidaknya, bagus buruknya, kehidupan kedua kita kelak, sangat tergantung dari
kehidupan saat ini. wallâhu a’lam.
Diriwayatkan dari Rasulullah Muhammad, kata Ustazd Mansyur lagi, ruh
seorang mukmin itu tidak akan keluar dari jasadnya sehingga ia melihat
tempatnya di surga. Sedangkan ruhnya orang kafir (termasuk orang kufur nikmat)
tidak akan keluar sehingga dia melihat tempatnya di neraka.
Para sahabat bertanya, wahai Rasulullah, bagaimana mungkin orang
mukmin bisa melihat tempatnya di surga dan yang kafir bisa melihat tempatnya di
neraka?
Rasulullah menjawab, sesungguhnya Allah telah menciptakan Malaikat
Jibril sebaik-baik bentuk dan memiliki 600 sayap. Dari sayap-sayap tersebut
terdapat dua sayap yang berwarna hijau seperti sayap burung Suari. Apabila dia
mengembangkan sayapnya, maka terbentanglah sayap itu antara langit dan bumi. Di
sayap kanan terdapat gambaran surga beserta isinya, yakni bidadari, istana,
kamar bertingkat, sungai, buah-buahan dan sebagainya.
Sedang di sayap kiri, terdapat gambaran neraka jahannam beserta
isinya, yakni ular, kalajengking, kamar-kamar tingkat rendah dan Malaikat
Zabaniyah.
Diriwayatkan, apabila ajal seorang hamba telah datang, masuklah
sekelompok malaikat ke dalam urat-uratnya dan menyerap ruhnya dari kedua
telapak kakinya sampai kedua lututnya, kemudian mereka ini keluar.
Setelah itu, masuklah lagi sekelompok malaikat yang kedua, lalu
menyerap ruhnya dari kedua lututnya sampai ke pusarnya, kemudian keluar.
Kemudian masuklah lagi sekelompok malaikat yang ketiga dan menyerap ruhnya dari
perut sampai ke dada, kemudian keluar. Dan kemudian masuklah sekelompok
malaikat yang ke empat, dan menyerap ruhnya dari dadanya sampai ke
tenggorokannya.
Pada waktu itu, apabila dia orang yang beriman, maka Malaikat Jibril
mengembangkan sayapnya yang kanan, sehingga dia melihat tempat kembalinya di
surga dan dia memperhatikan dan memperhatikan terus, sampai-sampai tidak bisa
lagi melihat dan mengingat sekelilingnya.
Sebaliknya, jika yang meninggal adalah para pendosa yang belum
sempat memohon ampun kepada Allah, maka Malaikat Jibril mengembangkan sayapnya
yang kiri. Sehingga dia melihat neraka. Orang ini terus menerus
memperhatikannya dengan rasa takut. Hingga karena rasa takutnya, sampai-sampai
ia tidak lagi memperhatikan dan mengingat sekelilingnya.
Sayap kiri dan kanan yang akan dibentangkan oleh
Malaikat Jibril di penghujung kehidupan kita, adalah pilihan yang harus kita
pilih sejak dari sekarang, ketika Allah masih memberikan kesempatan umur,
kesempatan kesehatan, kesempatan rizki… Supaya tidak terlambat adanya.
Demikian, bisa menjadi sebuah pesan yang patut direnungkan dan dicamkan untuk
dilaksanakan. (Od/PKC)
0 Comments