Menjadi Indonesia Toleran

Syamsul Arifin.
Oleh: Syamsul Arifin*

JAKARTA, KORANTRANSAKSI.com - Indonesia merupakan sebuah negara yang menjadikan aspek keagamaan sebagai prioritas utama dalam paradigma kehidupan. Salah satu bukti dari pentingnya agama ialah tercantum pada Pancasila yang terletak di sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Adanya pengutamaan keagamaan di Indonesia menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki adab dan adat istiadat yang memiliki norma-norma positif. Dan aspek keagamaan yang ada pada setiap masyarakat indonesia idealnya dapat menumbuhkan rasa saling menghargai satu sama lain.

Sebagaimana yang kita ketahui, Indonesia memiliki kekayaan yang melimpah, adat, budaya dan agama yang beragam. Adat dan budaya pada setiap daerah di Indonesia sudah pasti berbeda-beda. Agama di Indonesia pun beragam seperti agama Budha, Kristen Protestan, Kristen Katolik dan Islam sebagai agama yang dominan di Indonesia. Untuk menjadi warga negara Indonesia sudah pasti harus memiliki Tuhan. Oleh sebab itu Indonesia merupakan negara dimana seluruh masyarakatnya beragama. Dengan segala perbedaan baik dari segi adat, budaya dan agama yang berbeda hal yang menunjukkan Indonesia menjadi negara yang sangat toleran adalah mereka bisa bersatu dalam perbedaan. Mereka saling menerima kekurangan satu sama lain. Tidak hanya masyarakat Indonesia, dunia pun mengakui ini.

Namun yang menjadi pertanyaan besar saat ini, apakah masyarakat Indonesia tidak malu dengan kasus-kasus yang terjadi mengenai sengketa agama yang saling ricuh hingga kabarnya tidak hanya diketahui oleh masyarakat Indonesia sendiri tetapi berbagai belahan bumi bahkan sudah memperbincangkannya? Bahkan seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia dengan penduduk Islamnya yang dominan namun juga ikut terjebak pada konflik pembakaran gereja dan kasus-kasus lainnya. Segala kritikan memperburuk nama Indonesia. Satu-satunya hal yang Indonesia dapat lakukan adalah membangun kerukunan beragama untuk membangun kerjasama dan mengharumkan kembali nama Indonesia.

Jika ditinjau dari faktor-faktor penyebab munculnya permasalahan atau konflik agama, bahwa dalam sejarah kehidupan beragama memang sering terjadi perbedaan yang dapat dijadikan pemicu untuk memulai sebuah pertentangan. Padahal semua masyarakat Indonesia tahu bahwa hal ini merupakan hal yang negatif yang terjadi kepada pihak-pihak yang bertikai. Tetapi kenyataannya tindakan-tindakan yang telah ada entah itu disengaja atau tidak, agama digunakan sebagai pemicu dalam membuat permasalahan. Masih ada beberapa masyarakat yang berpendapat bahwa masyarakat yang memiliki agama yang berbeda tidak bisa hidup bersama, tidak dapat rukun maupun berdamai karena berpikir bahwa agama yang berlainan tersebut hanya ingin menghancurkan pihak agama lain. Padahal sebagian besar dari kasus yang telah kita temukan dari berbagai sumber informasinya yaitu masalah yang terjadi sebenarnya hanyalah masalah kecil yang diperbesar antara kedua belah pihak yang berbeda agama.

Masih ada masyarakat Indonesia menyelesaikan masalah dengan emosi dan langsung bertindak akibat ego mereka tanpa berfikir apa yang akan terjadi di masa depan. Masyarakat Indonesia sudah harus dapat menghilangkan pemikiran primitif mereka karena sebenarnya membuat keributan tidak akan menyelesaikan masalah dan akan berdampak pada negara nantinya. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan pada berbagai pada kasus yakni pandangan atau pendapat dari orang-orang yang beranggapan bahwa kelompok mayoritas agama tertentu berhak menindas minoritas agama lainnya semena-mena. Dan hal ini juga menyangkut kebiasan buruk masyarakat indonesia turun-temurun dalam mengambil keputusan sendiri tanpa memikirkan resiko yang harus ditanggung di masa yang akan datang kelak.

Seharusnya hal-hal seperti ini sudah dapat dibuang jauh. Semua orang pasti ingin bahagia. Saat kehidupan seseorang terganggu, seharusnya pelaku yang melakukan tindakan tersebut memikirkan jika ia berada di posisi korban dan harus banyak berpikir apa yang akan menimpa kepada dirinya atau lingkungan sekitarnya pada saat ia mengambil tindakan. Tidak hanya Indonesia, bahkan seluruh dunia percaya bahwa sifat luar dan dalam manusia yang beragama jauh lebih baik dibandingkan dengan yang tidak beragama. Jadi, salah satu hal untuk menunjukkan bahwa kita sebagai warga yang menggunakan kepercayaan masing-masing sebagai sarana untuk membawa ke jalan yang baik adalah dengan saling menghormati antar agama, toleransi, tidak bertindak sendiri tanpa kesepakatan bersama dengan yang lebih bersangkutan, dan membangun kesejahteraan beragama.

Berdasarkan masalah yang terjadi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendukung kerukunan beragama yang baik dalam kehidupan sehari-hari yaitu; pertama, kepada pemeluk suatu agama dilarang mengganggu agama lainnya dalam bentuk apapun baik peribadatan maupun adat-adat agama yang berbeda dengan agama tersebut. Kedua, setiap agama dibuatkan tempat peribadatan yang sama atau adil kenyamanannya agar tidak terjadi iri dengki antar agama yang dapat mengantarkan kepada permusuhan. Ketiga, Suatu pemeluk agama tidak boleh memaksakan kepercayaan seseorang untuk mengubahnya karena akan melanggar HAM orang lain. Seperti yang dinyatakan oleh Drs. H. Indra, dosen IAIN Sumut bahwa nilai kearifan lokal akan memiliki makna apabila tetap menjadi rujukan dalam mengatasi setiap dinamika kehidupan sosial, termasuk dalam menyikapi berbagai perbedaan yang menimbulkan konflik.

Dalam ketentuan hukum nasional pun ditegaskan bahwa agama dan syariat agama dihormati dan didudukan dalam nilai asasi kehidupan bangsa dan negara. Dan setiap pemeluk agama bebas menganut agamanya dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. Bahkan jika mengacu pada hukum Islam sendiri, tindakan-tindakan intoleran jelas tidak dapat dibenarkan. Seperti yang disampaikan Galih Prakoso (2011) bahwa kerukunan intern umat beragama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih bisa ditolerir. Mahmassani (1977:22-26) seorang Dosen Hukum Islam pada Fakultas Hukum Perancis di Beirut juga memberikan penjelasan bahwa syari’at adalah hukum Allah yang disampaikan atas lisan nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, sedangkan fiqih adalah ilmu untuk mengetahui masalah-masalah hukum secara praktis, yang diperoleh dari dalil-dalil hukum perincian. Berdasarkan pendapat tersebut kita dapat melihat bahwa bagi Syari’at Islam manusia adalah makhluk sosisal, diperlukan ketentuan yang mengatur hubungan antar manusia.

Hal yang harus dilakukan dengan perbedaan tersebut adalah menerima perbedaan, saling melengkapi, toleransi dan membina persatuan dan kesatuan antar agama. Semua meyakini bahwa walaupun agama yang berbeda-beda, semua agama mengajarkan umatnya untuk saling menghormati, tidak mengganggu hidup orang lain dan saling membantu. Dengan hal ini jika semua masyarakat mengikuti aturan agama mereka, dapat dipastikan tidak akan ada konflik antar agama dan Indonesia akan menghasilkan masyarakat yang memiliki kualitas sikap yang tinggi, terdidik serta menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki agama sebagai penuntun hidup ke jalan yang baik dan taat terhadap aturannya. *) Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Posting Komentar

0 Komentar